Senin (30/8) gelar unjuk rasa tolak kartu induk kendaraan (KIK) kembali dilakukan ratusan mahasiswa UGM yang tergabung dalam Gerakan Tolak Komersialisasi Kampus (GERTAK). Demonstrasi kali ini dilakukan di Balairung, gedung rektorat sayap utara. Spanduk yang ditandatangani seluruh mahasiswa baru FIB dan sebagian mahasiswa lama dari FIB maupun FISIPOL diarak sebagai tanda penolakan.
Aksi GERTAK ini merupakan tindak lanjut dari aksi sebelumnya yang diadakan pada hari Sabtu (22/8). Setelah penandatanganan petisi penolakan KIK, aksi demo kembali dilanjutkan. Untuk mewujudkan aksinya lagi, GERTAK memerlukan waktu seminggu. “Dalam waktu seminggu, kami menyamakan persepsi terlebih dahulu,” ungkap Andi N, anggota GERTAK di bidang pengembangan. Penyamaan persepsi tersebut menjadi salah satu persiapan yang dilakukan.
Persiapan aksi demo dimulai di FIB dan FISIPOL. Massa dari FIB dan FISIPOL kemudian menggabungkan barisannya di depan Taman Fisipol. Mereka berjalan menuju gedung pusat sembari menyuarakan aspirasinya. Penolakan keras terhadap KIK terlontar dari mulut mereka. “Saya tidak terima dengan KIK, kalau masuk kampus saja bayar bagaimana dengan yang lain!” tutur Anggara N, mahasiswa Arkeologi 2010 yang mengikuti aksi demo. Meskipun sedikit riuh, namun aksi demo berjalan lancar tanpa adanya tindak kekerasan.
Aksi demonstrasi ini disikapi biasa-biasa saja oleh pihak rektorat. “Di era demokrasi, demonstrasi adalah yang wajar, ada aksi dan reaksi. Yang menjadi permasalahan dalam demonstrasi ini kan ketidakpahaman mahasiswa akan fungsi KIK,” papar Haryanto, selaku Direktur Kemahasiswaan UGM.
Permasalahan yang diangkat sebenarnya bukan sekadar KIK. “Masalahnya, dengan KIK pihak rektorat telah mengkomersialisasikan kampus. Dalam pembuatan kebijakan pun, mahasiswa tidak dilibatkan,” ujar Andi. Aksi demo kali ini mendapatkan respons dari pihak rektorat. Rektor sempat ke FIB untuk mengajak perwakilan GERTAK bernegosiasi. Namun, hal ini ditolak oleh GERTAK. “Kami hanya mau ada negosiasi dengan seluruh massa, tak hanya dengan perwakilan,” tegasnya. [Abud, Aip]