Seperti tahun-tahun sebelumnya, Calon Mahasiswa Baru (Camaba) yang diterima melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) masih dikenakan Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA). Akan tetapi, nominal SPMA yang tinggi dirasa terlalu memberatkan orang tua Camaba. Hal ini membuat BEM KM UGM kembali membuka posko advokasi untuk membantu masalah Camaba, terutama dalam keringanan biaya SPMA. “Kami hanya berusaha membantu, tapi bentuk keringanan seperti apa yang akan diberikan pada Camaba semua kembali pada pihak rektorat”, ujar Neil Aiwoy, Menteri Advokasi BEM KM UGM. Sebagai referensi, tahun lalu tidak ada Camaba yang mendapatkan keringanan biaya. Kebanyakan hanya mendapat tambahan tenggat waktu pembayaran serta izin mencicil.
Mekanisme pengajuan keringanan SPMA tidak terlalu rumit. Camaba bisa mengirimkan surat permohonan kepada rektor dengan dilampiri surat keterangan gaji orang tua dan surat lain yang mendukung. “Misal ada anggota keluarga yang sakit dan membutuhkan biaya besar, maka harus ada surat sebagai bukti,” jelas Sri Haryanti, S.Pd, M.Pd, Seksi Penerimaan dan Pemasaran Direktorat Administrasi Akademik (DAA) UGM. Yanti menambahkan, untuk Camaba dari jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan, pengajuan keringanan paling lambat diserahkan tanggal 14 Juni. Pengajuan tersebut dapat langsung diserahkan pada DAA atau melalui advokasi BEM KM.
Setelah berkas terkumpul, tim khusus yang terdiri dari Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa), Direktorat Keuangan, serta DAA kemudian akan memprosesnya. “Pengumumannya akan disampaikan secara personal melalui surat,” ujar Yanti. Meski demikian, pada dasarnya UGM tidak membuat aturan mengenai penangguhan dan pengurangan biaya SPMA. Kebijakan tersebut bersifat kasuistik, tergantung dari permasalahan dan inisiatif dari Camaba.
Sebagai Menteri Advokasi, Neil berharap, Camaba yang meminta bantuan BEM KM untuk mengadvokasi masalahnya dapat memberikan data yang valid. Sebelumnya dalam beberapa kasus ditemukan Camaba yang memanipulasi data agar dapat diterima di UGM. Selain itu, dia juga berharap tahun ini advokasi bisa terkumpul dalam satu pintu, yaitu BEM KM. “Meskipun beberapa fakultas juga melakukan advokasi, akan lebih mudah apabila mekanismenya terpusat”, ujar Neil. Ia juga mengharap kerja sama dari pihak DAA dan Dirmawa agar proses advokasi tidak mengalami kendala.
Agar advokasi ini diketahui oleh Camaba, BEM KM juga melakukan sosialisasi pada siswa-siswa SMA. Sosialisasi tersebut disampaikan dalam pertemuan dengan Forum Komunikasi Pengurus Osis (FKPO) Yogyakarta. “Kami juga melakukan sosialisasi melalui jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter,” ujar Neil.
Meskipun BEM KM gencar menyosialisasikan advokasi, Neil ternyata berharap tahun ini tidak banyak Camaba yang mengajukan permohonan advokasi. “Dengan begitu, berarti tidak ada masalah dalam sistem yang dijalankan oleh UGM,” ujarnya. Senada dengan Neil, Yanti juga berharap tahun ini tidak ada lagi yang mengajukan keringanan. “Tapi kita juga tidak menutup kemungkinan karena kondisi seseorang tidak sama,” tandasnya.[Dian Puspita, Khairul Arifin, Gita Kurnia Graha]