Suasana Ruang Kuliah 4 Fakultas Biologi UGM Senin (25/2) terlihat berbeda. Tempat yang biasa digunakan sebagai ruang kuliah itu dipenuhi puluhan mahasiswa berbagai jurusan. Mereka memenuhi kursi sembari membawa buku biru bertuliskan ‘Diklatsar Pertolongan Pertama dan Penerimaan Anggota Baru (PPPAB) XXVIII’.
Diskusi serta pemberian materi dasar yang diadakan Unit Kesehatan Mahasiswa (Ukesma) UGM Senin (25/2) menandakan dibukanya Diklatsar PPPAB ke-28. Rangkaian acara Diklatsar PPPAB berlangsung dari Senin (25/2) hingga Minggu (10/3). “Selama dua minggu, para peserta Diklatsar akan diberi materi pertolongan pertama yang diakhiri dengan ujian tulis serta praktik,” jelas Indra Buwana, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional ’09, Ketua Panitia Diklatsar PPPAB XXVIII.
Selain pemberian materi pertolongan pertama, Diklatsar PPPAB pun menjadi salah satu syarat penerimaan anggota baru Ukesma UGM angkatan ke-28. Indra menerangkan bahwa masih ada serangkaian acara lagi yang harus diikuti selama proses penerimaan anggota baru. “Pertama, para peserta harus mengikuti Diklatsar yang kemudian dilanjutkan dengan Masa Orientasi Bakti (MOB),” terangnya. Ia menambahkan bahwa mahasiswa UGM yang mengikuti rangkaian acara berhak mengikuti pelantikan anggota baru Ukesma.
Meskipun banyak dihadiri oleh mahasiswa UGM, Diklatsar PPPAB tidak terbatas untuk mahasiswa UGM saja. Sejumlah mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) turut mengikuti jalannya Diklatsar PPPAB. Selain sebagai peserta acara, beberapa mahasiswa Universitas Sanata Dharma dan Universitas Islam Negeri Kalijaga turut hadir sebagai tamu undangan.
Acara dibuka secara simbolis oleh Dr. Hadianta Ismangoen selaku mantan Pembina Ukesma UGM. Dalam pidato pembukaan, Hadianta menyampaikan harapannya terhadap peserta Diklatsar PPPAB. “Semoga dengan mengikuti Diklatsar ini, peserta menjadi siap sedia membantu orang lain,” ungkapnya. Pemberian pidato disusul dengan pemukulan gong dan pengalungan kartu tanda peserta yang disambut dengan tepuk tangan.
Sesi pertama, Vika Astriningrum, anggota Ukesma angkatan ke-21, memberikan materi umum seputar ‘Pengantar Pertolongan Pertama’. Vika membuka sesi dengan mengutarakan pentingnya etika menolong dalam pertolongan pertama. Etika yang dimaksud termasuk meminta persetujuan korban sebelum memberi pertolongan dan memperkenalkan diri. “Sering kali orang yang mendapat kecelakaan menolak disentuh, terlebih jika yang memberi pertolongan lawan jenis,” jelasnya.
Selain etika menolong, Vika juga menjelaskan prinsip-prinsip dasar pertolongan pertama. Ia menjelaskan bahwa prinsip utama pertolongan pertama adalah tidak menjadi korban kedua. Ia berpendapat, “Menyelamatkan satu orang saja sudah sulit, apalagi jika harus menyelamatkan dua orang.” Untuk menghindari hal ini, relawan harus memperhatikan kondisi sekitar. “Jika tidak bisa berenang, jangan coba menolong. Nanti justru kita yang harus diselamatkan.,” tambahnya.
Lima belas menit sebelum sesi pertama berakhir, Vika membuka sesi sharing dan tanya jawab. Andi Zulfikar Darussalam, mahasiswa jurusan Ekonomi Islam UII ‘12, mengungkapkan ketakutannya dalam menolong seseorang. “Saya takut kalau korban meninggal karena saya,” ungkap Andi. Vika kemudian menegaskan bahwa hal terpenting dalam pemberian pertolongan pertama adalah niat. Ia menjelaskan bahwa seorang relawan tidak akan dituntut karena ingin menolong. “Sebagai pembelaan, niat kita kan ingin menolong.”
Pernyataan Vika berlawanan dengan Azri Augustin, S.Psi., Psikolog sekaligus pembicara sesi kedua Diklatsar PPPAB XXVIII. Dalam sesi kedua yang bertemakan ‘Pendekatan Psikologis’, Azri mengemukakan bahwa tidak sembarang orang bisa melakukan pertolongan pertama. Menurutnya, kondisi mental relawan sangat berpengaruh dalam pemberian pertolongan pertama. Apabila tidak memiliki kemampuan yang cukup maupun tidak berada dalam kondisi stabil sebaiknya tidak memberikan pertolongan. “Kita harus paham batas diri sendiri. Tidak perlu malu tidak menolong, karena taruhannya nyawa.”, tambahnya.
Sama seperti sesi pertama, di penghujung sesi kedua dibuka sesi sharing dan tanya jawab. Banyak pertanyaan yang diberikan peserta seputar kondisi psikologis korban. “Bagaimana jika ada orang yang tidak mau ditolong, padahal kita tahu dia butuh bantuan?” tanya salah satu peserta Diklatsar PPPAB. Menanggapi pertanyaan ini, Azri menjawab, “Jangan tolong jika ia tidak mau ditolong, masih banyak orang lain yang memerlukan bantuan kita.”
Sesi kedua yang berakhir sekitar pukul 17.00 ditutup dengan penyerahan plakat kepada pembicara. Berakhirnya sesi kedua juga menandakan berakhirnya pemberian materi Diklatsar PPPAB XXVIII hari pertama. Amira Herwidyana, mahasiswa jurusan Teknik Sipil ’12 mengungkapkan antusiasmenya mengikuti rangkaian acara Diklatsar PPPAB XXVIIII, “Dapat banyak ilmu dari materi tadi. Nggak sabar deh buat acara selanjutnya.” [Lintang Cahyaningsih]