![©Anugraheni Tri Hapsari](https://www.balairungpress.com/wp-content/uploads/2013/03/syekh-siti-jenar.jpg)
©Anugraheni Tri Hapsari
Suasana di gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) tampak ramai dari biasanya. Motor maupun mobil terlihat memenuhi sebagian besar halaman gedung. Memasuki area dalam gedung, suasana ramai semakin terasa. Kursi yang disediakan panitia di depan panggung hampir sepenuhnya terisi. Minggu (02/3) malam, diadakan pagelaran ketoprak dalam rangka Dies Natalis Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM yang ke-67.
Pagelaran ini disaksikan oleh mahasiswa, dosen, serta kalangan umum. Ketoprak berjudul “Syekh Siti Jenar” ini diperankan oleh dosen dan mahasiswa FIB. Nedta Septi, Sastra Nusantara ’11 sekaligus pemain yang lolos casting ini merasa bangga bisa sepanggung dengan para dosen. “Ada kurang lebih 10 mahasiswa dan beberapa dosen yang memerankan pagelaran ini, termasuk Pak Dekan,” ungkapnya.
Ketoprak “Syekh Siti Jenar” dimulai sekitar pukul 18.00. Adegan dibuka dengan perkenalan dari dalang. Pada babak pertama, para dosen mulai memainkan peran mereka sebagai Wali Sanga. Selanjutnya, para dosen dan mahasiswa melawak dengan saling berdialog santai. Salah satu dosen bahkan menarikan pinggulnya mengikuti irama gamelan. Suara tawa dan tepuk tangan penonton terdengar riuh. Akhir pagelaran ditutup dengan permainan gamelan dengan tempo cepat dan pencahayaan yang dimainkan sedemikian rupa.
Pagelaran ini diiringi oleh gabungan kelompok gamelan Prasasti (Pradangga Sastra Inggris) dan Gamasutra (Gamelan Mahasiswa Sastra Nusantara) FIB UGM. Seluruh pemain gamelan terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi FIB. “Kelompok gamelan ini sering latihan, tapi untuk pementasan ini latihan intensifnya dua minggu karena gabungan Prasasti dan Gamasutra,” ujar Jaka Aris Eko, Sastra Inggris ’10 sekaligus salah satu pemain gamelan.
Drs. Sudibyo, M.Hum selaku koordinator pagelaran ketoprak menambahkan bahwa latihan ketoprak hanya dua bulan. Salah satu dosen Sastra Indonesia FIB ini mengatakan bahwa acara ini bukan sebagai hiburan semata namun juga memrepresentasikan eksistensi FIB. “Kami ingin menunjukan diri sebagai Fakultas Budaya melalui pertunjukan salah satu kesenian Indonesia ini,” katanya. Sudibyo juga mengatakan bahwa ketoprak dipilih untuk ditampilkan karena memiliki perpaduan dari berbagai seni. “Semoga setelah menonton ketoprak ini, bisa menggugah kita supaya lebih kreatif lagi,” harapnya.
Dalam acara ini juga disediakan angkringan gratis bagi penonton disekitar panggung. Menurut Wahyu Pujiardianto, Sastra Indonesia ’12, alasan dia datang ke acara ini salah satunya karena tertarik adanya angkringan gratis yang disediakan. “Saya kepengen nonton dekan main ketoprak sambil makan nasi kucing gratis,” katanya.
Gilang Alamsyah Prasetyana, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), juga mengungkapkan kepuasannya atas pagelaran ketoprak ini. Dia berpendapat bahwa pagelaran ini unik. “Daya tarik utama dari acara ini ya karena yang main dosen. Salut deh,” tegasnya.[Suci Wulandari]