Sabtu (13/4) malam Grha Sabha Pramana (GSP) nampak berbeda. Terlihat antrian panjang di beberapa pintu masuk. Pamflet bertuliskan Stand-Up Comedy ‘Battle of Republic’ tertempel di dinding-dinding GSP. Dalam pamflet tersebut terdapat karikatur Mahfud M.D, Pandji Pragiwaksono, Kemal Palevi , Fico Fachriza, Anggito Abimanyu, Tasbir Abdullah, dan Wati Salsabila. Ke-7 orang itu merupakan sebagian pengisi acara stand-up comedy bertajuk ‘Battle of Republic’.
Acara ini digagas oleh dosen serta mahasiswa Program Diploma Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi UGM dalam rangka memperingati dies natalisnya yang ke-38. Menurut Gonzales Halim, koordinator kepanitiaan, mereka memilih stand-up comedy karena dekat dengan kalangan anak muda. “Ini juga untuk menjauhkan kesan bahwa dies natalis hanya milik orang-orang tua atau dosen saja,” tambahnya. Lebih lanjut Gonza menambahkan, ‘Battle of Republic’ dipilih sebagai tema karena beberapa comic yang tampil adalah tokoh nasional seperti Mahfud M.D dan Anggito Abimanyu. “Kami ingin melihat sisi humanis Mahfud M.D dan dosen-dosen yang biasa berkutat dalam urusan serius, dengan ikut tampil dalam acara ini bersama comic profesional,” beber Gonza.
Pada pukul 20.00 acara resmi dibuka. Hotma Prawoto, Direktur Sekolah Vokasi, membuka acara dengan sambutan. Gelak tawa penonton terdengar di GSP saat Hotma hanya mengucapkan salam sebagai sambutan kemudian meninggalkan panggung.
Setelah Hotma selesai menyampaikan sambutan, pertunjukkan stand-up comedy pundimulai. Acara dibagi ke dalam tiga sesi. Sesi pertama disebut dengan sesi Komunitas Stand-Up ComedyJogja, sesi kedua disebut sesi Civitas Academica UGM, dan sesi pamungkas adalah sesi comicprofesional.
Tasbir Abdullah, Kepala Dinas Pariwisata DIY, adalah salah satu comic di sesi satu. Ia berhasil mengundang gelak tawa penonton dengan lelucon tentang kepanjangan MD dari nama Mahfud M.D. “M.D itu singkatan dari melawak dulu sebelum RI-1,” guraunya. Ini berhubungan dengan beredarnya isu pencalonan Mahfud M.D sebagai presiden pada pemilu 2014 mendatang. Selain Tasbir, Wakil Direktur Sekolah Vokasi, Wikan Sakarinto dan tiga comiclainnya turut mengisi sesi ini.
Setelah sesi pertama berakhir, penonton disajikan pertunjukkan musik oleh Hotma dan kawan-kawan. Acara dilanjutkan ke sesi dua. Satu persatu comic mulai dari Suwarno Hadisusanto, Dekan Fakultas Biologi UGM; Kandida Susana, bankir BNI; Hotma Prawoto, Direktur Sekolah Vokasi; dan Wati Salsabila, dosen Fakultas Kimia UNY tampil di depan panggung. Dari beberapa comic itu, Wati merupakan salah satu comic yang cukup mendapat perhatian di sesi kedua. Dibandingkan dengan penampilan beberapa comic sebelumnya, tawa penonton lebih semarak saat ia tampil. Ia mengatakan bangga menjadi dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang merupakan salah satu dari dua universitas negeri di Yogyakarta. “Universitas negeri di Jogja itu cuma UNY dan Universitas Islam Negeri Yogyakarta. UGM bukan universitas negeri karena tidak ada kata negeri pada namanya,” ujarnya yang langsung mengundang tawa penonton.
Riuh penonton yang sempat mereda kembali terdengar saat Mahfud M.D muncul sebagaicomic pamungkas pada sesi kedua. Ia menyampaikan lelucon tentang anggota DPR yang tidak cakap pada masa runtuhnya pemerintahan Soeharto. Mahfud menceritakan, saat di bandara, anggota DPR itu meminta sekretarisnya untuk membawakan sebuah dokumen. Setelah menunggu cukup lama, sedangkan sekretarisnya tidak juga muncul, ia pun meneleponnya. Tidak lama setelah telepon tersambung, ia berteriak marah. “Saya bilang kan ke bandara, bukan ke airport!” kisah Mahfud.
Sesi terakhir menampilkan tiga comic profesional, yaitu Fico Fachriza, Kemal Palevi dan Pandji Pragiwaksono. Dengan gaya yang berbeda, ketiganya mampu menarik perhatian penonton. Tepuk tangan dan ramai teriakan penonton selalu mengiringi kemunculan mereka. “FICO!” teriak penonton remaja saat sosoknya memasuki panggung. Kemal dan Pandji pun mendapat sambutan serupa.
Dalam sesi ketiga ini Pandji menjadi comic terakhir yang tampil sekaligus penutup acara. Dalam leluconnya ia menyoroti demokrasi di Indonesia yang kebablasan. Sebagai contoh, mahasiswa yang berdemo sambil mengeluarkan kata-kata kasar. “Mereka bilang pemerintah goblok, tapi kemudian meminta pemerintah untuk membangun Indonesia,” ucapnya.
Selain mengangkat buruknya demokrasi di Indonesia, Pandji juga mengkritik peluncuran Twitter resmi SBY. Presiden SBY sudah merencanakan membuat Twitter sejak dua tahun lalu, namun baru terealisasikan sekarang. Sedangkan buat album tidak perlu menunggu dua tahun langsung jadi. “Begitulah presiden kita. Hal yang mudah dibuat sulit, hal yang sulit dijadikan mudah,” terangnya. Menurutnya tujuan pembuatan akun ini hanya untuk pencitraan saja. “SBY senang melakukan pencitraan karena kita bangsa pencitraan!” ujarnya dengan intonasi yang mengundang gelak tawa.
Sigit Haryo, anggota Komunitas Stand-Up Comedy Indonesia-Jogja yang hadir malam itu mengapresiasi acara ini. Menurutnya jumlah penonton yang mencapai 3500 orang merupakan rekor untuk pertunjukkan stand-up comedy di Jogja. Namun ia menyayangkan jumlah comicyang dianggapnya terlalu banyak. “14 comic terlalu banyak. Penonton sudah mulai bosan dan lelah saat Fico, Kemal, dan Pandji tampil,” keluhnya.
Apresiasi tidak hanya diberikan Sigit. Pandji pun menghargai inisiasi untuk membuat acara full stand-up comedy ini. “Masyarakat Jogja harus mendukung semua komunitas stand-up comedy di Jogja,” himbaunya. Begitu juga dengan Fico, ia mengaku senang dapat terlibat dalam acara ini. “Jogja euforia–nyakeren,” ujar Fico dengan wajah datar, yang merupakan ciri khasnya. [Erni Maria Angreini]