
©Galih/Bal
Museum UGM menjadi saksi lahirnya Serikat Pekerja Gadjah Mada (SEJAGAD) serikat pekerja kampus pertama di Indonesia. Didirikan untuk memperjuangkan kesejahteraan buruh kampus dan kebebasan akademik, SEJAGAD menandai babak baru gerakan buruh di lingkungan pendidikan tinggi. Diselenggarakan pada Jumat (25-04) di Ruang Utama Museum UGM, Kongres SEJAGAD dihadiri sivitas akademik UGM dan perwakilan serikat pekerja dari berbagai sektor. Kongres SEJAGAD pertama ini juga menjadi bentuk peresmian SEJAGAD, pembacaan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi, dan pemilihan Dewan Formatur.
Muchtar Habibi (MH), Ketua Panitia persiapan kongres SEJAGAD, menuturkan bahwa SEJAGAD merupakan serikat pekerja tingkat universitas pertama di Indonesia. Sebelumnya, solidaritas gerakan pekerja di tingkat kampus hanya berbentuk paguyuban sehingga belum bisa disebut serikat pekerja. “Ini juga bersejarah di level nasional. Sepengetahuan saya, ini adalah serikat pekerja di level kampus, di dalam kampus yang pertama,” ujarnya.
MH menambahkan, pembentukan serikat pekerja tidak hanya bertujuan memperjuangkan hak-hak pekerja kampus, melainkan juga mendorong tata kelola universitas yang bersih dan mewujudkan kebebasan akademik. SEJAGAD berkomitmen untuk menciptakan proses pembelajaran yang bebas dari segala bentuk kekerasan. “Jadi, kita [SEJAGAD-red] bukan hanya serikat kerjanya, tapi juga mengurus kondisi kerjanya dan juga mengurus banyak aspek yang lain,” tegas MH.
Kongres SEJAGAD memilih tujuh orang untuk menjadi Dewan Formatur, yakni Muchtar Habibi, Realisa Masardi, Amalinda Savirani, Agung Made Wardana, Aris Pambudi, Muhammad Galang, dan Ivonne Martin. Dewan Formatur diberi mandat melaksanakan kongres luar biasa untuk pembentukan pengurus dan majelis anggota SEJAGAD selambat-lambatnya 2 bulan setelah ditetapkan. “Mungkin sekitar 25 Juni, jadi tujuh orang dewan formatur ini akan bertugas mengorganisir kongres berikutnya,” ungkap MH.
Sementara itu, Nugroho Hadi, pegawai Perpustakaan dan Arsip UGM, menyambut positif pembentukan SEJAGAD. Ia menerangkan pembentukan SEJAGAD dapat memperkuat dukungan terhadap buruh kampus, khususnya tenaga kependidikan (tendik) UGM. Nugroho mengeluhkan sikap universitas yang memarginalkan kesejahteraan tendik. Menurutnya, kompensasi tendik UGM merupakan yang terendah dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) lainya. “Dengan wadah ini, kita [tendik-red] berharap punya power,” harap Nugroho saat sesi konferensi pers.
Realisa Masardi menerangkan bahwa SEJAGAD tidak hanya memperjuangkan kesejahteraan ekonomi pekerja kampus, melainkan juga pembentukan suasana kerja yang kondusif. Ia kemudian menyoroti berbagai bentuk diskriminasi dalam lingkungan kerja pekerja kampus seperti senioritas, pemberian beban kerja berlebih, serta diskriminasi gender dan etnis. “Dari survei yang kami lakukan itu cukup banyak yang memiliki pengalaman tidak menyenangkan di hubungan-hubungan kerja ketika di UGM,” ungkap Realisa.
Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, Sunarno, turut mengapresiasi pembentukan serikat pekerja di sektor pendidikan. Menurutnya, pembentukan SEJAGAD akan memberi motivasi bagi buruh di sektor lain. Ia memuji SEJAGAD yang sudah beranggotakan 171 orang, mengingat serikat pekerja di sektor lain umumnya beranggotakan kurang dari 100 orang. “Kalau misalnya hari buruh sedunia nanti ternyata ada pekerja kampus, tentu ini sangat luar biasa,” ujar Sunarno.
Lebih lanjut, Satriya Nugroho, salah satu mahasiswa menilai bahwa SEJAGAD memang perlu karena ia menyadari bahwa kampus sering membenturkan kepentingan mahasiswa dan buruh kampus. Ia menyadari bahwa dengan bersolidaritas kepentingan semua pihak dapat diperjuangkan bersama. “Karena kepentingan mahasiswa juga penting diakomodir oleh buruh kampus dan kepentingan buruh kampus juga penting untuk diakomodir oleh mahasiswa,” tutur Satriya.
Ajakan untuk berserikat di lingkungan kampus juga disuarakan MH. Ia berharap pembentukan SEJAGAD mampu menginspirasi buruh kampus di seluruh Indonesia untuk membentuk serikat pekerja. MH kemudian mendorong pembuatan serikat pekerja kampus di tingkat nasional agar suara buruh kampus bisa lebih terdengar. “Cukup sudah berkeluh kesah, cukup sudah berjuang sendirian. Saatnya berserikat, saatnya suara kita didengar,” tegas MH.
Penulis: Sulthan Zidan
Penyunting: Galih Akhdi Winata
Fotografer: Galih Akhdi Winata