
©Abby/Bal
Pekerjaan influencer telah berkembang dengan merangkap jabatan menjadi pembentuk opini publik. Tali penghubung antara influencer dan pengikutnya dijadikan modal berharga bagi elite politik negara. Kekuasaan pun diperoleh dengan cara membanjiri media sosial lewat ajakan dari ‘teman virtual’.
Melihat kembali ke masa kampanye, tarian “Oke Gas!” membanjiri media sosial sampai pasangan Prabowo-Gibran memenangkan Pemilu 2024. Tarian tersebut adalah satu contoh dari sekian banyak konten yang membanjiri platform media sosial di masa kampanye. Popularitas pasangan tersebut tidak terlepas dari strategi kampanye mereka dengan menghimpun banyak influencer terkenal Indonesia untuk ikut menari. Strategi komunikasi politik ini dipengaruhi oleh luasnya penggunaan media sosial di kalangan masyarakat. Influencer dengan pengikutnya diketahui memiliki hubungan kuat dalam ranah politik yang sifatnya hanya satu arah. Ini dikarenakan influencer diilusikan memiliki hubungan seperti kerabat atau teman dekat dengan para pengikut mereka.
Hubungan ini disebut parasosial, hubungan antara para pengikut dengan influencer mereka dengan interaksi timbal balik yang sangat minim, bahkan terkadang tidak ada sama sekali (Stehr dkk. 2015). Perkembangan hubungan parasosial berangkat dari interaksi simbolik yang dialami audiens dengan figur media tertentu. Interaksi simbolik ini menciptakan adanya rasa interaksi sosial yang akrab walaupun hubungan yang terbentuk bersifat satu sisi (Horton dan Wohl 1956).
Perkembangan hubungan parasosial pun mulai menjalar ke ranah politik. Studi mengenai efektivitas influencer dalam meng-endorse seorang kandidat politik terbukti membuahkan hasil positif terhadap dukungan kandidat tersebut. Hubungan parasosial antara influencer dan pengikutnya menunjukkan lebih intensnya partisipasi politik para pengikutnya (Harf 2024).
Salah satu contoh dari keberhasilan ini datang dari kasus Pemilu Amerika Serikat. Penyanyi Amerika Serikat, Taylor Swift, sangat vokal dalam meng-endorse kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, di laman Instagramnya dalam Pemilu 2024. Swift memiliki persepsi positif terhadap 40% pemilih terdaftar di Amerika Serikat, dan mayoritas terhadap pemilih demokrat. Swift berhasil mengarahkan sekitar 340.000 pengikutnya ke situs pendaftaran pemilihan dalam 24 jam setelah membagikan tautan di laman Instagramnya.
Parasosial dalam Kancah Politik
Influencer dan elite politik memiliki hubungan yang akrab dengan memungut dukungan dari basis penggemarnya. Pada masa kampanye Pemilu 2024, Prabowo diketahui suka mengundang para influencer seperti Raffi Ahmad, Nagita Slavina, Keanu Angelo, dan masih banyak lagi untuk acara makan-makan. Acara ini tak sekadar pertemuan dengan figur influencer terkenal, melainkan membahas persoalan politik persiapan Pemilu 2024.
Beberapa tahun sebelumnya, kejadian serupa terjadi pada Pemilu 2019. Dalam berkampanye, Jokowi-Ma’ruf mengumpulkan suara dengan merekrut beberapa influencer ternama ke kubu pendukung mereka. Kubu dukungan ini bahkan dibentuk unit khusus influencer, salah satu diantaranya adalah Nafa Urbach, Tina Toon, dan Okky Asokawati. Pasangan tersebut juga pernah mengadakan acara mengundang para influencer dan juru bicara tim kampanyenya ke Hotel Santika, Bogor. Hal tersebut menunjukan ikatan kuat antara dunia politik dengan dunia hiburan Indonesia.
Endorsement yang banyak dilakukan oleh para influencer bisa berupa kampanye publik sampai penampilan di acara-acara politik (Dharta 2024). Namun, aksi paling mudah umumnya dalam bentuk unggahan konten ke akun media sosial pribadi mereka (Dharta 2024). Hal ini dikarenakan influencer dengan pengikut banyak memiliki jangkauan luas dalam menyampaikan pesan dengan cepat dan efektif.
Fenomena influencer dalam panggung politik tak lepas dari penggunaan media sosial masyarakat Indonesia yang tumbuh begitu pesat. Data dari We Are Social menunjukkan pengguna media sosial di Indonesia mencapai 139 juta pengguna atau setara 49,9% dari total populasi di tahun 2024. Sementara, media sosial telah berevolusi menjadi basis media komunikasi politik di antara masyarakat (Chadwick dan Howards 2009). Dengan kondisi demikian, tentu opini dan perilaku opini masyarakat Indonesia dapat digiring dengan mudah.
Penggiringan opini oleh influencer terhadap pengikut mereka adalah aktualitas dari konsep opinion leadership. Opinion leadership merupakan kekuatan individu untuk memengaruhi orang-orang di sekitar lingkungan sosialnya (Lazarsfeld, Berelson, dan Gaudet 1968). Terlebih melalui komunikasi interpersonal, individu-individu dengan kekuatan inilah yang disebut sebagai opinion leaders ‘pemimpin opini’. Mereka memiliki kemampuan lebih besar dalam memengaruhi tingkah laku individu dibanding dengan media massa. Komunikator media massa seperti jurnalis, selebriti, dan komedian merupakan beberapa contoh dari pemimpin opini. Penggiringan opini oleh mereka dapat terjadi karena adanya persepsi positif, kepercayaan, dan rasa ikatan intim (Stehr dkk. 2015).
Hubungan parasosial bisa menjadi alat yang sangat persuasif jika dimiliki pemimpin opini dengan para pengikutnya. Hal ini dikarenakan hubungan parasosial memberi persepsi bahwa pemimpin opini bersifat pandai berkomunikasi, bisa diandalkan, terpercaya, dan berkarismatik (Stehr dkk. 2015). Selanjutnya, pemimpin opini juga dipersepsi terintegrasi dalam jaringan sosial yang terkait. Integrasi yang dimaksud bukanlah menyatu utuh secara fisik, tetapi dengan norma politik dan ideologi setempat. Alasannya, pemimpin opini memiliki lebih banyak kekuatan untuk memengaruhi pengikutnya apabila dipersepsikan memiliki pandangan, nilai, dan norma yang sama dengan audiensnya (Harf 2022; Stehr dkk. 2015). Kredibilitas keahlian mereka dalam topik yang bersangkutan dinilai tidak terlalu penting dalam konteks efektivitas penggiringan opini. Pada kenyataannya, kredibilitas yang dibuat-buat, daya tarik, dan persepsi homogenitas-lah yang menjadi faktor pemengaruh. Ditambah lagi, pembuktian kredibilitas keahlian oleh pemimpin opini lebih sulit dibanding mempercayai ilusi kredibilitas yang mereka telah buat (Jackson dan Darrow 2005).
Konsep hubungan parasosial ini terhadap perolehan suara dalam kegiatan berdemokrasi sudah diungkapkan signifikansinya dalam berbagai kasus. Kemenangan pasangan Prabowo dan Gibran pada Pemilu 2024 sebesar 96 juta suara atau 58% tidak terlepas dari pengaruh luas para influencer. Sebab pasangan ini yang paling gencar menggunakan influencer ternama di Indonesia untuk kampanye mereka (Yasar dkk. 2024). Influencer yang terkenal paling gencar dukungannya terhadap pasangan ini adalah Raffi Ahmad, Deddy Corbuzier, Baim Wong, Nikita Mirzani, Gus Miftah, Ria Ricis, dan masih banyak lagi (Yasar dkk. 2024).
Politik Transaksional Parasosial
Pola berpolitik dalam kegiatan endorsement kandidat muncul sebagai fenomena sosial yang disebut sebagai politik transaksional. Politik transaksional yang terjadi di Indonesia datang dalam rupa politik klientelisme. Sistem demokrasi politik Indonesia dikelabui dengan kegiatan klientelisme dalam berbagai macam level dan sangat sering dijumpai. Bahkan saking umumnya praktik ini, mulai muncul istilah gaulnya, yaitu ‘‘demokrasi wani piro’’ (Aspinall dan Berenschot 2019). Pemilih, pekerja kampanye, atau aktor lainnya memberi dukungan elektoral terhadap seorang elite politik dengan bayaran berupa uang, penyuksesan proyek, atau jasa pribadi lainnya.
Praktik ini umum dilaksanakan oleh tokoh elite politik secara langsung atau lebih seringnya lagi oleh wadah jejaring dalam bentuk tim kampanye dan tim sukses (timses). Timses fokus untuk memobilisasi pemilih dengan langsung menghadapi masyarakat dalam komunitas tertentu, sementara tim kampanye lebih luas target mobilisasi mereka. Dalam berkampanye, kegiatan politik transaksional jamak terjadi dalam tubuh timses. Timses dinilai penting karena pemilihan akan termobilisasi jika sudah memiliki koneksi intim atau pengaruh dalam komunitas tertentu. Oleh karena itu, pemilihan anggota timses harus dilakukan dengan cermat. Anggota terpilih harus memiliki pengaruh, dapat diandalkan, dan membuahkan hasil yang efektif. Para anggota pun mengerahkan jaringan sosial setempat mereka atau membagi “bayaran” kepada pemilih di komunitas target mereka untuk meraup dukungan (Aspinall dan Berenschot 2019).
Transaksi politik yang dimaksud juga bisa berupa “membayar” anggota timses hanya untuk memobilisasi pemilihan. Kandidat politik tertentu pun mendatangi influencer untuk membeli jasa promosi karena mengetahui betapa berpengaruhnya hubungan parasosial seorang influencer miliki dengan pengikutnya. Demi kepuasan memenangkan kekuasaan tertentu, para elite politik siap membayar mahal para influencer. Hubungan yang menguntungkan antara influencer dengan politisi menghasilkan praktik jatah politik antara patron dan kliennya. Tawar-menawar untuk mendapatkan kekuasaan menjadi hal yang lumrah terjadi. Influencer yang menjadi figur dan pengaruh lebih luas akan sangat mudah dalam mendapatkan jatah kekuasaan seperti Raffi Ahmad.
Terkadang dalam praktik ini, bayaran yang diterima influencer tak melulu soal uang melainkan jabatan politik publik. Bisa dilihat dari contoh terbaru, setelah menjadi anggota timses Prabowo-Gibran di Pemilu 2024, Gus Miftah mendapatkan jatah jabatan sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Sama halnya dengan Gus Miftah, mantan atlet bulu tangkis, Taufik Hidayat gencar dalam mendukung pasangan Prabowo-Gibran. Dilihat dari unggahan konten dukungan di akun Instagram pribadinya, ia mendorong pengikutnya untuk mendukung pasangan 02. Tak lama setelah kemenangan pasangan tersebut, ia diberikan jabatan sebagai Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga.
Maraknya penggunaan influencer untuk berkampanye menunjukkan bahwa kekuatan hubungan parasosial dapat memutar roda politik di Indonesia. Hal ini dikarenakan modal politik tidak lagi dalam bentuk uang, tetapi dalam pengaruh kuat di ruang publik semu. Masyarakat pun dengan mudahnya terperangkap omongan manis dari ilusi teman virtual. Dukungan mereka hanya sekadar dijadikan pijakan tangga untuk agenda keserakahan harta dan kekuasaan kaum elite negara.
Penulis: Raissa Serafina
Penyunting: Dhony Alfian
Ilustrator: Nicholas Abby Oktavian
Daftar Pustaka
Abdi, Alfian Putra. 2024. “Gurita Bisnis Raffi Ahmad: Ditopang Keluarga Presiden, Bos Nikel, Hingga Petinggi Partai Golkar.” Project Multatuli. 17 Oktober 2024. https://projectmultatuli.org/gurita-bisnis-raffi-ahmad-ditopang-keluarga-presiden-bos-nikel-hingga-petinggi-partai-golkar/.
Afifah, Mahardini Nur, dan Resa Eka Ayu Sartika. 2024. “Profil Taufik Hidayat, Wakil Menteri Pemuda Dan Olahraga Kabinet Prabowo-Gibran.” Kompas.com. 21 Okrober 2024. https://www.kompas.com/tren/read/2024/10/21/091500265/profil-taufik-hidayat-wakil-menteri-pemuda-dan-olahraga-kabinet-prabowo.
Arkin, Daniel. 2024. “Taylor Swift Endorses Kamala Harris Following Presidential Debate.” NBC News. 11 September, 2024. https://www.nbcnews.com/politics/2024-election/taylor-swift-endorses-kamala-harris-rcna170547.
Aspinall, Edward, dan Ward Berenschot. 2019. Democracy for Sale. Cornell University Press.
Chadwick, Andrew, dan Philip N Howard. 2009. Routledge Handbook of Internet Politics. London: Routledge.
CNN Indonesia. 2024. “Raffi Ahmad: Dari MC, Influencer Prabowo, Kini Jadi Utusan Presiden.” CNN Indonesia. 22 Oktober 2024. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20241016133005-234-1155964/raffi-ahmad-dari-mc-influencer-prabowo-kini-jadi-utusan-presiden.
Desi Puspasari. 2024. “Pengakuan Raffi Ahmad Tak Pernah Dibayar Untuk Endorse Soal Politik.” Detik Sumut. 8 Juli 2024. https://www.detik.com/sumut/berita/d-7429289/pengakuan-raffi-ahmad-tak-pernah-dibayar-untuk-endorse-soal-politik.
Dharta, Firdaus Yuni. 2024. “Pengaruh Dukungan Selebriti Dalam Komunikasi Politik Terhadap Sikap Pemilih Pada Pemilihan Presiden 2024.” Jurnal Komunikasi Profesional 8 (1): 115–27. https://doi.org/10.25139/jkp.v8i1.8283.
Hakim, Syaiful. 2024. “TikTok Jadi Platform Media Sosial Paling Populer Pada Tahun 2024.” Edited by Ade Irma Junida. Antara News. December 30, 2024. https://www.antaranews.com/berita/4556802/tiktok-jadi-platform-media-sosial-paling-populer-pada-tahun-2024.
Halpert, Madeline, dan Ana Faguy. 2024. “Taylor Swift Endorses Kamala Harris for President in Post Signed ‘Childless Cat Lady.’” BBC News. September 11, 2024. https://www.bbc.com/news/articles/c89w4110n89o.
Harf, Darian. 2022. “Political Content from Virtual ‘Friends’: How Influencers Arouse Young Women’s Political Interest via Parasocial Relationships.” The Journal of Social Media in Society 11 (2): 97–121.
Horton, Donald, dan Richard Wohl. 1956. “Mass Communication and Para-Social Interaction: Observations on Intimacy at a Distance.” Psychiatry 19 (3): 215–29.
Jackson, David J., dan Thomas I. A. Darrow. 2005. “The Influence of Celebrity Endorsements on Young Adults’ Political Opinions.” Harvard International Journal of Press/Politics 10 (3): 80–98. https://doi.org/10.1177/1081180×05279278.
Lazarsfeld, Paul Felix, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet. 1948. The People’s Choice How the Voter Makes up His Mind in a Presidential Campaign. New York Columbia Univerrsity Press.
Mediana. 2023. “Campaigns on Social Media: Buzzers and Influencers Are Increasingly ‘Fluid.’” Kompas.id. Harian Kompas. 27 Desember, 2023. https://www.kompas.id/baca/english/2023/12/26/en-kampanye-di-media-sosial-sosok-pendengung-dan-pemengaruh-semakin-cair?status=sukses_login&login=1737550088011&open_from=header_button&loc=header_button.
METRO TV. 2024. “Raffi Ahmad, Dari Timses Jadi Utusan Khusus Presiden Prabowo.” YouTube. 23 Oktober, 2024. https://www.youtube.com/watch?v=yXneuMFRoe8.
Nababan, Willy Medi Christian, dan Kurnia Yunita Rahayu. 2023. “Prabowo Invites ‘Influencers’ at the Ministry of Defense Office, from Fuji, Raffi, to Cipung.” Kompas.id. 30 November, 2023. https://www.kompas.id/baca/english/2023/11/30/en-prabowo-undang-influencer-di-kantor-kemhan-dari-fuji-raffi-hingga-cipung.
Prabowo, Dani, dan Kiki Safitri. 2024. “Dilantik Jadi Utusan Khusus Presiden, Gus Miftah: Tugasnya Bangun Komunikasi Internasional Tentang Moderasi.” Kompas.com. 22 Oktober, 2024. https://nasional.kompas.com/read/2024/10/22/12492161/dilantik-jadi-utusan-khusus-presiden-gus-miftah-tugasnya-bangun-komunikasi.
Rahmawaty, Laily. 2018. “Jokowi Ingatkan TKN Tidak Melakukan Politik Kebohongan.” Diedit oleh Kunto Wibisono. Antara News. 22 Oktober, 2018. https://www.antaranews.com/berita/760834/jokowi-ingatkan-tkn-tidak-melakukan-politik-kebohongan.
Santoso, Syarifurohmat Pratama. 2022. “Media, Influencer, and Buzzer: Psywar in Indonesia Dynamic National Security,” Januari, 357–66. https://doi.org/10.2991/978-2-494069-77-0_49.
Saputra, Erandhi Hutomo . 2018. “Adu Kuat Influencer Jokowi vs Prabowo Di Pilpres 2019.” Diedit oleh Ananda Teresia. Kumparan. 24 Oktober, 2018. https://kumparan.com/kumparannews/adu-kuat-influencer-jokowi-vs-prabowo-di-pilpres-2019-1540341282046766380.
Stehr, Paula, Patrick Rössler, Friederike Schönhardt, dan Laura Leissner. 2015. “Opinion Leadership| Parasocial Opinion Leadership Media Personalities‘ Influence within Parasocial Relations: Theoretical Conceptualization and Preliminary Results.” International Journal of Communication 9 (Maret): 20.
Taufik Hidayat (@taufikhidayatofficial, dan @taufikhidayat_dprri2024). 2024. “Mohon Doa Restu… *Admin #Imlek #Taufikhidayat #Prabowo #Indonesiaku #Indonesiamaju #Prabowogibran #Kabbandung #Kabbandungbarat #Dua #Gerindra.’” Instagram. 10 Februari 2024. https://www.instagram.com/reel/C3KtsXfy4eA/?igsh=MXRwZXZvYWxsNnNjZA%3D%3D.
Winarsih, Ayu Sri. 2019. “Fenomena ‘Influencer’ Dalam Masifikasi Konten Politik Tentang Pilpres 2019 Melalui Postingan Di Facebook.” Undergraduate Thesis, Universitas Satya Negara Indonesia.
Yasar, Muhammad Miftah Babil, Mikail Fathan Arighi, Siti Nurul Falah, Rizky Muhammad Ramdhan, dan Andi Septiadi. 2024. “Peran Influencer Terhadap Pemilihan Presiden Pada Pemilihan Umum Tahun 2024.” Journal of Law Administration and Social Science 4 (5): 981–95. https://doi.org/10.54957/jolas.v4i5.956.