Rombongan Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Teras Malioboro (TM) 2 memadati selasar depan DPRD Kota Yogyakarta untuk melakukan audiensi pada Senin (06-01). Belum genap 2 tahun sejak dipindahkan menuju TM 2, kini mereka kembali terjebak dalam polemik relokasi kedua menuju lokasi baru di Ketandan dan Beskalan. Indikasi kecurangan pada tahapan pengundian lapak dalam proses relokasi, Selasa (31-12), yang dinilai tidak adil menjadi pokok pembahasan dalam audiensi tertutup ini. Upik Supriyati bersama sepuluh pengurus Paguyuban Tridharma, para PKL yang terlibat dalam pengundian lapak, dan perwakilan dari Komunitas Pinggir Kali (Girli) ikut hadir dalam menunjukkan keresahannya.
Selepas audiensi, Upik membeberkan bentuk-bentuk ketidakadilan yang terjadi saat pengundian lapak, seperti hadirnya lapak dengan status kepemilikan tidak jelas. “Ada 16 lapak siluman yang harus dikawal sebenarnya, apakah memang benar-benar itu dijalankan oleh pemerintah, yang enam belas lapak itu,” terangnya. Ketiadaan pengawalan itu semakin diperparah ketika para PKL mendapatkan intimidasi oleh Unit Pengelola Tugas (UPT) Malioboro pada saat sosialisasi proses pengundian. Upik menceritakan bahwa Ekwanto, Kepala UPT Malioboro, saat sosialisasi dengan gamblang menyampaikan ancaman penghilangan lapak apabila PKL tidak segera memberikan tanda tangan kontraktual untuk mengikuti undian.
Upik selanjutnya memaparkan indikasi kecurangan dalam proses pengundian. Ia menceritakan bahwa sesi pengundian dibagi menjadi dua, yaitu sesi pertama pada pukul 08.00–10.00 WIB dan sesi kedua pada pukul 10.00–12.00 WIB. Semua PKL yang dijadwalkan pada sesi pertama mendapatkan hak istimewa untuk membuka lapak di lantai satu dan bisa bersebelahan dengan rekan mereka. “Nah, [PKL Malioboro-red] yang di jam 10 sampai jam 12 mendapatkan lantai dua semua, itu yang aneh,” ujar Upik. Bagi para PKL, hal ini memunculkan dugaan bahwa sesi pengundian telah diatur sedemikian rupa untuk menguntungkan pihak tertentu.
Berangkat dari permasalahan dalam pembagian sesi ini, Upik menyampaikan bahwa ia dan para PKL berfokus pada pembatalan hasil pengundian dan pengadaan pengundian ulang yang lebih transparan. Ia menegaskan tuntutan yang dibawakan turut mewakili tujuh anggota Komunitas Girli yang belum mendapatkan kepastian terkait ketersediaan lapak mereka di lokasi baru. “Padahal jelas-jelas sudah tertulis di rekomendasi Panitia Khusus bahwa [Komunitas Girli-red] benar-benar berdagang,” ucap Upik.
Rakha Ramadhan, perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, turut mengamini pernyataan Upik. Ia menyatakan bahwa selama ini tidak ada pengawasan dari pihak PKL Malioboro maupun DPRD Yogyakarta dalam proses pengundian. Ia menekankan bahwa semua pihak seharusnya dilibatkan. “Pada prinsipnya, yang kita inginkan adalah relokasi yang partisipatif dan menyejahterakan,” tutur Rakha.
Namun, Kuncoro sebagai Wakil Ketua II DPRD Kota Yogyakarta yang turut hadir saat audiensi tersebut hanya memberikan jawaban normatif. Kuncoro mengaku bahwa keputusan lebih lanjut dapat diberikan setelah melakukan koordinasi dengan pimpinan lainnya. “Jadi, saya tidak bisa menjanjikan satu atau dua hari,” ucap Kuncoro.
Pernyataan Kuncoro tersebut sontak memicu reaksi keras dari peserta audiensi. Pasalnya, para PKL hanya diberi waktu 14 hari untuk pindah dari TM 2. “Waktu yang ada itu cuma 14 hari, bahkan bulan ini harus pindah,” jelas Romi, Ketua Paguyuban Tridharma TM 2. Romi juga menambahkan bahwa selain penghilangan lapak, terdapat bentuk intimidasi berupa pemutusan aliran listrik di TM 2 apabila para PKL tidak segera menandatangani kontrak untuk mengambil undian.
Audiensi yang berlangsung selama satu setengah jam tersebut kembali berakhir tanpa solusi konkret. Tak menyerah, Rakha menegaskan bahwa ia dan perwakilan pengurus paguyuban Tridharma dan Girli akan mengikuti rapat pimpinan bersama Ketua DPRD Yogyakarta esok hari untuk melanjutkan perjuangan. “Pengurus berkomitmen akan mengawal isu ini dan datang juga [ke rapat paripurna Pimpinan DPRD-red] untuk memastikan hasil audiensi hari ini disampaikan,” tegas Rakha.
Penulis: Leoni Nevia dan Laura Anisa Lindra Fairuzzi
Penyunting: Galih Akhdi Winata
Fotografer: Dhony Alfian