“Bu, negara kita darurat
dipimpin penjahat
yang terbahak-bahak
melihat aturan diacak-acak
dikuasai pengkhianat
yang tetap tidur nyenyak
saat rakyat berteriak teriak
bu aku pamit
kita semua pamit
turun ke jalan
sampai menang.”
Puisi tersebut dibacakan oleh Okky Madasari, pegiat sastra, pada aksi Jogja Memanggil (22-07) di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Aksi tersebut merupakan respons atas wacana penganuliran Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 oleh Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (RUU Pilkada). Wacana ini dinilai tak lepas dari kepentingan Presiden Joko Widodo untuk memajukan Kaesang Pangarep dalam Pilkada Jawa Tengah sekaligus menguatkan posisi Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada serentak di seluruh Indonesia.
Gelombang penolakan Sikap DPR muncul dengan cepat di beberapa provinsi, tak terkecuali di Yogyakarta melalui Aksi Jogja Memanggil. Menurut Imam Maulana, selaku Koordinator Lapangan Aksi Jogja Memanggil, masyarakat menuntut Dewan Perwakilan Rakyat untuk tetap mematuhi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah ditetapkan sebelumnya. “Kami menuntut pemerintah dan DPR untuk mematuhi keputusan MK yang telah ditetapkan” ujar Maul.
Massa aksi mulai berdatangan di titik kumpul aksi, Jalan Abu Bakar Ali, pada pukul 09.08 WIB. Massa aksi yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat ini melakukan longmars menuju tiga lokasi, yaitu Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Yogyakarta, Istana Gedung Agung dan Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Sesampainya massa aksi di depan gedung DPRD Yogyakarta, terdapat salah satu anggota dewan yang hendak berdialog, tetapi ditolak oleh massa aksi dengan mengungkapkan kekecewaannya. “Ngomongnya di Senayan aja, jangan di jalanan, jalanan sini punya kami,” teriak salah satu peserta aksi.
Pada pukul 11.42 WIB, baris terdepan massa aksi sampai di depan Istana Gedung Agung Yogyakarta. Agenda dilanjutkan dengan orasi politik dan aksi simbolik pelemparan telur pada poster keluarga Presiden Joko Widodo yang dilakukan oleh lembaga Forum Cik Di Tiro. Situasi sempat memanas ketika massa aksi menuntut aksi simbolik tersebut ditujukan pada Istana Negara dan memaksa aparat kepolisian untuk membuka gerbang. Namun, hal tersebut berhasil diredam oleh Koordinator Lapangan dan ditemukan titik tengah untuk melakukan aksi tersebut di depan gerbang istana. “Kemarin telah disepakati pada agenda konsolidasi bahwa kita tidak akan masuk ke dalam Istana,” seru salah satu Koordinator Lapangan melalui pengeras suara.
Massa aksi melanjutkan longmars menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Agenda dilanjutkan dengan orasi politik dari berbagai lembaga dan peserta aksi, diantaranya unsur akademisi, mahasiswa, serta budayawan. “Atas kedaulatan rakyat yang diambil, di Yogyakarta, kita sebarkan ke penjuru Nusantara bahwa kita melawan,” seru salah satu massa aksi dari unsur mahasiswa saat tengah melakukan orasi. Pasca orasi, agenda diteruskan dengan rilis sikap dan pembacaan sembilan tuntutan bersama-sama oleh seluruh perwakilan elemen masyarakat yang terlibat.
Genap pukul 15.30 WIB, massa aksi mulai membubarkan diri setelah dilakukan penutupan dan persamaan persepsi untuk menggelar aksi lanjutan. Sejalan dengan hal tersebut, Maul menuturkan bahwa ini bukan aksi terakhir dan akan digelar konsolidasi ulang dalam waktu dekat. Lebih lanjut, Maul mengutarakan harapannya kepada pemerintah untuk segera memberhentikan pembahasan terkait pembahasan RUU Pilkada. “Kepada Baleg DPR-RI, kami memerintahkan untuk segera membatalkan pembahasan RUU Pilkada,” tandas Maul.
Penulis: Riendy Tri Putra
Penyunting: Muhammad Fariz Ardan
Fotografer: Fatimah Azzahra