Himpunan Mahasiswa Program Studi Fisika Universitas Sanata Dharma menggelar webinar berjudul “Pendidikan Inklusif untuk Meretas Batas-Batas Keterbatasan”. Webinar tersebut dilaksanakan pada Sabtu (04-11) secara daring. Pemaparan materi diskusi disampaikan oleh dua narasumber, yakni Iva Nandya Atika selaku dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga serta Nunik Sri Ritasari selaku guru SMA Negeri 8 Yogyakarta. Diskusi tersebut bertujuan untuk membedah implementasi sistem pembelajaran yang diterapkan pada sistem pendidikan inklusif yang dapat mengakomodasi seluruh perbedaan dan keunikan peserta didik yang beragam.
Iva memulai diskusi dengan memaparkan gambar ilustrasi lima orang anak dengan simbol gambar yang merepresentasikan minat dan kebutuhan mereka masing-masing dalam proses belajar. Ia mengatakan bahwa penggambaran ini merupakan bentuk keunikan dari siswa yang ada di sekolah. Kemudian, Iva menegaskan untuk perlu memahami dulu bahwa kebutuhan proses pembelajaran bagi semua siswa itu tidak sama. Bagi Iva, setiap siswa memiliki ukuran dan porsinya masing-masing yang harus bisa diakomodasi sistem pendidikan dan pengajaran. ”Ini yang mendasari adanya pendidikan inklusif yang mengakomodasi perbedaan dan keunikan masing-masing siswa,” ujarnya.
Menurut Iva, pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang membuat seluruh siswa dapat belajar di kelas yang sama dan di lingkungan sekolah yang sama. Hal tersebut terlepas dari beragam keunikan dan kebutuhan masing-masing siswa. Ia mengatakan, sebelumnya dalam sistem pendidikan di Indonesia terdapat Sekolah Luar Biasa yang mengakomodasi kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus. Namun padasaat ini, sekolah-sekolah reguler sudah bisa menerima dan mengakomodasi semua siswa, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus. Iva mengatakan, “Adanya pendidikan inklusif semacam ini tentu akan menghadirkan tantangan dalam proses pengajaran.”
Untuk menjawab tantangan itu, menurut Iva, terdapat strategi pembelajaran yang bisa dipakai untuk menyesuaikan setiap kebutuhan pembelajaran dengan siswa yang beragam. Ia mencontohkannya dengan metode pembelajaran kontekstual, yaitu metode pembelajaran yang memuat konteks yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Iva menambahkan bahwa terdapat juga kegiatan praktek laboratorium, simulasi interaktif, dan diskusi kelompok. “Harapannya melalui berbagai strategi pembelajaran ini, seluruh siswa mendapatkan pengalaman belajar yang sama,” ujar Iva.
Iva melanjutkan, penggunaan teknologi juga digunakan untuk membantu siswa yang memiliki kebutuhan khusus guna menunjang proses belajar dan berkegiatan sehari-hari. Contohnya seperti alat bantu dengar untuk siswa tunarungu, tongkat visual yang membantu siswa tunanetra, dan kursi roda untuk siswa tunadaksai. Iva juga menyebutkan, ada beberapa barang yang dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan siswa berkebutuhan khusus. Misalnya, alat ukur seperti neraca, penggaris, mikrometer sekrup, dan termometer yang dilengkapi sistem audio untuk membantu mendengarkan hasil ukuran. “Yang jelas, penerapan teknologi ini harus berprinsip atas teknologi yang murah, mudah didapatkan dan digunakan,” tambah Iva.
Lebih jauh, Nunik menjelaskan mengenai empat falsafah dari pendidikan inklusif. Pertama, pendidikan untuk semua, yang berarti bahwa setiap anak berhak mengakses pendidikan yang layak. Kedua, pendidikan inklusif seharusnya mendorong siswa untuk dapat hidup bersama dan bersoasialisasi. Ketiga, setiap anak berhak menyatu dalam lingkungan yang harmonis. Keempat, penerimaan terhadap perbedaan dan antidiskriminasi dalam pendidikan. “Jadi, walaupun berkebutuhan khusus, tetap tidak boleh dianggap berbeda dengan siswa lainnya,” jelas Nunik.
Nunik juga menjelaskan mengenai perjalanan SMAN 8 Yogyakarta yang menerima siswa berkebutuhan khusus sejak 2003. Dalam pelaksanaannya, ia menilai bahwa penerapan kurikulum di sekolahnya menggunakan prinsip yang luwes dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa. Alhasil, kondisi tersebut mampu diadaptasikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing peserta didik. Selain itu, Nunik menyebutkan, “Setelah dinyatakan diterima di SMAN 8 Yogyakarta, sekolah kami membuka kelas khusus yang namanya kelas keberbakatan.”
Penulis: Nabeel Fayyaz dan Resha Allen (Magang)
Penyunting: Gayuh Hana Waskito
Ilustrator: M. Rafi Pahrezi