“Stop Genocide! Free! Free Palestine!” Teriakan tersebut berkumandang dari mulut puluhan massa aksi yang tergabung dalam aksi “Solidaritas Untuk Palestina”. Bendera-bendera Palestina tampak berkibar di sela-sela kerumunan massa aksi. Sejak pukul 14.00 WIB, mereka sudah memadati Jalan Raya Medan Merdeka yang berada di seberang gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS), Jakarta Barat. Adapun aksi yang diselenggarakan pada Jumat (10-11) ini diprakarsai oleh Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK).
Eskalasi konflik antara Israel dan Palestina meningkat sejak militan pejuang pembebasan Palestina melakukan serangan ke konser yang sedang digelar Israel di perbatasan Gaza-Israel, 7 Oktober lalu. Akibat serangan tersebut, Israel melancarkan serangan balik yang diklaim sebagai act of self-defense ‘tindakan membela diri’, sebagaimana tertuang dalam Pasal 51 Piagam PBB. “Tapi, serangan balik yang dilakukan Israel telah melanggar batas-batas Hukum Humaniter Internasional,” tulis GEBRAK dalam pernyataan sikapnya.
Data terbaru menyebutkan sebanyak 10.568 warga Gaza tewas dan 4.324 lainnya luka-luka. Nahasnya, hingga kini, Israel mengatakan tak akan melakukan gencatan senjata. “Israel telah melakukan kejahatan perang!” seru salah seorang massa aksi.
Monica Vira, Staf Advokasi Internasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, pun menyatakan bahwa Israel telah melanggar hukum humaniter internasional (the law of war). Menurutnya, Israel telah menyerang warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Tak berhenti di situ, Vira juga menyatakan bahwa rumah sakit dan tempat pengungsian tak luput dari serangan Israel. “Ini jelas melanggar hukum perang!” serunya.
Saat ini, ungkap Vira, kita telah berada dalam masa genting ketika setiap hari seseorang dibunuh, bayi kehilangan ibunya, dan ibu kehilangan anaknya. Menurutnya, konflik Israel dan Palestina bukan perkara agama. Konflik yang terjadi di Palestina, bagi Vira, adalah neraka di bumi. “Ini adalah lonceng solidaritas antar-rakyat,” ucap Vira dalam orasinya.
Tak hanya Vira, Reza Fagheizi dari Resistance Jabodetabeka, juga turut mengungkapkan bahwa perjuangan pembebasan Palestina bukan semata-mata sentimentil agama. Baginya, yang terjadi di Palestina adalah konflik kepentingan ekonomi. Kerja sama antara Israel dan AS semata-mata untuk melindungi komoditas ekonomi berupa konsorsium minyak di sekitar Palestina. “Kita tidak bisa lagi menggunakan analisis populis, bangsa ini menjajah bangsa itu, agama ini menindas agama itu. Bukan!” tegasnya.
Pemilihan tempat aksi di Kedubes AS selaras dengan desakan massa aksi untuk AS agar mendorong gencatan senjata. Menurut Vera, peran AS sentral dalam konflik Israel dan Palestina. Ia mengungkapkan bahwa AS secara terang-terangan menyuplai bantuan senjata perang kepada Israel. Bahkan, AS memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata pada 18 Oktober lalu. “AS secara terang mendukung kejahatan perang,” ucap Vira.
Dalam pemaparannya, Sunarno selaku perwakilan dari GEBRAK, mengungkapkan alasan mengapa GEBRAK yang merupakan gabungan dari organisasi-organisasi buruh menyelenggarakan aksi Solidaritas Untuk Palestina. Perjuangan ini, menurut Sunarno, sehaluan dengan prinsip serikat buruh yang melawan segala bentuk penindasan, penjajahan, pembunuhan, pembodohan, dan kolonialisme. “Kami menyatukannya dalam perjuangan kelas karena di Palestina juga ada kaum buruh yang menjadi korban,” cetusnya.
Sunarno menegaskan tuntutan-tuntutan yang dilayangkan oleh massa aksi. Ia mengemukakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, AS turut memasok suplai militer bagi Israel untuk menggencarkan genosida terhadap rakyat Palestina. “Hari ini kami datang ke sini untuk mendesak pemerintah AS supaya segera meluncurkan gencatan senjata kepada serangan Israel terhadap Palestina,” tandas Sunarno.
Tak hanya itu, Sunarno juga menyebutkan tuntutan bagi Pemerintah Indonesia. Ia dan segenap massa aksi lain menginginkan Pemerintah Indonesia yang menduduki kursi Dewan Keamanan PBB menjalankan perannya dalam menegakkan hak asasi manusia. “Pemerintah Indonesia harus terlibat secara aktif memperjuangkan kemerdekaan bagi rakyat Palestina,” pungkas Sunarno.
Jelang senja, para massa aksi mengacungkan lampu berbentuk lilin. Sinar-sinar kuning berpendar menerangi keremangan sore di depan gedung Kedubes AS. Sembari mengayunkan lilin-lilin tersebut di udara, mereka serempak mendendangkan lagu “Internasionale”. “Bangunlah kaum yang terhina! Bangunlah kaum yang lapar! Menggelora dendam dalam dada, kita berjuang ‘tuk kebenaran,” seru mereka.
Penulis: Michelle Gabriela dan Sidney Alvionita
Penyunting: Ilham Maulana
Fotografer: Michelle Gabriela