“Jadi, dipikir–pikir pekerjaan seperti ini alih-alih menambah rekening, itu [justru-red] nambah poin kematian kayaknya,” ujar Yudistira Permana, ketua program studi Manajemen dan Penilaian Properti Sekolah Vokasi (SV) UGM. Pernyataan itu dilontarkan oleh Yudistira dalam diskusi yang bertajuk “Kondisi Kerja di UGM”. Diskusi ini diselenggarakan oleh Serikat Pekerja Fisipol (SPF) pada Jumat (17-11). Peserta dapat hadir secara daring melalui Zoom maupun secara luring dengan datang langsung ke DMKP Lounge, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM.
Terdapat tiga narasumber utama yang dihadirkan dalam diskusi ini, yaitu Vogy Gautama Buanaputra, ketua program studi Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM; Silvia Margaret, tenaga kependidikan (tendik) Fisipol UGM; dan Yudistira Permana. Adapun Muchtar Habibi selaku sekretaris satu SPF menjadi moderator dalam diskusi kali ini.
Muchtar mengatakan bahwa diskusi yang diinisiasi oleh SPF ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kerja di UGM secara lebih luas, tidak hanya dalam lingkup Fisipol saja. “Sore ini kita akan saling curhat, bercerita tentang kondisi kerja di masing-masing fakultas yang ada di UGM mengenai upah, beban kerja, jaminan sosial, maupun keamanan kerja,” ujar Muchtar.
Mengawali diskusi, Vogy memaparkan mengenai kondisi kerja yang dialami oleh dosen di FEB UGM. Ia menyoroti permasalahan administrasi yang sangat memberatkan bagi dosen. Vogy mengatakan bahwa selain mengajar, dosen juga dibebankan dengan tugas administrasi yang rumit dan memakan waktu. Ia menambahkan bahwa beban administrasi ini juga mengurangi waktunya untuk fokus mengembangkan pembelajaran dan melakukan penelitian. “Beban administrasi itu kalau saya boleh bilang mungkin 80–90 persen lah minimal waktu habis untuk administrasi,” keluhnya.
Diskusi dilanjutkan dengan paparan dari Yudistira tentang kondisi kerja di SV UGM. Ia mengeluhkan tentang sistem akreditasi dan penjaminan mutu yang membebani dosen dengan tugas-tugas lain di luar tupoksinya, seperti melakukan survei dan membuat rumah data. Ia menyebutkan bahwa beban administrasi tersebut menyebabkan dosen cenderung mengesampingkan hal lain yang lebih krusial dan strategis, yaitu pengembangan kurikulum. “Apakah begitu kita akan melakukan pendidikan tinggi? Ini kan urusan administratif, tidak strategis sama sekali,” tegasnya.
Menambahkan keluhan yang ada, Silvia memaparkan hasil riset SPF yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa kerentanan yang dialami oleh tendik di Fisipol UGM. Bentuk kerentanan itu diantaranya adalah adanya diskriminasi berdasarkan status kepegawaian yang menyebabkan pegawai dengan Surat Keputusan (SK) Dekan cenderung lebih rentan terhadap masalah upah, insentif, jam kerja, dan jaminan sosial. “Intensitas beban kerjanya juga. Kalau pegawai dengan SK Dekan itu paling mendapat beban kerja berlebih kalau dibandingkan status kepegawaian lain,” ujar Silvia.
Setelah pemaparan narasumber, Risqi, salah seorang peserta diskusi, memberikan pertanyaan tentang keterlibatan dosen dalam menangani masalah kesehatan mental mahasiswa. Menjawab pertanyaan tersebut, Yudistira mengungkapkan bahwa saat ini dosen dituntut untuk menyediakan semacam layanan konseling psikologis bagi mahasiswa. Padahal menurutnya, tidak semua dosen memiliki keterampilan yang memadai. Yudistira mengatakan bahwa hal ini juga memberikan dampak tersendiri terhadap kesehatan mental para dosen. “Dosen yang mengurusi, padahal masalah ini juga punya kompleksitas tersendiri yang terkadang juga menjadi beban mental,” ungkapnya.
Pada akhir diskusi, Muchtar mengatakan bahwa permasalahan yang selama ini dialami oleh pekerja yang ada di Fisipol UGM ternyata juga dialami oleh pekerja di fakultas-fakultas lain yang ada di UGM. Kesamaan nasib ini membuat Muchtar kembali menyampaikan pentingnya kesadaran untuk berserikat karena dengan berserikat, suara para pekerja akan lebih didengar. Ia juga menyampaikan harapan agar SPF kelak bisa bertransformasi menjadi serikat yang levelnya lebih luas dari sekadar lingkup fakultas. “Kita punya harapan untuk memperluas SPF ini menjadi organisasi di level universitas daripada sekadar fakultas,” harapnya.
Penulis: Hafidh Zidan Nur Ridho (Magang)
Penyunting: Reyhan Maulana Adityawan
Ilustrator: Parama Bisatya