Jumat (01-09), Komite Kongres Pembentukan Serikat Pekerja Fisipol (SPF) menyelenggarakan kongres untuk meresmikan SPF sebagai wadah kolektif antarpekerja Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM. Bertempat di Ruang BE 201 Fisipol UGM, kongres tersebut dihadiri puluhan pekerja Fisipol UGM yang terdiri dari dosen, tenaga kependidikan (tendik), hingga pekerja mahasiswa. Selain itu, kongres juga dihadiri oleh berbagai serikat buruh dan organisasi media yang ingin bersolidaritas.
Ario Wicaksono selaku perwakilan Komite Kongres Pembentukan SPF membuka kongres dengan mengungkapkan latar belakang dibentuknya serikat. “Kami berangkat dari dua isu, yakni isu kesejahteraan dan isu ketimpangan beban kerja yang menjadi concern baik di level dosen, tendik, maupun asisten,” ujarnya. Selain itu, Ario mengatakan bahwa diterbitkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional juga menjadi latar belakang dibentuknya SPF. Peraturan tersebut, menurutnya, memunculkan institusionalisasi suara untuk melawan dan menggalang solidaritas dari semua pihak.
Kongres kemudian dilanjutkan dengan penetapan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) serta pemilihan tim formatur SPF. Pemilihan yang berlangsung selama kurang lebih 30 menit ini memutuskan Suci Lestari Yuana, dosen Hubungan Internasional UGM, sebagai ketua tim formatur. Ia bersama enam orang anggota tim formatur terpilih lainnya diberi tanggung jawab untuk menyusun kepengurusan SPF. “Komposisinya akan kami upayakan ada perwakilan dari dosen dan tenaga kependidikan,” ujar Suci ketika diwawancara BALAIRUNG mengenai inklusivitas kepengurusan SPF.
Terpilihnya Suci dan tim formatur menandai sidang kongres SPF selesai dilaksanakan. Berbagai serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi media yang hadir lantas memberikan ucapan solidaritas atas terbentuknya SPF. Serikat Pekerja Kampus (SPK), yang juga baru resmi berdiri pada 17 Agustus lalu, tak luput untuk memberikan ucapan selamat kepada SPF. “Saya berharap sekali semangatnya tidak hanya berhenti di Fisipol, tetapi juga menyebar ke fakultas dan kampus lain,” ucap Nabiyla Risfa Izzati mewakili SPK.
Sherlly Rossa, pekerja magang unsur mahasiswa di Research Centre for Politics and Government (PolGov) Fisipol UGM, juga menyambut dengan baik berdirinya SPF. Terlebih, sewaktu diskusi prakongres beberapa waktu lalu, SPF mengatakan akan mengakomodasi pekerja unsur mahasiswa. “Aku berharap SPF nantinya dapat lebih bisa mengakomodasi teman-teman mahasiswa,” pinta Sherlly.
Selepas acara, BALAIRUNG mewawancarai Ulya Niami Jamson, ketua sidang kongres SPF, untuk menanyakan proses pembentukan SPF. “Pertama ada tim riset yang melakukan focus group discussion di teman-teman yang berfokus di penelitian kualitatif,” ucap dosen yang akrab disapa Pipin tersebut. Tim riset tersebut, lanjut Pipin, berasal dari dosen, tendik, dan elemen-elemen lain yang berada di Fisipol UGM. Hasil temuan oleh tim riset ini kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan draf AD/ART dan bahan diskusi prakongres.
Kemudian, ketika ditanya perihal kendala yang dialami SPF dalam proses pembentukannya, Pipin menjawab bahwa kendala yang paling mendasar adalah waktu. “[Pembentukan SPF-red] ini adalah sadaqah waktu karena ini adalah kerja-kerja gerakan,” ujarnya. Lebih lanjut, Pipin juga mengatakan kendala yang menjadi tantangan pembentukan SPF adalah komitmen aksi, kesepahaman, kolektivitas, dan kapabilitas dari mereka yang ingin membangun SPF.
Pada akhir wawancara, Pipin menyebut bahwa perjuangan SPF tidak akan berhenti sampai di sini. Ia berharap ke depannya SPF tidak sekadar membicarakan kesejahteraan dan hak normatif pekerja, tetapi juga terkait hak kebebasan akademik. “Akan ada diskusi-diskusi lebih lanjut dan pendidikan politik. Namun untuk saat ini, kami berfokus pada pencatatan secara legal,” pungkas Pipin.
Penulis: Fauzi Ramadhan
Penyunting: Vigo Joshua
Fotografer: Fauzi Ramadhan