“Perjuangan kita baru awal. Akan ada perjuangan lanjutan yang harus kita lakukan,” seru Arif, salah seorang perwakilan massa aksi PKL Malioboro Bergerak. Ungkapan tersebut ia lontarkan sewaktu membacakan tuntutan terbuka kepada Penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta di depan Balai Kota Yogyakarta pada Senin (18-09). Arif hanyalah satu dari sekian ratus orang dalam massa aksi yang berasal dari 4 paguyuban Pedagang Kaki Lima (PKL) Teras Malioboro 2; yakni Tridharma, Titik Nol, Lembayung, dan Lesehan.
Aksi ini merupakan kelanjutan dari audiensi antara PKL Teras Malioboro 2 dengan DPRD Kota Yogyakarta dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya pada Jumat (08-09) lalu. Selain itu, aksi ini juga merupakan upaya untuk mengirimkan tuntutan terbuka kepada Pj Walikota Yogyakarta mengenai kondisi PKL di Teras Malioboro 2.
Aksi dimulai pada pukul 12.48 WIB, dengan ditandai berkumpulnya massa aksi di Teras Malioboro 2 untuk melakukan koordinasi dan doa bersama. Kemudian, massa aksi bergerak menuju Kantor DPRD Kota Yogyakarta. Sesampainya di sana pada pukul 13.37 WIB, massa aksi merapatkan barisan dan melakukan longmars menuju Balai Kota Yogyakarta.
Setibanya di balai kota pada pukul 13.45 WIB, massa aksi dihadang dan tidak diperbolehkan masuk oleh petugas keamanan yang berjaga. Setelah dilakukan negosiasi, massa aksi akhirnya diperbolehkan masuk ke balai kota pada pukul 13.51 WIB.
Di balai kota, massa aksi meminta untuk berdialog dengan Pj Walikota Yogyakarta mengenai tuntutan yang dilayangkan. Sebelumnya, massa aksi telah mengirimkan surat sebanyak lima kali untuk berdialog, tetapi tidak ditanggapi sama sekali oleh Pj Walikota Yogyakarta. “Ketika tidak ada yang mau menemui kita, kita bisa mengatakan Pemerintah Kota Yogyakarta telah menutup telinga untuk rakyat!” seru Muhammad Rakha Ramadhan, pendamping hukum PKL Teras Malioboro 2.
Masih tak kunjung mendapat tanggapan, massa aksi yang diwakili oleh Arif lalu mulai membacakan tuntutan terbuka kepada Pj Walikota Yogyakarta. Surat tersebut berisi aduan dan keluhan PKL Teras Malioboro 2 dalam hal validasi data dan kontraktual. “UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta telah melakukan perlakuan diskriminatif serta minim partisipasi dan transparansi terhadap PKL Teras Malioboro 2,” terang Arif sembari membacakan tuntutan.
Setelah menyampaikan tuntutan terbuka kepada Pj Walikota Yogyakarta, pada pukul 15.45 WIB, massa aksi kembali bergerak menuju kantor DPRD Kota Yogyakarta untuk melakukan audiensi. Namun, sesampainya di sana, Shinta Septiani sebagai salah satu perwakilan massa aksi menyampaikan bahwa di dalam sudah terdapat dua orang perwakilan paguyuban selain dari empat paguyuban yang telah disepakati dalam audiensi sebelumnya.
Pada audiensi sebelumnya, Jumat (08-09), DPRD Kota Yogyakarta menyebut bahwa yang berhak mengikuti audiensi lanjutan hanya 4 paguyuban PKL Teras Malioboro 2: yaitu Paguyuban Tridharma, Titik Nol, Lembayung, dan Lesehan. Adapun, dua orang perwakilan tersebut, yang diketahui berinisial ES dan MA, berasal dari dua paguyuban pedagang yang tidak berhak mengikuti audiensi. Massa aksi pun menuntut agar kedua perwakilan tersebut untuk segera keluar dari gedung DPRD Kota Yogyakarta. “Usir ES dan MA sekarang juga,” teriak massa aksi.
Massa aksi harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan informasi hasil audiensi. Akhirnya pada pukul 18.07, perwakilan dari keempat paguyuban keluar untuk menemui massa aksi. “Alhamdulillah validasi data yang telah dilakukan [UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya-red] kemarin dibatalkan,” ungkap Shinta yang juga menjadi pengurus Paguyuban Tridharma. Pernyataan itu sontak disambut sorak gembira oleh massa aksi. Ia menambahkan jika validasi ulang akan dilakukan oleh UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dengan mendatangi PKL Teras Malioboro 2 secara langsung.
Setelah audiensi selesai, Danang Rudyatmoko selaku ketua DPRD Kota Yogyakarta menemui massa aksi untuk menjelaskan bahwa akan dibentuk tim kecil yang melibatkan perwakilan Paguyuban Tridharma, Titik Nol, dan Lesehan. Sebagai catatan, Paguyuban Lembayung dilebur menjadi satu dengan Paguyuban Titik Nol. Nantinya, tim tersebut akan mengikuti proses pendataan ulang PKL di Teras Malioboro 2 yang dilakukan secara faktual oleh UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya. “Di dalam, dikatakan [bahwa-red] kita akan membuat tim kecil dari tiga paguyuban serta akan diawasi oleh dewan [DPRD Kota Yogyakarta-red] juga,” ungkap Danang.
Setelah massa aksi membubarkan diri pada pukul 18.30 WIB, BALAIRUNG mewawancarai Upik Supriyati, pengurus Paguyuban Tridharma yang juga mengikuti audiensi. Ia menegaskan bahwa PKL tidak akan dibebani pungutan biaya apapun selama pendataan ulang yang akan dilaksanakan di Teras Malioboro 2. Namun, ketika disinggung lebih lanjut perihal kepastian waktu validasi ulang, Upik mengatakan bahwa hal tersebut masih menunggu pengiriman surat dari pihak UPT Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya ke DPRD Kota Yogyakarta. “Yang penting kita dilibatkan dalam validasi data, itu dulu,” pungkasnya.
Penulis: Adhika Nasihun Farkhan dan Reyhan Maulana Adityawan
Penyunting: Cahya Saputra
Fotografer: Bayu Tirta Hanggara