Senin (21-08), Dewan Pers menyelenggarakan coaching clinic untuk pers mahasiswa dengan tajuk “Dasar Jurnalisme dan Upaya Perlindungan Terhadap Pers Mahasiswa”. Bertempat di Kampus 2 Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, acara tersebut diisi oleh Yadi Hendriana selaku Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers. Selain itu, acara ini turut dihadiri perwakilan pers mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta.
Yadi memulai acara tersebut dengan penjelasan mengenai regulasi yang menjamin kemerdekaan pers di Indonesia, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Ia mengungkapkan bahwa pers tidak dapat dikenakan sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). “Kalau pers dianggap melakukan kesalahan [dalam pemberitaan-red], maka yang dilakukan adalah memberikan hak jawab dan koreksi, bukan hukum pidana ITE,” ucap Yadi.
Yadi menjelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin oleh undang-undang sebagai hak asasi bagi warga negara. Ia juga menyebut pers tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran. Baginya, hal tersebut berlaku bagi semua lembaga pers, mulai dari pers umum yang berbentuk perusahaan hingga pers mahasiswa. “Perlindungan terhadap keduanya sama. Selama itu karya jurnalistik, kita akan lindungi dan kita tidak persoalkan diproduksi oleh pers mahasiswa atau mana pun,” tegas Yadi.
Melanjutkan pembahasan mengenai pers mahasiswa, Yadi mengungkapkan bahwa kemerdekaan pers mahasiswa telah berjalan kendati membutuhkan izin dari rektorat kampus. Menurutnya, hal ini terbukti dari kebebasan pers mahasiswa dalam mengeluarkan karya jurnalistiknya. “Apakah saat mengeluarkan karya jurnalistik itu dicek dulu sama rektorat? Kan tidak,” seru Yadi.
Tak hanya pemaparan materi, dalam acara tersebut juga terjadi diskusi antara Yadi dengan beberapa perwakilan pers mahasiswa. Salah satu peserta diskusi menagih “janji” almarhum Azyumardi Azra, yang saat itu menjabat sebagai ketua Dewan Pers, tentang afiliasi pers mahasiswa dengan Dewan Pers guna mendapatkan perlindungan yang terlegitimasi. Yadi menjawab bahwa semua itu sedang dalam proses. Ia mengatakan, “Prof. Azyumardi ingin hal tersebut selesai on paper ‘secara tertulis’, tetapi itu membutuhkan proses yang panjang”.
Yadi menerangkan bahwa proses tersebut membutuhkan waktu sebab harus menghubungi berbagai pihak terkait. Ia menyebut bahwa Dewan Pers tak bisa langsung memutuskan karena dalam proses tersebut ada ketergantungan kepada pihak lain. Yadi menyatakan bahwa Dewan Pers telah lama berdialog dan terus melakukan advokasi tentang perlindungan pers mahasiswa. “Itu semua hanya soal waktu, tetapi apa yang saya katakan adalah fakta bahwa yang dilakukan [Dewan Pers-red] adalah advokasi,” tuturnya.
Yadi menjelaskan bahwa selama proses tersebut berlangsung, ia menjamin Dewan Pers akan terus mengadvokasi pers mahasiswa. Ia kembali menegaskan bahwa pers mahasiswa adalah bagian dari pers kendati tak berbadan hukum. Ia mengutip definisi pers dalam UU Pers yang menyatakan bahwa pers adalah lembaga sosial sehingga tak mesti berbadan hukum dan merupakan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. “Selama teman-teman mahasiswa mempraktikkan hal ini dan kode etik jurnalistik, maka jaminannya adalah perlindungan dari UU tersebut yang artinya Dewan Pers wajib memberikan perlindungan,” ucap Yadi.
Yadi mengeklaim bahwa apa yang dilakukan Dewan pers bukan sekadar retorika belaka, melainkan fakta. Ia mengungkapkan bahwa Dewan Pers akan membela pers mahasiswa yang dilaporkan karena karya jurnalistiknya. “Selama ada Dewan Pers dan berpegang teguh pada ini [kode etik jurnalistik-red] maka Dewan pers akan mati-matian membela,” ungkap Yadi.
Terkait advokasi, Yadi mengimbau kepada pers mahasiswa untuk melapor jika mengalami persekusi. Ia pun memastikan bahwa Dewan Pers pasti akan melakukan pembelaan terhadap pers mahasiswa yang dipersekusi. Yadi mengatakan, “Advokasi Dewan Pers pada pers mahasiswa itu pasti, saya jamin.”
Penulis : Fachriza Anugerah
Penyunting : Cahya Saputra
Fotografer : Natasya Mutia Dewi