
©Salvinia/Bal
Pada 2023, UGM menerapkan sistem UKT baru sekaligus pungutan bagi mahasiswa yang tergolong “mampu”. Namun, sekelumit masalah malah menyeruak ke permukaan. Sistem baru justru memakan korban golongan tak mampu.
“Nak, kalau tidak melanjutkan kuliah di UGM gimana? Ibu tidak punya uang untuk bayar.”
“Iya, Bu. Gapapa,” jawab Merah (bukan nama sebenarnya), mahasiswa baru angkatan 2023.
Bulan Maret lalu, Merah lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) dan diterima sebagai mahasiswa baru UGM angkatan 2023. Selepas mendapat pengumuman tersebut, Merah melakukan registrasi (daftar ulang) di Simaster UGM. Ia mengisi beberapa berkas administratif guna menentukan UKT-nya. “Awalnya, aku mengisi pendapatan tambahan orang tua nol rupiah karena ayah dan ibu hanya buruh harian lepas,” jelas Merah.
Namun, tak disangka, tiba-tiba penghasilan tambahan ayahnya menjadi Rp3.000.000,00 dan ibunya Rp750.000,00. Padahal, ayahnya hanya berpenghasilan Rp70.000,00 per hari, sedangkan ibunya berpenghasilan Rp25.000,00 per hari. “Aku kaget tiba-tiba kolom pendapatan tambahan orang tuaku terisi di Simaster,” ucapnya.
Lantaran kolom pendapatan tambahan orang tuanya terisi, Merah jadi dikenakan UKT subsidi 25% yakni sebesar Rp8.550.000,00. Padahal, jika diakumulasikan, pendapatan orang tua Merah hanya sebesar Rp2.850.000,00. Dengan pendapatan sebesar itu, orang tuanya harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membayar utang, ditambah membayar biaya UKT. “Orang tuaku tidak sanggup membayar,” ucap Merah.
Dengan perasaan bingung dan takut, Merah dan ibunya datang ke UGM untuk menemukan solusi atas kesalahan data di Simaster. Merah kemudian dianjurkan untuk mengajukan banding UKT. Namun, hingga tanggal 23 Mei, email permohonan banding UKT-nya tak kunjung mendapat balasan. Padahal, tenggat pembayaran UKT adalah 24 Mei pukul 22.00 WIB. “Aku bingung, waktu pembayaran sudah mepet dan orang tuaku tidak punya uang untuk membayar,” jelasnya.
Dengan perasaan panik, Merah menghubungi kakak tingkatnya untuk meminta bantuan. Beruntungnya, Merah dihubungkan langsung ke pihak akademik di fakultasnya. Akhirnya, pada tanggal 24 Mei pukul 16.00 WIB, permohonan banding Merah dipenuhi. UKT-nya diturunkan dari subsidi 25% menjadi subsidi 50%, yakni sebesar Rp5.700.000,00. “Jumlah segitu sebenarnya masih sangat berat untuk orang tuaku,” ucap Merah.
Selain Merah, Kuning (bukan nama sebenarnya), mahasiswa baru jalur SNBP lainya, juga mengalami hal serupa. “Aku dan ibu harus menggadaikan perhiasan untuk membayar UKT. Padahal, itu untuk simpenan untuk beli rumah, kami masih ngontrak soalnya,” ucap Kuning. Ayah Kuning adalah seorang buruh mebel yang sedang merantau, sedangkan ibunya kini sedang sakit dan tidak bekerja. Kuning juga memiliki kakak yang saat ini sudah tidak bekerja lantaran harus mengurus ibunya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga Kuning hanya bergantung kepada pendapatan ayahnya saja. “Pendapatan ayah tidak menentu. Kalau sedang ramai mungkin bisa sampai 3,5 juta rupiah, tetapi kalau tidak ya hanya 1–2 juta rupiah,” jelasnya. Dengan pendapatan segitu, nahasnya Kuning mendapat UKT subsidi 50%, yakni Rp5.500.000,00.
“Dek, kok mahal sekali? Subsidi 50% kok masih lima jutaan,” tanya ibunya. Kuning pun tak tahu harus menjawab apa atas mahalnya biaya UKT di UGM. Ia kemudian mengajukan banding UKT. Namun, pengumuman banding UKT tak kunjung ia terima. Kuning pun panik karena sudah memasuki tenggat waktu pembayaran. Akhirnya, Kuning harus mengorbankan satu-satunya tabungan yang keluarganya miliki untuk membayar UKT.
Sistem Baru Masalah Baru
Pada tahun 2023, UGM menerapkan kebijakan baru mengenai golongan dan nominal baru yang tertuang dalam SK Rektor Nomor 261/UN1.P/KPT/HUKOR/2023. Dalam kebijakan tersebut, UGM telah memangkas dari delapan golongan menjadi lima golongan UKT yang terbagi atas UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi dan UKT Pendidikan Unggul. Kemudian, untuk UKT Pendidikan Unggul jalur CBT-UM, UGM menerapkan biaya tambahan di luar UKT, yakni Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) sebesar Rp20.000.000,00 bidang Ilmu Sosial dan Humaniora dan Rp30.000.000,00 untuk bidang Ilmu Sains, Teknologi, dan Kesehatan. Pungutan semacam ini sebelumnya telah diterapkan UGM dengan kebijakan SSPI.
Supriyadi, Wakil Rektor Sumber Daya Manusia dan Keuangan, menyatakan bahwa biaya di luar UKT yang diterapkan dari tahun lalu merupakan upaya penambalan pengeluaran subsidi yang telah diberikan UGM sekaligus kekurangan biaya operasional. “Selama ini, sebenarnya UGM dan PTN lain itu banyak memberikan subsidi, namun tidak pernah nampak,” ujarnya. Selain itu, sistem UKT baru ini diklaim mencerminkan variabel yang lebih komprehensif dari sistem sebelumnya.
Menurut Supriyadi, variabel ini tidak hanya berupa pendapatan orang tua dalam menentukan besaran UKT, tetapi juga variabel lain, seperti jumlah tanggungan dan biaya listrik. Semua variabel itu kemudian dihimpun dan dihitung dalam sistem Indeks Kemampuan Ekonomi (IKE). “Sekarang ada variabel langganan listriknya, tanggungannya, serta data statistik yang merefleksikan kemampuan riil berdasarkan sistem-sistem sebelumnya,” tegasnya. Namun, ia juga menambahkan bahwa sistem ini masih terlalu sederhana karena pertama kali diterapkan UGM.
Berseberangan dengan Supriyadi, Dhivana Anarchia (Arsya), Koordinator Eksternal Forum Advokasi (Formad) UGM 2023, menyatakan bahwa sistem IKE tidak mempertimbangkan variabel tersebut. Hal ini didasarkan kepada temuan simulasi IKE bahwa variabel yang berpengaruh hanya terdiri atas total penghasilan dan jumlah tanggungan, sedangkan variabel lain; seperti SPT tahunan, biaya listrik, dan PBB tidak signifikan. “Dalam sistem IKE, cuma ada dua variabel, pendapatan sama tanggungan,” ujar Arsya.
Selain itu, Arsya menjelaskan bahwa sistem UKT baru tidaklah adil. Besarnya rasio pengorbanan (pengorbanan pendapatan orang tua bagi biaya pendidikan per bulannya-red) untuk golongan berpendapatan ekonomi menengah adalah penyebabnya. “Dengan mempersempit UKT, terlihat bahwa rasio pengorbanan hanya bergeser ke golongan menengah, bahkan ada yang ekstrem sampai 70%,” terang Arsya. Arsya menambahkan bahwa survei terbaru Formad dengan pengambilan data dari 1.066 responden terdapat 61% yang merasa besaran UKT yang diterima tidak adil.
Supriyadi menampik hal tersebut. “Kalau kita melihat pada aspek pembiayaan sepertinya tidak mungkin kita menerapkan model semacam UKT yang berkeadilan. Oleh karena itu, kami sudah menerapkan UKT yang berkeadilan saat mahasiswa itu tidak perlu menanggung seluruh beban,” kata Supriyadi. Menurutnya, mahasiswa yang membayar UKT tertinggi itu pun tidak membayar seluruh biaya pendidikan.
Rekomendasi IKE Buruk
Selanjutnya, Arsya menambahkan bahwa sistem IKE tidaklah efektif sebab sistem ini tak disertai sosialisasi maupun standar operasional prosedur (SOP) yang jelas. Bagi Arsya, sistem IKE yang menjadi penentu besaran UKT mahasiswa baru tidaklah transparan dan terlalu sederhana karena hanya melibatkan pendapatan dan tanggungan. “Sistem IKE yang pakai AI itu ga transparan dan ga beracuan jelas, ketika verifikasi tuh semuanya ngawang,” ujar Arsya.
Selain itu, Arsya menjelaskan pula bahwa sistem IKE yang menjadi acuan Tim Verifikator UKT menimbulkan kegamangan. Beberapa Tim Verifikator mengira ketika mahasiswa baru terbukti tidak mampu mereka akan langsung ditentukan oleh sistem. Bahkan, menurut temuannya, ada fakultas yang sewenang-wenang menentukan besaran UKT akibat tidak adanya kejelasan SOP. “Verifikatornya juga ga tahu. Jadi, ada verifikator yang sewenang-wenang naikin besaran UKT karena dikira mahasiswa baru bohong,” ujar Arsya.
Selaras dengan Arsya, Abu (bukan nama sebenarnya), salah seorang Tim Advokasi Mahasiswa Klaster Sains dan Teknologi, menyatakan bahwa fakultasnya menerapkan sistem pembiayaan berbasis kuota. Misalnya, mahasiswa yang seharusnya mendapatkan subsidi 75%, tetapi kuota 75% tersebut sudah habis terpaksa dikenakan golongan di atasnya yang masih tersedia. “Keluhan mahasiswa baru tentang UKT-nya tidak sesuai disebabkan karena itu,” ujar Abu.
Supriyadi mengafirmasi pernyataan Abu bahwa Tim Verifikator UKT memiliki kewenangan sendiri untuk memproses rekomendasi besaran UKT yang diberikan IKE. Ia menegaskan bahwa telah ada panduan dalam penetapan UKT, tetapi keputusan akhir ada di tiap fakultas. “Memang kami memberikan wewenang kepada fakultas. Fakultas itu sudah terbiasa, mereka sudah tahu data ini valid atau tidak karena mereka punya sense yang bagus,” ungkap Supriyadi.
Permasalahan lain muncul dari keterlibatan mahasiswa dalam Tim Verifikator UKT di tiap program studi ataupun departemen. Abu menyatakan bahwa dekannya telah menegaskan jika keterlibatan mahasiswa tidaklah wajib. Bahkan, dekan Abu bersikukuh untuk melibatkan mahasiswa dengan hanya sejauh ada pengajuan banding. Padahal, menurut Supriyadi, Tim Verifikator UKT wajib melibatkan mahasiswa. “Beliau (dekan) bilang bahwa kami hanya perlu memperbaiki sistem yang bermasalah saja,” ungkap Abu.
Sistem UKT baru di UGM menimbulkan masalah yang beragam. Mulai dari tidak adanya transparansi sistem IKE, pemangkasan golongan UKT, hingga penentuan UKT yang dinilai tidak berkeadilan. Bahkan hingga kini, meskipun telah menerima keringanan, biaya UKT yang diterima Kuning masih sangat memberatkan. “Kalau sampai lulus harus membayar 5 juta ditambah biaya kos, orang tuaku tidak mampu,” ucap Kuning. Kini, Kuning hanya menggantungkan nasibnya kepada kemungkinan mendapat beasiswa di UGM.
Penulis : Michelle Gabriela dan Vigo Joshua
Penyunting : Albertus Arioseto
Ilustrator : Salvinia Amabilis Aryufa
19 komentar
Sambil berusaha memperbaiki sistim agar lebih baik untuk adik yg berpotensi tapi terkendala biaya.
Saran juga buat kotak donasi yg dikelola secara baik dan transparant, untuk membantu adik2 agar bisa fokus kuliah.
Insya Alloh akan banyak yg membantu baik dalam bentuk donasi atau bantuan lainnya
Oh adiku kenapa UGM sekarang jadi Universitas Gede Mbayare.
Anak saya jg lulus SNBP thn 2022, terbaik malahan, di UM malang…sejak kelas VII sudah menerbitkan novel, tapi biaya UKT mahal banget padahal kluarga kami disini cm ngerantau yg ngandalakan kerja serabutan dr suami..Suami sempet ke Kampus ingin menemui dekan atau admin utk minta tenggat waktu pembayaran 1bulan biar kami ada waktu cari pinjaman…boro2 di kasih, di lempar kesana kemari gk jelas yg ada…alhasil skg anak saya kuliah di kampus swasta (IKIP Budi Utomo) yg pembayaranya bisa di bayarkan pada semester VII nanti, tanpa UKT, cm formulir aja 350rb, lain2 bayar ntik semester VII…jd kami ada longgar waktu utk ngumpulin biaya & anak saya bs nyambi kerja jg buat bantu tabungan biaya kuliahnya
Ternyata kampus swasta malah ada yg lebih bersahabat dr pada PTN
Anak saya jg lulus SNBP thn 2022, terbaik malahan, di UM malang…sejak kelas VII sudah menerbitkan novel, tapi biaya UKT mahal banget padahal kluarga kami disini cm ngerantau yg ngandalakan kerja serabutan dr suami…si Merah ama kuning dalam simulasi di atas masih mending ada tabungan, lah kluarga kami makan aja ngutang di warung dulu…..Suami sempet ke Kampus ingin menemui dekan atau admin utk minta tenggat waktu pembayaran 1bulan biar kami ada waktu cari pinjaman…boro2 di kasih, di lempar kesana kemari gk jelas yg ada…alhasil skg anak saya kuliah di kampus swasta (IKIP Budi Utomo) yg pembayaranya bisa di bayarkan pada semester VII nanti, tanpa UKT, cm formulir aja 350rb, lain2 bayar ntik semester VII…jd kami ada longgar waktu utk ngumpulin biaya & anak saya bs nyambi kerja jg buat bantu tabungan biaya kuliahnya
Ternyata kampus swasta malah ada yg lebih bersahabat dr pada PTN
Biaya pendidikan sekarang tinggi,untuk UKT saya pikir perlu di b3nahi lagi,karena UKT yg dibkenakan di atas pendapatan orng tua per bulan.
anak saya juga sama dibterima di fak farmasi UGM ,UKTbawal non subsidi padahal pendapatan total ortu di bawahnya jauh,setelah banding dapat subsidi 25% meski masih sangat berat krn masih ada 2 adiknya yg sekolahdi SD dan SMP.
Saran dari kami rakyat biasa.
Untuk data calon siswa perlu di cek lagi (terutama DISDUKCAPIL,DINSOS DINAS PAJAK) bekerja lebih keras lagi…karena sekarang orang punya mobil dan rumah bagus masih dapat subsidi sangat banyak ,hal ini terjadi karena mobil yg di miliki tidak atas nama sendiri (BPKB org pertama belum balik nama) dan rumah besar tidak memiliki IMB sehingga pantauan pajak tidak terlihat….selain itu juga perlu kerja sama dgn departemen keuangan ,bisa cek isi tabungan ortunya sehingga data yg di dapat valid dan subsidi yg di berikan tepat sasaran….terima kasih
Persoalan spt itu tidak hanya terjadi di UGM saja, tp juga di Universitas atau PT lain. Semoga ada solusi dan pertolongan untuk mahasiswa / i yang kurang mampu
Mbak Michele Gabriella dan Mas Vigo Joshus
Saya kira masih banyak si merah, kuning, mungkin ada hijau dan biru teman3nya. Dulu saya kuliah di FK UGM 1986 mung bayar Rp. 125.000,-/semester, sekarang anakku kuliah di FKG UGM UKTnya Rp. 26.000.000/semester. Karena alasan kesehatan stroke, minta keringanan tak sepeserpun dikurangi. Berdasarkan sistem mungkin hitung2an itu bisa masuk, tetapi setiap semester saya mesti berhutang untuk UKT. Saya bisa dihubungi untuk diwawancarai bagaimana kondisi real keuangan sebenarnya. Anak saya koas disambi kerja dengan upah di bawah umr, boro2 impas untuk uktnya. Tadinya ke kampus naik transportasi online atau pinjam kendaraan temannya. Sekarang dengan motor lungsuran kakaknya. Untuk ke kampus dan tempat kerja sambilan. Selamat ya ugm sudah jadi universitas gede mbayare.
Mahal ya UGM sekarang, inyong ndisit zaman p Harto, sak semester mung 90rb. Siki jare larang banget, untung anakku loro masuk UI, murah 5 jutaan bersih sak semester. Wis gak mbayar macem2 maning.
Mantaaff UI.
Pemerintah harus bebaskan biaya – biaya pendidikan mereka terutama yang tidak mampu. Karena itu sesuai amanat Pembukaan UUD 1945 …
Realistis sajasih.
Jer Basuki mawa Bea.
Saya dulu pernah diterima kuliah di Sekolah Tinggi dg Ikatan Dinas yg notabene nya 0 biaya.
Tapi tetap harus keluar biaya yang mungkin perbulannya melebihi penghasilan maksimum orangtua.
Apa boleh buat.
Akhirnya saya harus DO di Hari Pertama Kuliah.
😄😄😄
Sangat disayangkan kalo orang kurang mampu tidak bisa sekolah. Harus dibantu…
Anak saya jg lulus SMBT thn 2022, terbaik malahan, di UM malang…sejak kelas VII sudah menerbitkan novel, tapi biaya UKT mahal banget padahal kluarga kami disini cm ngerantau yg ngandalakan kerja serabutan dr suami..Suami sempet ke Kampus ingin menemui dekan atau admin utk minta tenggat waktu pembayaran 1bulan biar kami ada waktu cari pinjaman…boro2 di kasih, di lempar kesana kemari gk jelas yg ada…alhasil skg anak saya kuliah di kampus swasta (IKIP Budi Utomo) yg pembayaranya bisa di bayarkan pada semester VII nanti, tanpa UKT, cm formulir aja 350rb, lain2 bayar ntik semester VII…jd kami ada longgar waktu utk ngumpulin biaya & anak saya bs nyambi kerja jg buat bantu tabungan biaya kuliahnya
Ternyata kampus swasta malah ada yg lebih bersahabat dr pada PTN
Ya ini repotnya klo pe didikan bukan lg menjadi tugas dan kewajibN negara kpd warga negaranya seperti yg diamanatkan dlm pembukaan uud45. Mencwrdaskan (kehidupan) bangsa adalah tugas dan kewajiban negara, shg pendidikan sg beaya murah hrs mjd prioritas negara
Mungkin akar masalahnya adalah budaya kita sendiri. Terlalu beranggapan bahwa PTN adalah lembaga pendidikan terbaik.
Kini PTN besar telah bermetamorfose menjadi bentuk yang seperti kehilangan fokus. Misal ada institut besar, krn BHMN merasa bisa dan pingin lebih hebat lagi, kini malah membuka “kedokteran”. Atau universitas besar yg selama ini concern pada fakultas kedokteran dan ilmu2 sosial, kini malah mendeklarisasikan tlah membuka fakultas teknik. Padahal sebelumnya sdh mengembangkan prodi2 baru di masing2 fakultasnya. Sementara PTS menengah berteriak susah mendapatkan mahasiswa. Mungkin hal ini krn PTN membuka jalur penerimaan mahasiswa selebar-lebarnya dg banyaknya prodi yang dikembangkan dengan nama besarnya. Sementara PTS menerima tinggal sisa-sisanya.
Budaya kita yg masih menganggap PTN adalah satu-satunya jalan kuliah menuju kesuksesan, akhirnya tanpa kita sadari menjadi penyebab keadaan ini. Sehingga PTN dengan gampang jual mahal dg UKT-nya. Sementara PTS sudah tdk ada UKT dan SPP murahpun masih sulit mendapatkan mahasiswa.
Para pejabat kampus ugm, kalo dulu bapak ibu bisa kuliah di ugm dg bj aya murah, mengapa stlh jadi pejabat justru sewenang-wenang menerapkan kebijakan yg memberatkan adik adiikmu??? Berpikirlah yg jernih, bukankah para dosen adllh ASN yg sdh digaji negara..??? UKT mahal buat apa saja??? P presiden joko widodo mengapa UGM jadi spt ini..???
Pendidikan sekarang ribet dan unt menengah ke atas dan seolah2 Org miskin dilarang kuliah. Enakan kuliah jaman dulu, uang kuliah seragam. Ga ada golongan2 kyk skrg. Yg bd cuma eksakta dan non eksakta. Besaran UKT ditentukan oleh verifikator yg parameter tidak valid. Sanngat tdk efisien mengulik pendapatan org per org. Harusnya menteri pendidikan membuat suatu sistem yg lebih rasional shg tdk perlu kami org tua sampai melaporkan rekening listrik segala….Salam akal sahat
Bagi orang dari kasta sudra sepertiku rasanya kok jadi semakin tidak berani membayangkan bisa kuliah di UGM.
Oh… UGM
Namamu begitu gahar
Di kalangan para pelajar
Namun sudikah dikau mendengar
Ada sebagian pelajar kesulitan membayar
Atau biarkan saja mereka keluar
Agar mereka belajar
Mencari kampus anyar
Yang sesuai dengan kasta pekerja kasar
UGM 2023 Harapanku pupus oleh UKT-mu.
kamu harus tau aku berjuang mati2an agar bisa bergabung denganmu. Skor utbk 700 lebih tak ada artinya ketika UKT muncul 12,3 jt. Ajuan banding sydah kulakukan. Aku gak minta gratis. Kami hanya mampu byr ukt separonya. Daftar ulang menjadi momok bagi keluarga kami. Setauku UGM kampus rakyat yg merakyat.
Tanggal 24 Kemarin anak saya sudah pengumuman UKT, anak saya mengajukan UKT unggul bersubsidi, tapi angka yang keluar diluar Nalar yakni 40 Juta ( UKT 10 Juta + SSPU 30 Juta),padahal gaji kami buat bayar utang dan nafkahin 8 orang. Saat ini sedang proses pengajuan banding
Semoga Alloh yang Maha membolak-balikan hati manusia, membantu para pejabat penentu biaya UKT + SSPU anak saya , agar dapat turun lebih rendah angkanya. Aamiin