Sudah satu tahun lamanya kasus dugaan salah tangkap Klitih Gedongkuning bergulir. Selama setahun pula, orang tua dari para terdakwa terus melakukan upaya-upaya untuk membebaskan anak mereka yang terjerat kasus salah tangkap. Salah satunya adalah dengan melakukan konferensi pers bertajuk “Temuan Komnas HAM: Dugaan Penyiksaan Terhadap Korban Salah Tangkap Klitih” yang berlokasi di sekretariat Social Movement Institute pada Selasa (28-03). Konferensi pers tersebut bertujuan memberikan kabar terbaru terkait perkembangan kasus ini. Adapun perkembangan yang dimaksud berkaitan dengan tahapan lanjutan setelah adanya temuan kekerasan oleh Komnas HAM, tindak lanjut proses kasasi, dan sidang etik polisi.
Andayani, ibu salah satu terdakwa, mengabarkan bahwa pada tanggal 7 Februari kemarin, Komnas HAM kembali mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan kepada Kapolda Yogyakarta. Sebelumnya, Wakapolda Yogyakarta mengatakan bahwa mereka sedang melakukan pemeriksaan empat anggotanya sebagai terduga pelaku penyiksaan terhadap lima terdakwa kasus Klitih Gedongkuning. Rekomendasi terbaru dari Komnas HAM berisi tagihan atas laporan proses pemeriksaan tersebut. “Komnas HAM juga meminta agar pelaku penyiksaan tidak hanya diberi sanksi etik, tetapi juga sanksi pidana,” lengkapnya.
Sekitar satu minggu sebelum rekomendasi Komnas HAM dikeluarkan, Ombudsman Republik Indonesia perwakilan DIY mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan pada 1 Februari 2023. Menurut Andayani, kedua hal tersebut secara beriringan turut memberikan desakan kepada Kapolda untuk segera menindaklanjuti pelaporan dari orang tua terdakwa. Hasilnya adalah sidang etik yang telah dilaksanakan oleh Kapolda Yogyakarta untuk dua orang anggotanya pada tanggal 21 Maret lalu.
Pada sidang etik tersebut, kelima terdakwa dan Badriah, ibu salah satu terdakwa, diundang sebagai saksi. Pada sidang tersebut, Badriah menyampaikan beberapa bukti yang membenarkan adanya penganiayaan terhadap anak-anak mereka. Bukti pertama, Ia mempunyai rekaman obrolan lewat telepon dengan polisi yang isinya menunjukkan adanya tindakan penganiayaan. Kedua, Badriah juga mempunyai gambar kondisi anaknya yang babak belur pada saat konferensi pers di Kantor Polda Yogyakarta 1 April lalu. Ketiga, bukti bekas penyiksaan yang masih terlihat saat Ia menemui anaknya di Polsek Kotagede pada 18 April, satu minggu pasca konferensi pers.
Meskipun Kapolda Yogyakarta telah melakukan sidang etik untuk kedua anggotanya, pihak terdakwa meyakini bahwa masih banyak pelaku penyiksaan yang belum terungkap. Hal ini disampaikan oleh Andrini, salah satu orang yang ikut mengawal kasus. Ia menyatakan bahwa dalam pemeriksaan penyidikan ditemukan bahwa setiap anak dipukuli oleh sekitar 5-8 polisi. “Saat ini pemeriksaan baru untuk 2-4 polisi, sebenarnya masih ada nama-nama lain yang harus diungkap,” ucap Andrini.
Yuni Iswantoro, pendamping hukum terdakwa dari Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum UGM, juga menyatakan bahwa sebenarnya ada satu pelaku penyiksaan yang turut hadir di persidangan sebagai polisi yang melakukan penangkapan. “Hanif waktu itu meyakini betul bahwa salah seorang yang dihadirkan sebagai saksi merupakan pelaku penyiksaan,” jelas Yuni.
Upaya audiensi dan advokasi ke Jakarta juga sempat dilakukan oleh orang tua terdakwa. Di sana, mereka berkunjung ke kantor Komnas HAM. Kunjungan tersebut mendorong para orang tua dan Lembaga Bantuan Hukum untuk datang ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) usai mendapat surat tembusan dari Komnas HAM. “Kompolnas menjanjikan penyelesaian pada pertengahan maret, tetapi sampai saat ini belum ada update,” ujar Andayani.
Selain Komnas HAM, dalam kunjungan ke Jakarta kemarin, para orang tua juga berkesempatan mengikuti Aksi Kamisan di Jakarta. Aksi ini mempertemukan mereka dengan para tokoh nasional seperti Novel Baswedan dan Sumarsih. Selanjutnya, mereka juga sempat melakukan audiensi dengan Amnesty International. Dalam perkembangannya, Amnesty International telah menindaklanjuti dengan mengeluarkan surat terbuka untuk Kapolri. “Amnesty International bahkan mau membantu kami untuk pelaporan ke tingkat PBB [Perserikatan Bangsa-Bangsa],” tambahnya.
Selain itu, pihak terdakwa juga telah mengajukan kasasi atas putusan banding pada Januari lalu. Memori kasasi sudah diserahkan dan sedang dalam proses pemeriksaan oleh Mahkamah Agung. Yuni mengatakan bahwa pihaknya sudah mengantongi novum baru yang berkaitan dengan putusan etik. Akan tetapi, novum tersebut tidak bisa diserahkan karena proses kasasi sedang berjalan. “Novum itu nanti akan kita keluarkan kalau upaya hukum peninjauan tetap harus dilakukan kembali,” ucapnya.
Melalui konferensi pers ini, Badriah ingin mengajak publik untuk ikut mengawal dan menyuarakan ketidakadilan yang mereka dapatkan. Ia berharap Kompolnas dapat terus-menerus memberikan informasi terkait perkembangan kasus tanpa diminta. “Semoga kasus ini betul-betul dianggap serius oleh masyarakat, terutama pengampu kebijakan,” pungkas Badriah.
Penulis: Fanni Calista dan Titik Nurmalasari
Penyunting: M. Fahrul Muharman
Fotografer: Allief Sony Ramadhan Aktriadi