Siang hari menuju sore pada Senin (13-03), Ova Emilia, Rektor UGM, beserta jajarannya duduk bersila memenuhi tangga Balairung UGM. Di lain sisi, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam aksi “UGM Mencari B(Z)akat” berdiri mengerumuni para petinggi UGM tersebut. Adapun, tujuan para massa aksi berkumpul menemui rektorat adalah berusaha menggaungkan penolakan atas kebijakan uang pangkal yang diungkapkan oleh Ova pada Hearing Rektorat (17-01) lalu.
Saat sesi dialog bersama rektorat, Dhivana Anarchia, salah satu massa aksi, mengungkapkan bahwa persoalan Sumbangan Sukarela Pengembangan Institusi (SSPI) dan uang pangkal yang dibahas pada Januari kemarin masih belum selesai. Namun, lanjutnya, muncul sebuah pengumuman di situs resmi UGM terkait kebijakan baru yang bernama Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) sejak Sabtu (11-03). “Rektorat berjanji bahwa segala hal mengenai kebijakan uang pangkal akan dibahas dengan melibatkan mahasiswa, tetapi kenapa sudah ada unggahan resmi (tentang SSPU) tanpa sepengetahuan kami?” kecewa Anarchia kepada para petinggi UGM.
Dalam pengumuman di laman UGM tersebut, selain pembaruan sistem UKT, tercantum ketentuan-ketentuan biaya pelaksanaan SSPU. Bagi calon mahasiswa yang berada di bidang ilmu sains, teknologi, dan kesehatan nantinya dikenai biaya sebesar Rp30.000.000. Sedangkan untuk rumpun ilmu sosial dan humaniora, mereka diwajibkan membayar sebesar Rp20.000.000. “Di situ tertulis bahwa bagi calon mahasiswa yang diterima melalui jalur UM-CBT UGM pada tahun akademik 2023/2024 dikenakan SSPU,” papar Anarchia di depan jajaran rektorat dan massa aksi.
Menanggapi pernyataan Anarchia tentang keterlibatan mahasiswa, pihak rektorat mengiyakan akan adanya pelibatan mahasiswa dalam kebijakan SSPU ini. Namun, keterlibatan yang pihak rektorat maksud adalah pada proses penerapannya. Supriyadi, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, mengatakan bahwa di dalam proses validasi data saat penerimaan mahasiswa baru nanti, perwakilan mahasiwa akan dilibatkan. “Nanti kita akan melibatkan mahasiswa dalam proses validasi,” tutur Supriyadi.
Hal tersebut didukung oleh Ova. Ia menerangkan, mahasiswa akan terlibat dalam proses pengisian beberapa formulir dan dokumen saat penerimaan mahasiswa baru nanti. “Adik-adik akan dilibatkan pada penentuan calon mahasiswa baru yang perlu mendapat bantuan subsidi dan mana yang harus membayar SSPU,” ujar Ova.
Meskipun demikian, mahasiswa tak lantas begitu saja percaya pada pernyataan baru yang diberikan pihak Rektorat. Sebab, menurut massa aksi, ada banyak pernyataan dan janji yang dilontarkan rektorat, tetapi realisasinya berbanding terbalik. Seperti halnya yang disampaikan Anju Gerald, perwakilan massa aksi dari Fakultas Teknik UGM. “Kalau memang pernyataan kali ini adalah untuk melibatkan dan sebelumnya saja belum dilibatkan, bagaimana kami yakin betul kalau sekarang dilibatkan?” tanyanya.
Menurut Anju, pihak rektorat selalu mengatakan akan melibatkan mahasiswa. Namun, faktanya hal tersebut belum pernah sepenuhnya terealisasikan. “Januari lalu kami membahas tentang SSPI yang belum tuntas, lalu muncul uang pangkal, dan ternyata hari ini SSPU. Bagaimana kami bisa yakin kalau akan dilibatkan dalam persoalan ini?” ungkapnya.
Sejalan dengan Anju, keraguan yang sama dilontarkan Pandu Wisesa, perwakilan massa aksi. Pandu mengaku bahwa ia kecewa kepada pihak rektorat. Ia mengungkapkan selama ini mahasiswa tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan tersebut. Mahasiswa mengira penerapan uang pangkal tersebut masih dalam tatanan rencana. “Hal itu yang membuat kami kecewa, kami jadi bertanya-tanya. Apakah kami mahasiswa bodoh sehingga tidak dilibatkan atau bagaimana,” cetus Pandu.
Menanggapi kebijakan baru ini yang kelak dibebankan kepada mahasiswa, muncul tuntutan untuk melibatkan mahasiswa dalam segala proses kebijakan SSPU dari awal sampai akhir. Sebab, mahasiswa merasa kebijakan ini sungguh akan berdampak langsung pada mereka. “Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kami mahasiswa harusnya ikut dilibatkan,” ujar Pandu.
Setelah Ova beserta jajarannya berdebat panjang dengan mahasiswa, aksi ini berujung pada penandatanganan pakta. Dengan membubuhkan tanda tangan di atas materai, Ova selaku rektor UGM bersedia memenuhi tuntutan dari mahasiswa. Dalam pakta tersebut, disebutkan bahwa pihak rektorat berjanji akan melibatkan perwakilan mahasiswa untuk ikut serta dalam menentukan seluruh proses kebijakan SSPU dan UKT baru ini.
Aksi siang itu bukanlah akhir bagi para mahasiswa dalam menyikapi kebijakan ini. Pandu menyebutkan permintaan konkret dari mahasiswa adalah dihapuskannya SSPU. Berdasarkan pemaparan Pandu, mahasiswa sebenarnya menyadari adanya SSPU merupakan konsekuensi dari Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH). “Kami berencana menembak pihak atas untuk mengevaluasi konsep PTN-BH itu sendiri supaya tidak ada lagi rencana kebijakan uang pangkal seperti ini,” tutur Pandu.
Pandu juga menyatakan bahwa akan ada aksi, konsolidasi, dan pengawalan lanjutan. Selain itu, Pandu juga mengatakan bahwa mahasiswa akan kembali menggelar aksi apabila keadaan semakin memburuk. “Jika memang nanti ada permasalahan hukum dalam kasus ini, akan kami laporkan ke Ombudsman atau Peradilan Tata Usaha Negara,” tegas Pandu.
Penulis: Nandini Mu’afa, Novia Pangestika, dan Cikal Pasee Uria Timur
Penyunting: Sidney Alvionita Saputra
Fotografer: Natasya Mutia Dewi