“Siapapun yang punya keresahan soal BEM KM bisa maju kedepan untuk mengkritisi Calon Ketua BEM!” ujar Reno, salah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM. Ujaran tersebut ia teriakan sebagai penolakan terhadap acara Tour de Faculty (TDF) Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) UGM hari terakhir pada Senin (22-11). Ia maju ke depan sembari mengambil alih mikrofon ketika Calon Ketua BEM (Cakabem) KM UGM nomor urut 3 selesai berorasi. TDF kali ini merupakan salah satu dari serangkaian acara KPUM yang diadakan dalam bentuk kampanye menyambangi seluruh fakultas.
Bertempat di Taman Sansiro Fisipol UGM, TDF kali ini disambut dengan berbagai aksi penolakan oleh sejumlah mahasiswa. Penolakan ini merupakan bentuk respons ketidaksetujuan mahasiswa atas pengadaan Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa). “BEM KM ini kan Unit Kegiatan Mahasiswa, lalu kenapa ketuanya harus dipilih oleh seluruh mahasiswa?” ujar Dhias, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya yang turut menyuarakan keresahannya.
Pada awalnya, TDF berjalan tanpa interupsi. Beberapa saat kemudian, mahasiswa mulai berkumpul dan mengambil alih panggung serta menuntut para Cakabem untuk melakukan debat terbuka. Sempat muncul perlawanan dari pihak KPUM selaku penyelenggara TDF. Pada akhirnya, debat terbuka tetap dilaksanakan sesuai dengan kehendak mahasiswa.
Berkaitan dengan alasan penolakan TDF, Dhias beranggapan bahwa penolakan ini adalah wahana yang tepat untuk menyuarakan keyakinan mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa tidak bermaksud melompati wewenang KPUM, tetapi membantu KPUM dalam memodifikasi acara TDF menjadi lebih partisipatif. Akibatnya, rangkaian acara yang awalnya berisi orasi beralih menjadi bentuk debat terbuka. “Kami melakukan hal ini karena tidak sepakat dengan Keluarga Mahasiswa (KM) UGM,” tegas Dhias.
Dhias beranggapan bahwa penolakan tersebut juga bertujuan untuk meruntuhkan gagasan tentang konsep negara mahasiswa dalam KM UGM yang dinilai sudah berantakan. “Para Cakabem memiliki kesempatan untuk memegang jabatan yang kemudian berpotensi dapat mewujudkan aspirasi mahasiswa untuk membubarkan KM UGM,” ujar Dhias.
Salah seorang mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya turut mengutarakan kekecewaannya terhadap konsep negara mahasiswa dalam KM UGM. Menurutnya, penolakan ini adalah wajah dari realitas yang sebenarnya ingin disuarakan oleh mahasiswa lainnya. Mereka menganggap logika kampus sebagai miniatur negara sudah tidak relevan lagi, terlebih dalam menangani isu di lingkup kampus. “Aksi ini menjadi ruang demokrasi untuk kami menyuarakan penolakan,” imbuhnya.
Setelah debat terbuka dan penyampaian aspirasi selesai, mahasiswa kemudian menuntut para Cakabem untuk menyepakati sebuah Pakta Integritas. Pakta tersebut berisi dua poin. Pertama, membubarkan KM UGM dalam jangka waktu selambat-lambatnya 100 (seratus) hari kerja sejak pelantikan. Kedua, dalam hal angka 1 tidak dilaksanakan, maka saya akan mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai Ketua BEM KM.
Pakta Integritas tersebut hanya ditandatangani oleh Cakabem nomor urut 2 dan 3, Gielbran Mohammad Noor dan Rizky Kurniawan Syah Putra, yang disumpah langsung di bawah Al-Qur’an. Sebab, Cakabem nomor urut 1, Muhammad Fathur Rizqi Alfathir, terlebih dahulu meninggalkan lokasi. Ia beralasan untuk menghadiri acara KPUM selanjutnya yang bertempat di Departemen Ekonomi Bisnis Sekolah Vokasi UGM.
Penulis: Titik Nurmalasari dan Reyhan Maulana Adityawan (Magang)
Penyunting: Cahya Saputra
Fotografer: Reyhan Maulana Adityawan (Magang)