“Naik-naik jabatan rektor, tinggi-tinggi sekali. Kiri-kanan permasalahan, belum terselesaikan!”.
Penggalan lagu anak yang diparodikan liriknya itu bergema mengiringi ingar-bingar aksi “UGM Punya Ha(Jahat)an” pada Kamis (12-05). Aksi yang dilakukan di depan Gedung Grha Sabha Pramana (GSP) itu dihadiri oleh mahasiswa UGM dari berbagai fakultas dan organisasi. Aksi yang diorganisasi Aliansi Mahasiswa UGM ini ingin bertemu ketiga calon rektor terpilih untuk berdialog dan menandatangani pakta integritas berisi sejumlah tuntutan.
Aksi ini dilatarbelakangi kekecewaan mahasiswa terhadap forum-forum terbuka sebelumnya yang kurang mengakomodasi kepentingan mahasiswa dalam Pemilihan Rektor UGM 2022. “Ada dua forum terbuka yang dihelat dan keduanya sama-sama kurang mengakomodasi dialog,” tutur Pandu Wisesa selaku Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat (BK-MWA) UGM. “Nyawiji Menuju UGM-1” bersifat satu arah, sementara “Forum Penjaringan Aspirasi Publik” hanya memberikan satu kesempatan mahasiswa untuk bertanya.
Pandu berang, begitu pula dengan Rendy selaku Koordinator Umum Aksi. Pria yang akrab dipanggil Pep ini juga menegaskan pentingnya komitmen para calon rektor atas kepentingan mahasiswa. “Hingga saat ini, belum ada satupun bakal calon yang menjawab keresahan mahasiswa, apalagi memberi jaminan,” jelas Pep. Menurutnya, aksi ini menunjukkan bahwa mahasiswa masih menunggu jaminan dari para calon rektor.
Tidak adanya jaminan dari para calon rektor diperkuat dengan ketidakseriusan mereka menanggapi isu-isu kemahasiswaan dalam “Forum Penjaringan Aspirasi Publik” sebelumnya. Tanggapan mereka soal isu Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) menunjukkan sikap main aman. Pada forum itu, ketidaktegasan sikap atas SPMA bukan hanya ditunjukkan oleh tiga calon rektor terpilih, melainkan juga oleh tiga yang kemudian gugur di hari ini.
Sigit selaku Koordinator Forum Advokasi (Formad) mengungkapkan tujuan aksi kali ini. Pakta Integritas dari Aliansi Mahasiswa UGM menunjukkan bahwa tujuan aksi adalah mengunci jaminan dari para calon rektor atas isu kemahasiswaan. “Ada 12 tuntutan mendasar, seperti peninjauan Uang Kuliah Tunggal, penolakan SPMA, penjaminan UGM sebagai kampus aman dari kekerasan seksual serta pemerataan unit kesehatan mental di setiap fakultas,” paparnya.
Kronologi Aksi
Dari titik kumpul di Taman Sansiro Fisipol, massa aksi mulai bergerak menuju Gedung GSP tempat sidang Senat Akademik (SA) untuk seleksi calon rektor dihelat pada pukul 13.55. Sembari longmars, massa membentangkan dua buah spanduk bertuliskan “Turut Berduka Ria” dan “Hadirilah Ha(Jahat)an!”. Dari kejauhan, gerbang Gedung GSP terlihat sudah tertutup rapat dan dibentengi belasan petugas Pusat Keamanan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (PK4L)
Pada pukul 14.02, massa aksi sampai ke depan Gedung GSP dan menunggu hasil seleksi calon rektor dari sidang SA. Sidangnya dihelat di dalam Gedung GSP. Dikelilingi karangan bunga dan spanduk, satu per satu perwakilan dari setiap fakultas menyampaikan orasinya. “Rektor yang kami harapkan adalah yang mendengarkan aspirasi mahasiswa,” seru salah satu massa aksi.
Setelah massa aksi lama menunggu, nyatanya calon rektor terpilih tidak kunjung keluar. Pada pukul 15.42, empat perwakilan mahasiswa diutus massa aksi masuk bernegosiasi, yakni Pandu, Ignatius, Afif dan Sigit. Hasilnya, para calon rektor dikabarkan bersedia menemui massa aksi. Namun, hingga pukul 16.10, calon rektor tak kunjung keluar. Hal ini kemudian yang membuat massa aksi meradang.
Dari kerumunan, salah satu peserta berlari menuju pintu Gedung GSP dan berusaha mendobrak pagar betis PK4L yang menjaga rapat. Walhasil, saling dorong antara PK4L dan massa aksi tak terhindarkan. “Woy, iki koncoku!” adalah seruan marah yang beberapa kali terdengar dari massa aksi kepada PK4L.
Salah satu peserta aksi yang didorong ke dalam kerumunan kembali berlari menuju pintu untuk membukanya. Hal tersebut memperkeruh suasana antara massa aksi dan PK4L sehingga keduanya saling berteriak sambil mendorong. Demi mengkoordinasikan ulang massa aksi, Koordinator Lapangan membunyikan sirene megafon sebagai sinyal untuk tetap tenang. Beberapa peserta juga membantu untuk menenangkan rekannya, begitu pula dengan sesama PK4L.
Tiga Calon Rektor Tidak Muncul
Tiga perwakilan sidang SA keluar menemui massa aksi di undakan tangga GSP. Mereka adalah Sulistiowati, Ketua SA; Paripurna Sugarda, Wakil Rektor bidang Kerja Sama dan Alumni; dan Panut Mulyono, Rektor UGM. Sulistiowati mengumumkan tiga calon yang terpilih yakni, Bambang Agus Kironoto, Deendarlianto, dan Ova Emilia. Namun, ketiga nama itu tidak ada di hadapan massa aksi. Mereka sudah pulang terlebih dahulu sehingga tidak bisa bertemu dengan massa aksi.
Sorak kecewa lantas menggema dari massa aksi sebab para calon rektor tidak menemui mereka. “Kalau teman-teman ingin berbicara dengan para calon rektor, kami akan menanyakan kepada mereka,” kata Paripurna. Ia menegaskan bahwa dialog antara calon rektor dan Aliansi Mahasiswa bukan bagian dari program pemilihan rektor.
Di sisi lain, Ricko, salah satu peserta aksi, mempertanyakan soal berita acara. “Sesuai peraturan MWA nomor 3 pasal 18 tahun 2016 bahwa berita acara wajib dikeluarkan. Apakah kami dapat menerima salinannya?” sergahnya. Ricko mendebat, Sulistiowati membantah. “Ini rapat tertutup sehingga berita acara hanya untuk anggota SA dan MWA. Kalau intinya saja, bisa kami sampaikan,” jawabnya.
Masih tidak puas dengan jawaban tersebut, massa aksi meminta jaminan dari ketiga perwakilan sidang untuk menghubungi calon rektor. Permintaan tersebut ditolak oleh Paripurna. Ia menyatakan bahwa mereka tidak bisa menjamin, tetapi akan mengusahakan. “Kami akan tanyakan kesediaan ketiga calon rektor terlebih dahulu. Tidak bisa dipastikan hasilnya,” tuturnya.
Di akhir aksi, Aliansi Mahasiswa UGM memberikan pernyataan sikap. Pertama, Aliansi Mahasiswa UGM kecewa terhadap Sidang SA yang tidak mendengar bahkan belum mengetahui tuntutan mereka dalam proses pengawalan pemilihan rektor. Kedua, tuntutan Aliansi Mahasiswa UGM masih sama, yakni bertemu dan berdialog dengan tiga calon rektor untuk membahas isu-isu kemahasiswaan. “Kami memberikan waktu 1×24 jam kepada perwakilan forum yang menemui mahasiswa hari ini untuk memenuhi janjinya berkomunikasi kepada tiga calon rektor mengadakan dialog aliansi mahasiswa UGM,” ucap Sigit.
Setelah tenggat waktu yang diberikan selesai, Balairung mempertanyakan lanjutan komunikasi dari perwakilan sidang SA dengan Aliansi Mahasiswa UGM. Pep dan Sigit menjawab belum ada kabar lanjutan yang diberikan pihak universitas. “Kami akan terus mendesak diadakannya forum dialog dengan para calon rektor,” tambahnya.
Penulis: Elvira Sundari dan Catharina Maida M
Fotografer: Catharina Maida M
Penulis: Ardhias Nauvaly Azzuhry