Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional pada Selasa (8-3), Aksi Solidaritas dan Audiensi untuk Wadas digelar di depan Kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu–Opak. Aksi ini diikuti oleh rombongan massa dari Wadon Wadas, koalisi advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Aliansi Solidaritas Untuk Wadas (ASUW), dan para mahasiswa. Nyanyian lagu Buruh Tani terus bergema mengiringi aksi yang menuntut audiensi dengan pihak BBWS Serayu–Opak dan pencabutan Izin Penetapan Lokasi (IPL) Desa Wadas.
Massa aksi memulai longmars dari bawah Jembatan Layang Janti pada pukul 11.30 WIB. Tiba di depan gedung BBWS Serayu–Opak, puluhan polisi yang berjaga di dalam gedung menyambut kedatangan massa aksi. Spanduk bertuliskan penolakan terhadap tambang pun turut dibentangkan. Aksi dibuka oleh massa dengan bermujahadah yang dipimpin oleh salah satu perwakilan Wadon Wadas.
Setelah bermujahadah, aksi dilanjutkan dengan orasi dari beberapa massa aksi. Sementara itu, salah satu perwakilan dari ASUW berupaya melakukan audiensi dengan perwakilan pihak BBWS Serayu–Opak. Menurut Fikri selaku Koordinator Umum aksi, ASUW menuntut adanya audiensi dengan pihak BBWS Serayu–Opak sebab tidak adanya langkah progresif dari pemerintah untuk mencabut IPL. “Jadi kita akan menunggu respons BBWS Serayu–Opak walaupun harus menunggu lama,” tegas Fikri.
Para orator mengumandangkan seruan-seruan “Tanah untuk rakyat” dan “Hidup rakyat Wadas” dengan lantang. Salah satunya berasal dari perwakilan Wadon Wadas, yang menyoroti pemberian ganti rugi penambangan kepada warga berupa sejumlah uang. Baginya, pemerintah dalam hal ini BBWS Serayu–Opak tidak mempunyai hati nurani mengingat mereka tidak mengindahkan suara penolakan warga terhadap IPL. Ia juga menegaskan bahwa alam Wadas tidak dapat digantikan dengan uang. “Tanah kami harga mati!” tegasnya di penghujung orasi.
Audiensi yang terus dilakukan tak segera menemui titik terang. BBWS Serayu–Opak enggan menemui massa aksi hingga pergelaran aksi berakhir. Kecewa terhadap sikap BBWS Serayu–Opak tersebut, massa aksi berusaha merobohkan pagar yang dijaga ketat oleh polisi. Banyaknya massa aksi yang mendorong pagar membuat mereka berhasil merobohkannya. “Sebenarnya tidak ada rencana untuk merobohkan pagar. Ini sebagai reaksi dari massa aksi melihat pemerintah yang tidak segera bertindak,” terang Fikri.
Tensi yang kian memanas membuat rombongan Wadon Wadas harus dievakuasi menjauh dari BBWS Serayu–Opak. Beruntungnya, massa aksi kembali kondusif dan aparat kembali masuk untuk menutup pagar kantor BBWS Serayu–Opak. Salah satu massa aksi meluapkan amarahnya dengan membandingkan kerusakan pagar yang dialami BBWS Serayu–Opak dengan kerusakan alam yang akan dirasakan seluruh warga Wadas. “Rusak satu pagar tidak akan seberapa!” ujarnya lantang.
Dalih BBWS Serayu–Opak tidak menemui massa aksi diungkap oleh Wetube Toatubun, salah satu advokat LBH Yogyakarta yang mendampingi warga Wadas. “BBWS Serayu–Opak menyatakan bahwa mereka hanya menjalankan tugas sebagai perantara dan mengikuti putusan kasasi untuk melanjutkan rencana penambangan di Wadas,” jelas Wetube.
Menyangkal dalih yang digunakan oleh BBWS Serayu–Opak, Wandi yang juga tim advokat warga menerangkan jika BBWS Serayu–Opak adalah salah satu pihak yang memprakarsai lolosnya IPL di Wadas. “Bagaimana dia menjalankan tugasnya kalau tidak ada sosialisasi sama sekali mengenai rencana penambangan kepada warga?” tegasnya.
Wetube menilik dalih BBWS Serayu–Opak sama halnya dengan jaminan keamanan yang disampaikan oleh Ganjar. Ia menilai kehadiran Ganjar di Wadas pada 13 Februari lalu hanyalah untuk menaikkan popularitasnya, bukan untuk menyelesaikan persoalan Wadas. Sama seperti yang warga Wadas katakan, menurutnya keamanan dan semua persoalan Wadas hanya akan tercapai jika IPL Wadas dicabut. “Saya bersama advokat LBH lainnya akan tetap membersamai dan menyemangati warga Wadas hingga persoalan Wadas ini selesai,” terang Wetub.
Hingga aksi ini berakhir, pihak BBWS Serayu–Opak tidak juga memberikan tanggapan terkait aksi pembebasan tanah Wadas. Wandi menegaskan bahwa aksi seperti ini akan terus berlanjut hingga suara mereka didengar. “Sampai kapanpun, kalau belum ada kejelasan pencabutan IPL kita akan tetap datang secara rutin,” tegas Wandi.
Selaras dengan Wandi, Umi dari Wadon Wadas menyatakan bahwa kedatangan mereka ke BBWS Serayu–Opak juga sebagai simbol bahwa mereka masih tetap berjuang mempertahankan tanah Wadas. Bukan masalah uang, menurut Umi, hasil bumi dari tanah Wadas merupakan sumber kehidupan mereka. Penolakan ini akan tetap mereka lakukan sampai kapanpun. “Pokoknya kita tetap semangat menolak, untuk kehidupan anak cucu selanjutnya,” pungkas Umi.
Penulis: Estha Gusmalia Kustika, Dhestia Arrizqi Haryanto, dan Sumayya Nur Hanifah
Penyunting: Yeni Yuliati
Fotografer: Winda Hapsari