
©Fauzi/Bal
Menjelang habisnya masa jabatan Panut Mulyono, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), nyatanya masih menyisakan setumpuk pembangunan yang mangkrak di lingkungan universitas. Sebagai respons dari hal ini, diadakan Hearing Rektorat pada Rabu (15-12) secara bauran terbatas di Gadjah Mada University Club Hotel dan Zoom. Acara yang diadakan sebagai penyampai aspirasi formal kepada pimpinan universitas oleh para mahasiswa ini merupakan tindak lanjut dari aksi “Geger Gedhen” yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa UGM beberapa waktu lalu.
Hearing ini dihadiri oleh beberapa pimpinan UGM, seperti Panut Mulyono; Djagal Wiseso Marseno, Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan; Bambang Agus Kironoto, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset; Supriyadi, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Sistem Keuangan, dan Informasi; Suharyadi, Kepala Direktur Kemahasiswaan; beberapa jajaran direksi UGM; dan perwakilan mahasiswa yang tergabung dari beberapa elemen mahasiswa.
Bhram Kusuma, Koordinator Panitia Kerja Pembangunan Fasilitas Kampus, membuka pemaparan isu pembangunan fasilitas kemahasiswaan dengan presentasi identifikasi masalah. “Kami mengharapkan adanya kejelasan realisasi dari kebutuhan fasilitas fundamental bagi kemahasiswaan,” tegas Bhram. Kejelasan yang dimaksud Bhram adalah transparansi informasi garis waktu pengerjaan, desain, dan kendala-kendala yang dihadapi. Selain itu, Bhram juga menegaskan perlu adanya akomodasi pengadaan ruang privat dan ramah difabel.
Dalam presentasinya, Bhram menyatakan terdapat empat kebutuhan yang harus dipenuhi. Pertama, sentra aktivitas pengembangan mahasiswa, yakni Gelanggang Mahasiswa. Kedua, fasilitas kegiatan pengembangan unit kegiatan mahasiswa (UKM) keolahragaan, yakni GOR Pancasila). Ketiga, fasilitas beribadah yang berkeadilan, yakni kawasan kerohanian. Keempat, pengadaan fasilitas ramah difabel dalam setiap bangunan di UGM.
Menanggapi kebutuhan yang pertama, Panut menjelaskan situasi pembangunan Gelanggang Mahasiswa yang mangkrak disebabkan karena adanya perubahan rancangan desain awal. “Perubahan desain ini dimaksudkan dengan penggantian desain yang lebih kekinian, berkonsep pembangunan ramah lingkungan (green building), dan sebagainya,” ujar Panut. Bersama dengan itu, Panut juga mengatakan bahwa segala bangunan yang ada di UGM telah menerapkan pola-pola yang ramah difabel.
Bambang menambahkan pernyataan Panut mengenai situasi pembangunan Gelanggang Mahasiswa yang mangkrak. Menurut Bambang, situasi ini juga disebabkan karena adanya kendala perizinan dari Keraton Yogyakarta pada awal tahun. “Desain awal menyertakan basemen sebagai tempat parkir, lalu diganti karena tidak diperbolehkan oleh Keraton,” ujar Bambang.
Selanjutnya, perihal aktivitas UKM yang dahulu rutin dilakukan di Gelanggang Mahasiswa, Panut menerangkan bahwa pembangunan Gelanggang Mahasiswa yang baru akan tetap mengakomodasi aktivitas UKM. “Akan tetapi, nantinya tidak ada ruang privat yang berupa sekretariat,” jelas Panut.
Jadhug Ario Bhismo, Ketua Forum Komunikasi UKM UGM, mengajukan pertanyaan kepada pimpinan universitas untuk memastikan pernyataan Panut mengenai ruang privat dalam Gelanggang Mahasiswa. Kepastian jawaban Jadhug kemudian dijawab oleh Bambang. “Kalian, mahasiswa milenial, tidak butuh ruang privat apalagi yang bersekat-sekat (sekretariat). Nantinya Gelanggang Mahasiswa akan digunakan sebagai ruang publik yang digunakan bersama atau bergantian,” jelas Bambang.
Menyambung pernyataan Bambang, Panut mengatakan bahwa nantinya Gelanggang Mahasiswa juga akan dibangun dalam konsep ruang kreatif yang bernama Super Creative Hub (SCH). Panut berharap konsep SCH ini dapat menjadi ruang akomodasi mahasiswa dalam pembelajaran kepemimpinan, kewirausahaan, dan kebudayaan. “Untuk sekretariat, kita lihat nanti apakah SCH dapat mengakomodasi itu. Jika tidak, akan kita pikirkan lagi,” tutup Panut dalam pembahasan Gelanggang Mahasiswa.
Sementara itu, menyinggung isu GOR Pancasila, Bambang kemudian menjelaskan alasan tertundanya pembangunan. “Tertundanya pembangunan GOR Pancasila disebabkan adanya masalah di internal di Kementerian Pemuda dan Olahraga yang berperan sebagai pemberi bantuan pembangunan fasilitas olahraga ini,” kata Bambang. Namun, menurut Bambang, kendala ini sudah teratasi sehingga pembangunan berada pada tahap tanda tangan kontrak PT Cipta Perkasa Prima.
Mengenai kawasan kerohanian, Bambang menyebutkan bahwa mahasiswa mengadakan diskusi dengan pimpinan universitas pada 22 November lalu. Namun, untuk menjawab pertanyaan mengenai kendala, Bambang mengatakan bahwa hal ini diakibatkan permasalahan lahan. “Kami telah menyiapkan lahan sekitar 6.000 meter persegi di kawasan perumahan dosen. Namun, proses penggusuran ini tidaklah mudah dan membutuhkan waktu lama,” jelas Bambang. Bambang juga menyebutkan terdapat laboratorium di sekitar kawasan sehingga penggusuran semakin sulit dilakukan.
Bhram kemudian bertanya mengenai transparansi dan keterlibatan mahasiswa dalam pembangunan fasilitas kemahasiswaan. Bhram juga memberikan rekomendasi agar direktorat terkait menyediakan sistem informasi terpadu.
Tanggapan terkait transparansi ini lantas ditanggapi oleh Panut. “Pembangunan bukanlah hal rahasia. Nantinya di situs UGM bisa ditambahkan menu informasi terkait pembangunan fisik di UGM,” jelas Panut. Dalam konteks keterlibatan mahasiswa, Panut mengatakan partisipasi survei dan kajian yang dilakukan mahasiswa akan ditampung. Namun, tambah Panut, perealisasian tersebut akan terhambat karena masa jabatan yang akan segera habis.
Selain isu pembangunan fasilitas kemahasiswaan, juga terdapat lima isu lainnya, yakni pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, implementasi program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka, implementasi Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat, keterlibatan mahasiswa dalam penentuan Uang Kuliah Tunggal, serta layanan konseling finansial mahasiswa. Kelima isu dapat dibaca lebih lanjut dalam Notula Anggita Subekti dan Liputan Clapeyronmedia “Hearing Rektorat sebagai Jawaban atas Tuntutan Aksi ‘Geger Gedhen’”.
Penulis: Fauzi Ramadhan
Penyunting: Muhammad Fadhilah Pradana
Fotografer: Fauzi Ramadhan