Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) melakukan aksi di Pertigaan Gejayan pada Sabtu (9-10). Salah satu tuntutan yang diusung oleh ARB adalah pencabutan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka (Pergub DIY No. 1 Tahun 2021). Peraturan yang ditetapkan pada 4 Januari 2021 ini, dianggap oleh ARB sebagai pembatasan atas hak menyampaikan pendapat sehingga memicu adanya aksi penolakan.Â
Dalam aksi ini, massa menuntut pencabutan Pergub DIY No. 1 Tahun 2021 khususnya terkait lokasi penyampaian pendapat di ruang terbuka. Pada Pergub tersebut, tertulis penyampaian pendapat ini dapat dilaksanakan dengan batas radius lima ratus meter dari titik terluar Istana Negara, Keraton, Kotagede, dan Malioboro. “Pergub ini mencederai asas demokrasi,” ungkap Bagas Damar Jati, salah satu anggota Tim Kajian UGM. Bagas mengatakan, penyampaian pendapat di muka umum sulit dilakukan karena adanya peraturan ini. Ia menerangkan, keberadaan kantor pemerintahan di kawasan Malioboro memudahkan masyarakat untuk berbicara langsung dengan birokrat.Â
Bagas menegaskan, tuntutan atas Pergub No. 1 Tahun 2021 diusung untuk menjaga marwah demokrasi. Menurutnya, semua orang seharusnya bebas berpendapat apabila berpedoman pada asas demokrasi. “Masyarakat perlu mengetahui Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021 dan menyadari bahwa peraturan ini adalah bentuk represi,” tegasnya.Â
“Berdasarkan pengkajian yang kami lakukan, peraturan ini secara tidak langsung termasuk ke dalam pembungkaman,” tegas Surya, salah satu anggota Tim Kajian Aksi. Ia berpendapat bahwa hak menyampaikan pendapat termasuk ke dalam hak dasar manusia. Ia menambahkan, rakyat perlu menyampaikan dan meminta pertanggungjawaban kepada wakil rakyat.Â
Surya mengatakan, landasan yang dipakai untuk melarang aksi di Malioboro tidak cukup kuat. Landasan yang dimaksud adalah pelarangan aksi karena Malioboro adalah kawasan pariwisata. Ia menjelaskan, aksi dilakukan di kawasan Malioboro karena kantor pemerintahan Yogyakarta berada di sana.
Sehubungan dengan larangan aksi, Danang Kurnia Awami, anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengatakan bahwa kawasan Malioboro merupakan sentra pemerintahan Yogyakarta. LBH mengkritisi Pergub DIY No. 1 Tahun 2021 karena peraturan tersebut membatasi penyampaian pendapat di ruang publik. Selain itu, Danang berpendapat, batasan jarak untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang ditetapkan dalam peraturan tersebut tidak jelas. “Bagaimana cara menyampaikan pendapat apabila terhalang oleh peraturan ini?” resahnya.Â
Danang mengungkapkan, Aliansi Rakyat Demokrasi Yogyakarta, LBH, dan lembaga-lembaga lainnya telah melakukan pelaporan terkait penggusuran massa aksi kepada Ombudsman. Namun, sampai saat ini laporan tersebut belum mendapatkan tindak lanjut. Tambahnya, LBH juga berencana untuk melaporkan peraturan ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Jangan sampai ruang bersuara kita dibatasi,” pungkasnya.Â
Reporter: Alfi Sakti Alamsyah, Ardhias Nauvaly Azzuhry, Elvinda F S, Farah Ramadanti, Jovita Agnes, M.Ihsan Nurhidayah, Nabila Hendra N A, Sofiana Martha Rini, Yeni Yuliati
Penulis: Elvinda F S
Penyunting: Deatry Kharisma Karim