Minggu (27-06), setelah lebih dari setahun, para pedagang Sunday Morning (Sunmor) UGM melakukan aksi berjualan kembali di sepanjang Lembah UGM. Aksi yang bertajuk “Pasar Tangguh Sunmor” merupakan bentuk protes akibat tidak diberikannya izin pembukaan Sunmor di tengah pandemi COVID-19 oleh pihak UGM. Padahal, pusat perbelanjaan lain telah memperoleh izin untuk dibuka kembali. Hal itu diungkapkan oleh Tondy selaku Sekretaris Perkumpulan Pedagang Sunday Morning (PPSM).
Pelaksanaan Pasar Tangguh Sunmor dilakukan dengan menaati protokol kesehatan berupa pengecekan suhu tubuh dan penggunaan hand sanitizer di dua titik, yaitu area masuk dan keluar. Pembukaan Pasar Tangguh Sunmor ini, pada rencana awalnya, melibatkan 220 pedagang. Jumlah ini dapat terbilang sedikit jika dibandingkan jumlah pedagang Sunmor yang berjualan di masa sebelum pandemi yang dapat mencapai angka seribu pedagang. “Pembatasan jumlah pedagang ini ditujukan supaya pedagang tidak saling berhimpitan dan juga mencegah keramaian,” tutur Tondy.
Vakumnya Sunmor selama kurang lebih satu tahun diakibatkan penutupan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah dan juga UGM selaku pemilik wilayah Sunmor. Selama penutupan tersebut, para pedagang Sunmor UGM tidak diberikan kejelasan mengenai kapan akan dibukanya kembali Sunmor. Beberapa pedagang mengeluhkan bahwa hal ini menjadi bermasalah ketika perekonomian mereka tidak dijamin selama mereka tidak berdagang. Ketidakjelasan tersebut memantik keresahan beberapa pedagang untuk menekan pembukaan kembali Sunmor.
Menurut Tondy, pihak PPSM bersama para pedagang sudah berusaha melakukan negosiasi dengan berbagai pihak terkait, salah satunya melalui audiensi. “Saya sudah mengirim surat berkali-kali ke pihak UGM dan kelurahan, tetapi sampai sekarang belum ada respons,” jelas Tondy. Nihilnya respons dari berbagai pihak terkait memaksa PPSM dan para pedagang Sunmor untuk membuka kembali Sunmor. Harapannya, Sunmor dapat memfasilitasi para pedagang untuk memperoleh penghasilan di tengah pandemi.
Selain pelarangan pembukaan Sunmor, faktor ekonomi juga menjadi poin penting yang melatarbelakangi aksi Pasar Tangguh Sunmor. Beberapa pedagang Sunmor mengeluhkan bahwa ditutupnya Sunmor selama pandemi berpengaruh kepada sumber pencaharian mereka. “Kita tidak dapat sepenuhnya bergantung kepada bantuan pemerintah, meskipun pemerintah sudah berupaya,” ujar Chichi, salah satu pedagang baju. Menurutnya, Sunmor dapat tetap berjalan di tengah pandemi jika diiringi dengan pengetatan protokol kesehatan.
Senada dengan Chichi, Kresna selaku pedagang kaus kaki di Sunmor berpendapat bahwa protokol kesehatan sudah berjalan dengan baik. Dengan begitu, pelaksanaan Sunmor seharusnya tetap dapat berjalan. “Mungkin idealnya bisa menggunakan sistem ganjil genap, biar waktu berjualan antarpedagang lebih longgar,” ucapnya. Kresna pun turut menekankan kembali pentingnya Sunmor bagi para pedagang, terutama pada faktor ekonomi. Ia menceritakan bahwa masih banyak pedagang yang menggantungkan perekonomiannya dengan berdagang di Sunmor tiap minggunya.
Ia juga menuturkan bahwa pedagang Sunmor mempunyai beberapa harapan terkait dengan aksi Pasar Tangguh Sunmor. Salah satunya, meskipun baru sedikit jumlah pedagang yang terlibat, aksi ini dapat menjadi langkah awal dibukanya kembali Sunmor. “Semoga melalui aksi ini segera mendapat respons dari pihak pihak terkait,” tutur Kresna.
Meskipun berjalan relatif lancar, pihak kepolisian bersama dengan SKKK UGM datang pukul 09.00 untuk membubarkan Pasar Tangguh Sunmor. Pedagang yang berjualan pun mulai mengemasi barang dagangannya dan berbondong-bondong pulang. Suci, salah satu pengunjung Sunmor, bersimpati terhadap dibubarkannya Pasar Tangguh Sunmor. “Tadi sempat dengar banyak pedagang yang mengeluhkan kalau belum balik modal,” ucapnya.
Meski harus bubar lebih awal, beberapa pedagang menanggapi positif aksi Pasar Tangguh Sunmor. Salah satunya adalah Kresna. “Setidaknya sudah menghibur hati bisa buka walaupun sebentar,” ucapnya.
Penulis: Renova Zidane Aurelio
Penyunting: Bangkit Adhi Wiguna
Fotografer: Dian Aris Munandar