Rentetan bencana alam yang kian marak terjadi di Indonesia pada awal tahun 2021 mendorong Komunitas Indonesian Climate Change Initiative (ICCI) mengadakan diskusi daring melalui Zoom pada Sabtu (13-03). Diskusi daring bertajuk “Deforestation, Land Use Change, and Extreme Weather” ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Hero Marhaento, Dosen Fakultas Kehutanan UGM; Bayu Dwi Apri Nugroho, Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM; dan Yesi Christy Ullna, Forecaster Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat.
Mengawali diskusi, Hero memaparkan bahwa dalam lima belas tahun terakhir, sebanyak 80% persen bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang terkait dengan hidrologi, klimatologi, dan cuaca. Ia menambahkan bahwa bencana hidrometeorologi selalu terjadi karena dua penyebab utama, yaitu perubahan iklim dan alih fungsi lahan. Oleh karena itu, bencana banjir termasuk di dalamnya.
Menurutnya, penyebab banjir dapat dianalogikan seperti keran dan ember, keran melambangkan curah hujan dan ember melambangkan daerah resapan air. Hero melanjutkan, ember di Indonesia tidak berfungsi optimal, sehingga tidak dapat menampung kucuran dari keran. Ia menilai bahwa Indonesia memiliki banyak ember, tetapi kapasitasnya berkurang banyak akibat deforestasi besar-besaran.
Hero menambahkan, bahwa terganggunya Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan akibat dari banyaknya kandungan sedimentasi yang masuk, sehingga DAS menjadi semakin dangkal dan tidak mampu lagi menampung air yang masuk. Oleh karena itu, menurut Hero, penting untuk mengatur konservasi tanah dan air pada areal-areal pertanian dan kawasan permukiman. Ia juga menguraikan bahwa hutan berperan penting dalam siklus hidrologi, karena berfungsi sebagai regulator air yang menghalang air langsung menghantam bumi. “Kalau hutan hilang dan menjadi tanah terbuka, air yang jatuh akan terbuang dan berisiko banjir dan kekeringan karena tidak memiliki cadangan air tanah,” tegasnya.
Melengkapi penjelasan Hero, Bayu menjelaskan upaya mitigasi dan adaptasi dari sektor pertanian. Ia memaparkan bahwa perubahan iklim dapat terjadi karena aktivitas manusia yang selalu menghasilkan emisi. Bayu berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan dan menurunnya ketersediaan air, sehingga berpengaruh pada penurunan produksi pangan. “Fenomena cuaca ekstrem ini yang memaksa adanya inovasi teknologi, agar laju pertumbuhan produksi pangan tidak semakin menurun,” imbuhnya.
Dalam menghadapi cuaca ekstrem yang tidak dapat dihindari, Bayu menguraikan tiga strategi mitigasi dari sektor pertanian. Pertama, program aksi adaptasi pada sub sektor tanaman pangan. Kedua, program aksi mitigasi pada sub sektor perkebunan melalui pengembangan teknologi ramah lingkungan dan penurunan emisi gas rumah kaca. Ketiga, sub sektor lain melakukan adaptasi dan mitigasi dengan prioritas pencapaian sasaran pembangunan.
Senada dengan para pembicara sebelumnya, Yesi mengafirmasi bahwa sebenarnya mayoritas bencana yang terjadi di Indonesia memang masuk ke dalam kategori bencana hidrometeorologi. “Banyaknya air dan curah hujan itu mengindikasikan potensi sumber daya, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, air ini juga sebenarnya menyimpan potensi bencana,” ujarnya.
Yesi menuturkan, bencana hidrometeorologi yang terjadi memang terdapat indikasi-indikasi kontribusi dari perubahan iklim. Namun, perubahan iklim dan potensi bencana tersebut dapat diprediksi dengan memanfaatkan teknologi. Yesi menyampaikan bahwa BMKG mengembangkan teknologi dengan melihat kondisi dan kualitas indeks monsun. Ia menunjukkan upaya BMKG untuk meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat soal potensi bencana, yaitu dengan sosialisasi melalui sosial media serta diluncurkannya aplikasi INFO BMKG dan website signature.bmkg.go.id.
Di penghujung webinar, para narasumber menyampaikan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi sekaligus menanggulangi terjadinya bencana. Hero menyampaikan bahwa masyarakat harus memahami konsep analogi keran dan ember untuk mengontrol bencana hidrologi. Adapun untuk memperlambat perubahan iklim, Bayu menyampaikan hal-hal yang sederhana seperti menghindari penggunaan kendaraan motor yang berlebihan, penggunaan kantong plastik, dan efisiensi energi.
Penulis: Siti Nurjanah, Jovita Agnes, Viola Nada Hafilda
Penyunting: Akmal Prantiaji
Fotografer: Fairuz Azzura Salma