
©Harits/Bal
Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) berkumpul di Boulevard Universitas Negri Yogyakarta (UNY) pada Senin (5-10) sore. Setelah membentuk barisan, mereka mulai berjalan menuju Pertigaan Gejayan yang terletak di Jalan Affandi, Yogyakarta. Selama berjalan, nyanyian dan yel-yel terus dikumandangkan massa aksi. Sesampainya di pertigaan Gejayan, massa aksi memblokade jalan dengan berdiri secara melingkar.
Aksi ini merupakan respons ARB terhadap rapat paripurna DPR yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-undang. Mulanya, ARB sendiri akan melaksanakan aksi menolak RUU Ciptaker pada Kamis (8-10), sesuai dengan jadwal rapat paripurna DPR. Namun, karena pembahasan RUU Ciptaker dipercepat, ARB langsung menggelar aksi untuk menolaknya.
Di Pertigaan Gejayan, massa aksi menyanyikan lagu dan berorasi secara bergantian. Dalam orasinya, Revo mengatakan bahwa percepatan pembahasan RUU Ciptaker menunjukkan DPR telah mengkhianati rakyat. Ia melihat bahwa pemerintah seharusnya memprioritaskan penanganan pandemi COVID-19 secara serius, bukan malah mengesahkan RUU Ciptaker. “Apa yang dilakukan DPR hari ini adalah bukti bahwa mereka tidak berpihak kepada rakyat,” ujarnya.
Saat aksi ini dilaksankan, ratusan buruh dari Tanggerang dan Bekasi yang tergabung dalam beberapa organisasi dihadang aparat kepolisian di tengah perjalanan menuju Jakarta. Dalam orasinya, Aldi, seorang massa aksi, mengatakan bahwa penghadangan tersebut menunjukkan TNI dan polisi tidak mendukung perjuangan rakyat. “Hari ini, TNI dan polisi tidak hanya menindas rakyat Papua, tapi juga menindas rakyat Indonesia,” tegasnya.
“Tentang sampai tumbang, jegal sampai gagal, tolak Omnibus Law!” terus dikumandangkan massa aksi. Di tengah penyampaian orasi, terdengar teriakan dari seorang massa aksi yang mengabarkan bahwa RUU Ciptaker sudah disahkan oleh DPR. Mendengar informasi tersebut, massa aksi langsung mengambil ban bekas dan membakarnya di tengah Pertigaan Gejayan. Rizky, salah seorang massa aksi, mengatakan bahwa pembakaran ban tersebut merupakan wujud kemarahan massa aksi. “Setelah RUU Ciptaker sudah disahkan, kita tak perlu lagi percaya dengan yang namanya DPR atau pemerintah,” kata Rizky.

©Harits/Bal
Menyikapi pengesahan mendadak RUU Ciptaker, ARB mengeluarkan rilis sikap yang terdiri atas empat poin. Poin-poin tersebut dibacakan oleh Revo dan Lusi, humas ARB. Pertama, aksi ini merupakan respons ARB terhadap pengebutan pembahasan RUU Ciptaker yang tidak menghiraukan gelombang protes masyarakat luas. Kedua, ARB akan terus menolak RUU Ciptaker tanpa kompromi, baik melalui jalur litigasi maupun nonlitigasi. Ketiga, ARB mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam serangkaian solidaritas dan pengawalan terhadap penolakan RUU Ciptaker. Keempat, ARB berkomitmen untuk tetap mengawal tujuh tuntutan aksi sebelumnya yang sudah disuarakan pada Minggu (16-8).
Revo dan Lusi mengatakan bahwa penolakan terhadap RUU Ciptaker didasarkan pada tidak dibukanya ruang partisipasi publik dalam proses perumusannya. “Kita akan terus melangsungkan serangkaian aksi sampai RUU Ciptaker dibatalkan,” ungkap Revo dan Lusi. Mereka juga mengatakan bahwa pemerintah tidak menghiraukan kritik, masukan, serta bermacam protes yang telah dilakukan oleh masyarakat.
Yance, massa aksi yang berasal dari Papua, melihat bahwa pengesahan RUU Ciptaker akan semakin menyengsarakan rakyat Papua. Yance menilai bahwa RUU Ciptaker semakin mempermudah investasi masuk ke Papua. “RUU Ciptaker ini tak ubahnya MP3EI yang sudah disahkan saat zaman SBY dulu,” katanya. Oleh karena itu, sebagai rakyat Papua, Yance secara tegas menolak pengesahan RUU Ciptaker.
Sam, seorang pedagang buah di Jalan Gejayan, turut menanggapi jalannya aksi hari ini. Karena aksi berlangsung secara mendadak, Sam merasa kaget. Meskipun begitu, Sam tidak mempermasalahkannya. “Demi kebaikan bangsa, saya kira tidak masalah,” katanya.
Sekitar pukul 19.15 WIB, polisi yang berjaga di Pertigaan Gejayan meminta massa aksi untuk membubarkan diri. Sempat terjadi adu mulut antara massa aksi dengan pihak polisi. Polisi pun membuka jalan yang sebelumnya telah diblokade massa aksi. Setelah berupaya untuk terus bertahan di Pertigaan Gejayan, massa aksi akhirnya mundur ke Boulevard UNY sekitar pukul 19.35 WIB. Setelah bersepakat untuk melakukan aksi pada hari Kamis (8-10), massa aksi membubarkan diri.
Penulis: Harits Naufal Arrazie
Penyunting: Fahmi Sirma Pelu