Senin (26-10), BEM Fakultas Hukum Universitas Pattimura yang bekerja sama dengan Everidea Education menyelenggarakan seminar daring yang bertajuk “A New Era: Women and Leadership”. Seminar ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Marsya Nurmaranti, Direktur Eksekutif Indorelawan; Tita Djumaryo, Pendiri Ganara Mariberbagi Seni; Dian Onno Wulandari, Co-Founder Instellar dan Womenwill Lead Google Business Group Jakarta. Jalannya seminar dipandu oleh Revency Vania Rugebregt, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Seminar yang dihadiri oleh lebih dari tiga ratus orang ini membahas tentang kepemimpinan perempuan dalam melawan stereotip gender di Indonesia.
Adanya stereotip gender di Indonesia menyebabkan kedudukan perempuan dipandang lebih rendah daripada pria. Stereotip ini memunculkan istilah glass ceiling, yaitu fenomena sosial ketika perempuan mengalami hambatan tak kasat mata untuk berkarier. Hambatan ini juga dapat terjadi karena adanya prasangka, bias, ataupun societal barrier yang berkembang di masyarakat. Societal barrier didefinisikan sebagai kondisi dalam lingkungan yang menghambat potensi seseorang sehingga menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi seseorang. Oleh karena itu, para narasumber berusaha menghilangkan fenomena glass ceiling dan hambatan lainnya untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa memimpin dan berkarya.
Sebagai pembuka, Marsya memberikan contoh mengenai stereotip gender yang ada. Menurutnya, perempuan yang ambisius sering kali dianggap aneh dan tabu di lingkungan kerjanya. Stereotip tersebut memunculkan istilah impostor syndrome, yaitu sindrom penyemu yang mengakibatkan gangguan ketidakpercayaan diri ketika memimpin suatu kelompok. Fenomena ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk dapat mematahkan bias gender dalam dunia profesionalitas.
Selain sindrom penyemu, seringkali perempuan dihadapkan dengan stereotip yang memandangnya sebagai makhluk yang lemah dan emosional dalam memimpin. Kombinasi kedua pengaruh tersebut dapat mengganggu kualitas perempuan dalam memimpin. “Padahal, perempuan memiliki kompetensi yang penting dalam memimpin, yaitu empati,” tutur Marsya. Dengan empati, pemimpin dapat memahami permasalahan anggotanya sehingga ia dapat memberikan dukungan yang berarti untuk meningkatkan kinerja anggotanya. Marsya menambahkan bahwa empati juga menjadi pembeda antara pemimpin yang baik dengan pemimpin yang buruk.
Dewasa ini, perempuan juga berperan aktif dalam bidang kewirausahaan. Pada 2016, International Finance Corporation menyatakan bahwa terdapat 30.600.000 perempuan yang berwirausaha di Indonesia. Angka tersebut merupakan angka tertinggi se-Asia Tenggara. Sayangnya, menurut data dari Angel Investment Network Indonesia pada tahun 2018, sejumlah 30.253.189 dari usaha tersebut merupakan jenis usaha mikro. Berdasarkan data tersebut, Dian menginterpretasikan bahwa kepemimpinan perempuan dalam skala perusahaan di Indonesia belum memiliki pengaruh yang signifikan.
Dian menyampaikan tiga tantangan utama yang harus dihadapi oleh perempuan Indonesia dalam berwirausaha. Pertama, minimnya akses pendidikan kewirausahaan oleh perempuan di beberapa daerah di Indonesia. Kedua, permasalahan pendanaan. Ketiga kurangnya kepercayaan diri untuk mendorong potensi berwirausaha. Dian juga mengatakan bahwa perempuan dapat memaksimalkan potensi kepemimpinannya apabila mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Senada dengan pernyataan Dian, Tita menambahkan bahwa keluarga memiliki peran besar dalam mengembangkan potensi perempuan. Bagi Tita, Ayahnya merupakan sumber inspirasi utamanya dalam berkesenian. “Sayangnya, seniman di Indonesia masih dipandang sebelah mata, terlebih lagi seniman perempuan,” jelas Tita. Oleh karena itu, pemahaman mengenai konsep kesetaraan harus ditanamkan untuk memberikan kesempatan pada perempuan agar dapat berekspresi sesuai potensinya. “Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kapasitas yang sama dalam hal kepemimpinan dan berkarya,” pungkas Tita.
Terakhir, dalam rangka mengukuhkan peran perempuan, Dian dan Tita juga ikut andil dalam memberdayakan perempuan. Mereka mendorong perempuan untuk berkarya dengan mencanangkan berbagai program pelatihan dalam bidang wirausaha. Hal ini sejalan dengan usaha menghidupkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dimiliki oleh perempuan di seluruh wilayah di Indonesia. Program pelatihan ini mencakup literasi digital, digital marketing, dan pengembangan keahlian. Adanya program-program tersebut diharapkan dapat membantu mendorong kepercayaan diri perempuan dalam menunjukkan eksistensinya di bidang wirausaha.
Penulis: Amarapallevi, Achmad Hanif Imaduddin, Zhafira Putri Salsabilla (Magang)
Penyunting: Syifa Hazimah H.A.
Fotografer: Winda Hapsari (Magang)