Sekitar pukul 14.20 WIB di Jalan Medan Merdeka Barat, mobil water cannon mulai menembakkan air kepada massa aksi. Saat itu sedang terjadi aksi cabut UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat di Jakarta pada Kamis (8-10). Massa aksi yang berkumpul di depan Patung Kuda dihadang jalannya menuju Istana Negara oleh polisi. Sambil meneriakkan yel-yel, massa aksi berjalan mendekati blokade polisi. Dua menit kemudian, gas air mata pertama ditembakkan.
Asap menguar dari selongsong gas air mata. Massa aksi pun terpecah. Beberapa massa aksi spontan mengamankan diri ke Jalan Budi Kemulyaan III di sebelah barat Patung Kuda. Beberapa massa aksi terkulai akibat tidak kuat menghirup gas air mata. Massa aksi juga terlihat saling papah satu sama lain dan mencari air untuk mengguyur mata mereka yang terkena gas air mata. Di Air Mancur Thamrin, massa aksi dalam jumlah yang lebih besar terpecah, sebagian mengamankan diri ke Jalan Medan Merdeka Selatan, sebagian lagi mundur ke Jalan M. H. Thamrin. Hampir seluruh massa aksi terlihat mengoleskan pasta gigi di pelupuk mata mereka untuk meredam rasa perih yang ditimbulkan akibat gas air mata.
Terdapat banyak korban luka dari pihak massa aksi. Ali Rahman bersama teman-temannya sedang berada di garis depan massa aksi saat kepalanya terkena lemparan batu dari oknum yang tidak dikenal. Kepalanya bocor dan mengeluarkan darah. Ali kemudian ditolong oleh Ibu-ibu yang sengaja datang untuk membantu massa aksi. Sembari diobati oleh Paramedis Jalanan, Ibu-ibu itu kemudian membasuh mukanya Ali, memberikan roti dan teh hangat. “Kami merasa tergerak karena anak-anak ini nantinya jadi penerus bangsa,” ucap salah seorang ibu yang membantu. Salah seorang korban lainnya ialah Gilang, pekerja toko retail dari Bekasi. Gilang terkena ledakan tabung gas air mata tepat di kaki kirinya saat menghadiri aksi di dekat Patung Kuda.
Pukul 15.04 WIB, pos polisi Patung Kuda dibakar massa aksi yang kesal akibat tindak represif polisi. Pembatas jalan di sekitaran Air Mancur Thamrin turut dibakar massa aksi. Kepulan asap hitam dan gas air mata bercampur di udara. Sementara beberapa massa aksi kembali mendatangi blokade polisi sambil bernyanyi, “Tugasmu mengayomi!”, sebagian besar massa aksi terdorong mundur ke arah Jalan M. H. Thamrin. Sembari mundur, beberapa massa aksi yang kesal terhadap tindak represif polisi tersebut berupaya mendobrak pagar dan melempari gedung Kementerian Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM) dengan batu. Kaca depan gedung itu pun pecah.
Pukul 16.05 WIB, polisi secara mendadak mengepung massa aksi dari Jalan Kebon Sirih dan menembakkan gas air mata. Massa aksi yang berada di Jalan M. H. Thamrin langsung berlarian ke Jalan H. Agus Salim. Di sana, polisi kembali menembakkan gas air mata. Suara letusan terus terdengar.
Korban yang terkena gas air mata tidak hanya massa aksi. Sepasang orang tua pengendara motor yang kebetulan melintas juga menjadi korban. Massa aksi dan pedagang di sekitar Jalan H. Agus Salim secara spontan memberikan air dan pasta gigi sebagai pertolongan pertama. Kiki, massa aksi dari Universitas Mercu Buana mengatakan bahwa polisi menembakkan gas air mata tanpa pandang bulu. “Bahkan warga sekitar yang bukan massa aksi juga terkena dampaknya,” tuturnya.
Selama hampir satu jam, massa aksi di Jalan H. Agus Salim terus dipukul mundur ke perempatan KH. Wahid Hasyim dengan tembakan air dari mobil water cannon dan gas air mata. Massa aksi yang berkerumun di perempatan KH. Wahid Hasyim mulai bergabung dengan massa aksi lain yang berada di perempatan Sarinah. Sekitar pukul 17.09 WIB, terdapat imbauan dari salah satu koordinator aksi mahasiswa untuk membubarkan aksi. Dia juga mengimbau massa aksi untuk berhenti melakukan pengrusakan terhadap fasilitas umum. “Itu halte bus, bukan gedung DPR. Tidak bakal pengaruh ke DPR kalau itu dibakar,” ucapnya.
Sore itu, setelah pukul 17.30 WIB, ketegangan antara massa aksi dan polisi di Sarinah mulai mereda. Salah seorang massa aksi bahkan mengajak polisi untuk sholat Magrib bersama. Massa aksi dan polisi terlihat berdialog di perempatan Sarinah. Ibrahim, mahasiswa Universitas Brawijaya menjelaskan, sebelum membubarkan diri, massa aksi secara bersama-sama menyuarakan tuntutannya. “Tapi saya belum puas karena belum sampai tujuan kita, bahkan belum bisa didengarkan oleh pejabat-pejabat publik yang kita pilih,” ucapnya.
Sekitar pukul 18.00 WIB akses jalanan sudah terbuka kembali, banyak kendaraan melewati Sarinah tanpa halangan yang berarti. Massa aksi yang kelelahan pun terlihat beristirahat di pinggir jalan. Halte Transjakarta BI, Sarinah, Bundaran HI, dan Thamrin juga terbakar. Pecahan kaca, bongkahan batu, dan selongsong peluru gas air mata berserakan di jalan. Dinding-dinding sepanjang jalan M. H. Thamrin dipenuhi coretan cat semprot, di antaranya “Butuh Badut, Panggil DPR!”, “DPR Bego!” hingga “Polisi Pembunuh!”
Reporter: Alfredo Putrawidjoyo dan Alysia Noorma Dani
Penulis: Rizal Zulfiqri
Penyunting: Harits Naufal Arrazie