Senin (9-3) massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) menghelat aksi bertajuk “Rapat Rakyat, Mosi Parlemen Jalanan” untuk menolak omnibus law. Aksi yang dilancarkan di Pertigaan Gejayan ini diikuti oleh ribuan orang yang terdiri dari mahasiswa, buruh, kelompok studi, organisasi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Dalam rilis kajiannya, ARB menganggap bahwa pemerintah tidak pernah memberikan transparansi informasi kepada masyarakat luas, khususnya kaum buruh, terkait rencana pembuatan omnibus law. Padahal, menurut perundang-undangan yang berlaku, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang utuh dan jelas. Selain itu, kebutuhan pembentukan omnibus law bukan datang dari usulan masyarakat, melainkan kaum elit yang menghendaki adanya satu regulasi khusus untuk lebih melindungi investasi modal dan menyingkirkan segala hal yang menghambatnya.
Dani Eko Wiyono, ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menilai bahwa terdapat banyak pasal yang meresahkan para buruh. âTerutama pasal yang berkaitan tentang tenaga kerja asing dan upah per jam,â ungkapnya. Ia juga mengatakan bahwa SBSI resmi menolak omnibus law dengan menggelar konferensi pers pada tanggal 19 Februari 2020.
Penolakan juga diserukan oleh Forum Komunikasi Buruh Bersatu (FKBB) DIY-Jawa Tengah (Jateng) yang menganggap klaster ketenagakerjaan pada omnibus law jauh lebih buruk dari UU No. 13 tahun 2003. Menurut Ali, koordinator FKBB DIY-Jateng, sistem upah akan diganti dengan upah per jam di dalam omnibus law. Ia menambahkan, di dalam omnibus law tidak ada jaminan untuk menjadi pekerja tetap. âPemberlakuan outsourcing selama ini saja masih sering dilanggar, apalagi kalau ada omnibus law,â ujarnya. Ia juga mempersoalkan dana pensiun yang hanya dihitung oleh perusahaan tanpa campur tangan pemerintah. Dalam aturan omnibus law, buruh hanya akan mendapatkan enam kali upah bulanan mereka.
Senada dengan Ali, Husein selaku perwakilan dari Departemen Pengembangan Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) korwil Jateng-DIY juga menganggap bahwa omnibus law sangat merugikan buruh. Sebab, negara abai terhadap hak-hak buruh, misalnya terkait status kerja. Buruh akan terikat âperjanjian kerja bersamaâ dengan perusahaan tempatnya bekerja tanpa ada campur tangan pemerintah. Husein mengatakan, Serbuk sudah melancarkan aksi pada 26 Februari 2020 di Nol Kilometer Yogyakarta. “Kita jelas akan mengawal terus sampai RUU ini dibatalkan,” tegasnya.
Seorang penjaga warung buah dekat Pertigaan Gejayan, Kolis, mengatakan bahwa ia mendukung tuntutan aksi massa ARB perihal ketenagakerjaan. Menurutnya, aturan tersebut penting karena nasib buruh dipertaruhkan. “Saya kan juga buruh, maka saya mendukung tuntutan aksi tersebut,” jelasnya. Kolis berharap agar aksi ini dapat ditanggapi oleh pemerintah.
âKetika reformasi dikorupsi, darurat daulat, maka rakyat menggugat!,â teriak Sultan Farras, salah satu perwakilan mahasiswa sekaligus Ketua BEM UGM. Sultan mengatakan dalam orasinya bahwa usaha menggagalkan omnibus law ini dilakukan demi mewujudkan ekonomi yang berkeadilan. Menurutnya, kebijakan pemerintah seharusnya berpihak untuk kesejahteraan rakyat dan perlindungan pekerja, bukan pada ekonomi yang ramah investasi.Â
Selain itu, fokus tuntutan yang mewakili pekerja perempuan disuarakan oleh Ulya Niami Efrina Jamson, perwakilan kelompok studi Lavender. Ia mengatakan bahwa aturan cuti, baik cuti haid maupun cuti melahirkan, dalam omnibus law akan menjadi hal yang paling merugikan. Perempuan yang berprofesi sebagai dosen ini menganggap bahwa dosen merupakan bagian dari buruh yang juga perlu menolak omnibus law. âMeskipun tidak terdampak, apabila satu sektor pekerja dirugikan oleh omnibus law, maka pekerja yang lain juga tetap harus turun untuk mendukung mereka,â tegasnya. Ulya mengapresiasi kelanjutan aksi Gejayan Memanggil yang melibatkan berbagai kalangan untuk menggugat kebijakan-kebijakan pemerintah.
Tidak hanya tuntutan mengenai ketenagakerjaan, melalui aksi “Rapat Rakyat, Mosi Parlemen Jalanan”, ARB menyampaikan enam tuntutan lainnya. Pertama, gagalkan omnibus law (RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara, dan RUU Kefarmasian). Kedua, dukung pengesahan RUU P-KS dan Tolak RUU Ketahanan Keluarga. Ketiga, memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan seluruh lembaga negara yang mendukung pengesahan omnibus law. Keempat, mendukung penuh mogok nasional dan menyerukan kepada seluruh elemen rakyat untuk terlibat aktif dalam mogok nasional tersebut. Kelima, lawan tindakan represif aparat dan ormas reaksioner. Keenam, rebut kedaulatan rakyat, bangun demokrasi sejati.
Reporter: Affan Asyraf, Ardhias Nauvaly, Ayu Nurfaizah, Hanif Janitra, Isabella, M. Rizqi Akbar, Naufal Ridhwan Aly, Muhammad Fadhil, Rasya Swarnasta, Rizal Zulfiqri
Penulis: Nadia Intan Fajarlie
Penyunting: Fahmi Sirma Pelu
Fotografer: Anas Fitra