Ciri khas arsitektur kolonial bergaya indis sangat tampak dari fasad bangunan Museum Sandi. Bangunan yang terdiri dari dua lantai ini diapit oleh pendopo dan perpustakaan. BALAIRUNG berkesempatan mengunjungi Museum Sandi pada hari Sabtu (07-03). Tampak lobi museum berada di sebuah ruang yang berbentuk kotak dengan dua pintu saling berhadapan di kedua sisinya. “Ingatlah bahwa, kechilafan satu orang sahaja tjukup sudah menyebabkan keruntuhan negara.” Kalimat tersebut terpampang di permukaan sebuah batu yang terletak di antara kedua pintu tersebut.
Stiker jejak kaki warna-warni menempel di lantai sebagai tanda rute yang harus dilalui. Sebelum menjelajahi museum, pengunjung diminta mengisi daftar tamu di meja resepsionis yang terletak di sebelah kanan dari pintu masuk. Sedangkan di sebelah kiri, terdapat anak tangga untuk naik ke lantai dua. Seorang pria berbaju batik berdiri di belakang meja resepsionis. Ia adalah edukator museum yang berjaga waktu itu, Irawan Haris.
Haris datang menyapa dengan senyum hangat di wajahnya, ia kemudian menyodorkan secarik kertas yang merupakan sekumpulan pedoman sandi Caesar. Kemudian ia mendemonstrasikan cara untuk menggunakan sandi tersebut. “Semua pengunjung Museum Sandi kami sebut sebagai pengguna layanan Museum Sandi,” kata Haris.
Museum Sandi merupakan satu-satunya museum persandian di Asia. Di dunia, hanya terdapat tiga museum persandian, yakni berada di Amerika Serikat, Inggris, dan Indonesia. Museum Sandi merupakan realisasi dari rekomendasi para ahli sandi senior yang menyusun buku persandian pada tahun 1991. Rekomendasi tersebut mulai banyak dilakukan, mulai pembangunan Monumen Sanapati, hingga napak tilas perjuangan ahli sandi dalam Agresi Militer II. Setelah itu, pendirian museum baru mulai dikerjakan.
Pada tanggal 29 Juli 2008, Museum Sandi berdiri di Yogyakarta dengan menempati satu lantai di Museum Perjuangan Yogyakarta. Kemudian, pada tanggal 29 Januari 2014, Museum Sandi dipindahkan ke Kotabaru. Saat ini, Museum Sandi berada di bawah Badan Siber dan Sandi Negara.
Museum Sandi terdiri dari empat ruang yang memuat koleksi. Dua ruang di lantai satu dan dua ruang lagi di lantai dua. Di bagian luar, terdapat perpustakaan, ruang komunitas, dan aula. Ruang komunitas dan aula dapat dipinjamkan secara gratis dengan syarat mengirimkan surat perizinan terlebih dahulu.
Setelah mendapat penjelasan mengenai Museum Sandi di lobi, kami kemudian dipandu menuju ruang perkenalan. Di ruang tersebut, kami menyaksikan film pendek mengenai perjalanan sejarah persandian dunia. Seusai menonton film, kami beranjak menjelajahi seisi museum. Dari ruang pertama hingga ruang terakhir, berisi koleksi benda-benda sandi paling kuno hingga modern. Ada beberapa ruang yang memperlihatkan diorama mengenai perjuangan para ahli sandi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Di ruang pertama terdapat replika mesin sandi masa Yunani kuno, Mesir kuno, dan Persia. Di sini, pengunjung dapat berinteraksi dengan beberapa koleksi secara langsung, sebab beberapa koleksi tidak ditutup dengan kaca pelindung. Beberapa koleksi tersebut memang bertujuan untuk mengedukasi pengunjung tentang sandi klasik secara interaktif. “Koleksi tersebut bukanlah barang asli, jadi apabila rusak kami bisa buat lagi,” jelas Asnan, kurator Museum Sandi. Berlanjut ke ruang selanjutnya, terdapat diorama mengenai pembentukan Dinas Kode, dan replika alat-alat sandi kuno seperti Buku Kode C dan sepeda kurir sandi.
Jejak kaki tadi membawa kami ke lantai dua. Di ruang tokoh terdapat biografi dan peralatan spionase dr. Roebiono Kertopati, yang juga merupakan perintis Dinas Kode. Di sebelahnya, ruang global, terdapat mesin-mesin sandi modern buatan lokal dan mancanegara. Sampai pada ruang terakhir di lantai dua, terdapat meja oval besar di tengah ruangan, dengan kursi empuk yang mengelilinginya. Terdapat pula tiga komputer berdiri di dua sisi ruangan. Komputer-komputer tersebut berisi risalah Museum Sandi dari awal hingga akhir.
“Koleksi di Museum Sandi bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada pengunjung terkait perkembangan sandi dan keamanan jaringan informasi,” kata Asnan. Keamanan jaringan informasi adalah kumpulan peranti yang dirancang untuk melindungi informasi terhadap ancaman pengaksesan, pengubahan, dan penghalangan oleh pihak yang tidak berwenang. Salah satu bentuk keamanan jaringan yang kami temui di museum ini adalah kriptografi.
“Kriptografi merupakan seni menyembunyikan data dalam sebuah pesan,” jelas Setyo Budi Prabowo, Kepala Museum Sandi. Menurutnya, dewasa ini kriptografi digunakan sebagai pengaman pesan pribadi. Lebih lanjut, Setyo menjelaskan cara kerja dari kriptografi, yaitu dengan metode enkripsi dan dekripsi. Metode enkripsi adalah suatu proses pengamanan data dengan cara mengkonversi data menjadi bentuk yang tidak dapat dimengerti. Sedangkan metode dekripsi adalah proses konversi data yang sudah dienkripsi menjadi data aslinya.
“Berdasarkan proses enkripsi dan dekripsi, kriptografi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu simetris dan asimetris,” jelas Setyo. Kriptografi simetris dalam proses enkripsi dan dekripsinya menggunakan kode yang sama, kode tersebut dikirimkan lewat sebuah jaringan yang diasumsikan aman. Sedangkan kriptografi asimetris, dalam proses enkripsi dan dekripsi menggunakan kunci yang berbeda.
Contoh dari kriptografi simetris adalah sandi Caesar. Sedangkan contoh dari kriptografi asimetris adalah sistem keamanan pada browser Google Chrome. Menurut Setyo, kriptografi memiliki peran yang sangat signifikan dalam hal keamanan jaringan di era modern ini. Hal ini dikarenakan banyaknya aplikasi komunikasi daring yang mengharuskan penggunanya menginput informasi pribadinya. Biasanya pihak penyedia aplikasi akan mengamankan informasi pengguna dengan metode kriptografi, salah satu contohnya adalah aplikasi Whatsapp.
Terlepas dari berbagai kelebihannya, kriptografi tetap memiliki kekurangan. “Kelemahan kriptografi tergantung pada penggunanya,” kata Setyo. Salah satu kelemahan tersebut adalah adanya ransomware. Ini adalah jenis perangkat perusak yang dirancang untuk memeras dengan cara menghalangi akses orang yang menjadi korban dengan sistem komputer atau datanya hingga korban membayar tebusan. Menurut Setyo, metode yang digunakan ransomware untuk menghalangi akses korbannya adalah dengan teknik kriptografi yang disalahgunakan.
Sementara itu, Muhammad Zaki Riyanto, Dosen Kriptografi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, memberikan pendapat mengenai kriptografi dari perspektif matematika. “Kriptografi adalah ilmu yang bersandarkan pada teknik matematika untuk berurusan dengan keamanan informasi,” jelas Zaki. Menurut Zaki, perlu pemahaman matematika yang cukup agar dapat memahami teknik kriptografi, terutama kriptografi asimetris. Ia pun memberikan contoh teknik kriptografi asimetris, yaitu Rivest Shamir Adleman (RSA) Public Key. Cara yang digunakan RSA Public Key adalah pihak yang melakukan dekripsi memunculkan dua bilangan prima besar. Bilangan prima besar diperlukan sehingga n = p x q sangat sulit untuk difaktorisasi. Sebab, apabila faktorisasi dari n = p x q ditemukan, maka kunci dekripsi yang bersifat rahasia dapat ditemukan.
Zaki berpendapat bahwa kriptografi berperan besar dalam era modern saat ini, terutama apabila berhadapan dengan banjir informasi. Saat ini, keamanan jaringan informasi tengah terancam dengan hadirnya komputer kuantum. Sebab, komputer kuantum mampu memfaktorisasi RSA Public Key dengan bilangan prima sebesar apapun, sedangkan RSA Public Key merupakan salah satu jenis kriptografi asimetris yang paling sering digunakan untuk mengamankan data.
Menanggapi hal tersebut, Zakir mengatakan para ahli kriptografi modern sedang mengembangkan post-quantum cryptography. Ini merupakan sistem kriptografi yang dirancang sedemikian rupa sehingga komputer kuantum tidak dapat menembus sistem keamanannya. “Kriptografi seharusnya tidak memiliki dampak buruk, sebab tujuan awal kriptografi adalah mengamankan data, bukan membongkarnya,” tambah Zaki.
Menurut Zaki, cara museum sandi untuk mengedukasi masyarakat umum terkait keamanan informasi dan kriptografi cukup bagus. Meskipun begitu, ia juga mengatakan adanya kekurangan di Museum Sandi. Menurutnya, terdapat koleksi sandi asimetris yang tidak ditampilkan lagi di museum sandi tanpa alasan yang jelas.
Menanggapi hal tersebut, Setyo mengatakan bahwa koleksi tersebut tidak sesuai dengan tujuan museum. Tujuan museum adalah mengedukasi pengunjung terkait kriptografi dengan cara yang mudah. “Koleksi tersebut tidak kami tampilkan lagi karena terlalu rumit untuk dipahami pengunjung,” tegas Setyo.
Ia menjelaskan bahwa kriptografi memanglah sesuatu yang rumit. “Tidak semua orang harus menguasai kriptografi, tetapi sedikitnya perlu tahu mengenai konsep kriptografi,” ungkap Setyo. Selain itu, menurutnya, kriptografi juga sudah mudah dijumpai. Semua aplikasi yang kita pakai saat ini, sistem keamanannya menggunakan kriptografi. Meskipun begitu, konsep dasar kriptografi harus tetap dimengerti supaya kita dapat memahami tentang pentingnya keamanan informasi.
Dyah Ratih, mahasiswa UGM, pada awalnya mengira bahwa kriptografi hanyalah sekumpulan kode yang harus diterjemahkan saja. Setelah mengunjungi museum sandi, ia menyadari bahwa kriptografi jauh lebih luas daripada itu. Menurutnya, museum ini cocok untuk dikunjungi semua generasi muda, sebab sejarah mengenai perjuangan para ahli sandi dalam museum ini sangat menginspirasi. “Museum ini harus menggiatkan lagi publikasinya, sebab belum banyak orang yang tahu soal museum ini, apalagi ini satu-satunya museum persandian di Indonesia,” pungkas Dyah.
Penulis: Bangkit Adhi Wiguna, Astari Syahputri, Dinta Dewi
Penyunting: M. Rizqi Akbar