“Tolak, tolak, tolak omnibus law. Tolak omnibus law sekarang juga.” Nyanyian tersebut terus dikumandangkan dengan lantang oleh massa aksi pada Senin (9-3). Ribuan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) melakukan longmars menuju Pertigaan Gejayan yang terletak di Jalan Affandi, Yogyakarta, dalam rangka aksi bertajuk “Rapat Rakyat, Mosi Parlemen Jalanan”. Sejumlah massa aksi tersebut berangkat dari tiga titik kumpul, yakni Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga, Bundaran UGM, dan Taman Pancasila UNY. Aksi yang diikuti lebih dari seribu massa aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law. Peserta aksi berasal dari berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta.
Berdasarkan kajian yang dirilis oleh ARB, RUU Cipta Kerja merupakan RUU di dalam omnibus law yang paling menuai kontroversi karena dianggap merugikan pekerja. Dalam kajian tersebut, dijelaskan bahwa hadirnya RUU Cipta Kerja yang sejatinya bermaksud untuk memangkas birokrasi, justru akan memadatkan birokrasi. Hal ini dikarenakan peraturan pelaksana yang akan dikeluarkan nantinya malah membuat rantai birokrasi semakin panjang.
Ratusan Massa Aksi dari UIN Sunan Kalijaga
“Berdasarkan hasil teklap kemarin, akan ada sekitar seratus massa dari UIN yang mengikuti aksi ini,” ungkap Naufal selaku Korlap UIN. Tercatat pada pukul 10.15 WIB, massa aksi terlihat berkumpul di depan Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Tak hanya dari UIN, titik kumpul tersebut juga dijadikan titik temu massa aksi dari Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” (STPMD “APMD”), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), dan Sekolah Bersama (Sekber).
Pada pukul 10.55 WIB, dua ratus massa aksi dari UAD tiba di UIN dengan diiringi satu mobil komando. Kholland, Korlap UAD, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mengikuti aksi ke Pertigaan Gejayan. Sembari menunggu massa aksi lain, mobil komando terdengar memutar lagu-lagu perjuangan seperti “Internasionale” untuk menggelorakan semangat massa aksi.
Pukul 11.20 WIB, seluruh massa aksi dari titik kumpul UIN mulai bergerak menuju Pertigaan Gejayan. Mereka membawa beberapa spanduk besar bertuliskan “Gagalkan Omnibus Law” dan “Ada yang Tegak Tapi Bukan Keadilan”. Sementara itu, dua puluh badan pelopor memimpin di depan barisan sebagai barikade. Orasi dan nyanyian “Darah Juang” digaungkan massa aksi selama longmars berlangsung. “Hari ini kita gagalkan omnibus law untuk mengabarkan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja!” seru orator.
Massa aksi berhenti sejenak di perempatan Gejayan, Jalan Laksda Adisucipto, untuk beristirahat. Sembari beristirahat, mereka terus menyerukan yel-yel penolakan atas omnibus law. Sementara itu, tim kebersihan dari UIN yang berjumlah enam orang mengajak massa aksi untuk memungut sampah dan memasukkannya ke dalam trash bag yang telah disediakan. “Kami menyisir dari UIN sampai titik kumpul di Gejayan,” ucap Salman, anggota tim kebersihan dari UIN.
Massa aksi tiba di Pertigaan Gejayan pada pukul 12.24 WIB sambil terus menyerukan “Tolak omnibus law sekarang juga!” dan “Rakyat bersatu, gagalkan omnibus law!” Mereka kembali menyanyikan “Darah Juang” sembari menanti massa aksi dari titik kumpul lain tiba di Pertigaan Gejayan.
Massa Aksi Gabungan di Bundaran UGM
“Ayo lawan, kawan-kawan. Ayo lawan, kawan-kawan. Ayo lawan, kawan-kawan. Ayo lawan!” Seruan tersebut terus disuarakan oleh massa aksi di Bundaran UGM. Massa aksi tersebut terdiri dari mahasiswa UGM, UMY, dan UKDW. Berdasarkan keterangan Aji, Korlap UGM, terdapat sekitar tiga ratus mahasiswa UGM yang mengikuti aksi ini. Sebelum dilakukannya longmars menuju Pertigaan Gejayan, Viki, salah satu orator dari UGM mengimbau massa aksi agar tidak mengeluarkan kata-kata rasis dan seksis saat aksi berlangsung.
Dalam massa aksi gabungan tersebut, hadir pula Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Yance, perwakilan AMP, berpendapat bahwa omnibus law akan melanjutkan penindasan terhadap masyarakat Papua. Menurutnya, investasi yang fokus pada Pulau Sulawesi, Papua, dan Kalimantan akan membuat masyarakat adat tersingkir. “Pemerintah masih menganggap masyarakat Papua tidak memiliki kapabilitas karena bagi mereka masyarakat Papua masih dianggap primitif,” jelasnya.
Massa aksi di Bundaran UGM berangkat menuju Pertigaan Gejayan pada pukul 12.58 WIB. Selama longmars, massa aksi dari UMY terlihat berada di barisan paling depan, diikuti oleh massa aksi dari UGM dan UKDW. Mereka mengangkat poster-poster seperti “Negara ini milik rakyat, bukan investor”, “Pertumbuhan ekonomi, tapi kesejahteraan kurang gizi”, dan “Hentikan perampasan tanah dalam skala besar” dalam longmars tersebut. Spanduk-spanduk seperti “Investor Dihadiahi”, “Rakyat Dihabisi”, “Darurat Rakyat Menggugat”, “Diperkosa Negara” juga terlihat di tengah massa aksi dari UGM. Lagu “Indonesia Raya”, “Totalitas Perjuangan”, dan “Buruh Tani” terus dinyanyikan massa aksi selama longmars.
Murti, salah seorang warga sekitar Bundaran UGM, berpendapat bahwa aksi semacam ini perlu dilakukan karena terkait dengan kepentingan publik. Ia mengaku tidak mengerti dengan tuntutan aksi, tetapi dia tetap mendukung aksi tersebut karena untuk kebaikan bersama. “Ya bagus, berarti masih ada yang mengerti dan peduli,” imbuhnya.
Gabungan Massa Aksi Kampus Utara di UNY
Ratusan massa aksi yang terdiri dari mahasiswa UNY, AMIKOM, UPN Veteran Yogyakarta, dan Instiper Yogyakarta telah berkumpul di Taman Pancasila UNY pada pukul 11.19 WIB. Mereka mengenakan pita biru di lengan kiri sebagai tanda peserta aksi.
Massa aksi gabungan tersebut tiba di Pertigaan Gejayan pada pukul 11.45 WIB. Awalnya, massa aksi sempat terhalang oleh kendaraan-kendaraan yang masih melintasi Pertigaan Gejayan. Tiga menit kemudian, massa aksi berhasil memblokade jalan dengan membentuk lingkaran di Pertigaan Gejayan. Sementara itu, pada pukul 12.09 WIB, massa aksi dari Sanata Dharma terlihat bergabung dengan massa aksi yang sudah berkumpul di Pertigaan Gejayan. Mereka membawa poster-poster bertuliskan #GagalkanOmnibusLaw.
Herlian, Korlap UNY, memberikan orasinya di Pertigaan Gejayan pada pukul 12.12 WIB. Dia meminta massa aksi untuk tidak menyurutkan perjuangan dan membiarkan hak-hak mereka dirampas. “Jangan biarkan hidup kita ditindas. Apa pun yang kita perjuangkan hari ini semuanya untuk rakyat Indonesia,” tutupnya mengakhiri orasi.
Ari, pedagang stempel di daerah Pertigaan Gejayan, mengungkapkan kesetujuannya atas aksi tersebut. Ari menilai bahwa berlakunya omnibus law akan berdampak buruk baginya yang berjualan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. “Bahkan, mungkin omnibus law dapat mematikan dagangan saya,” pungkasnya.
Reporter: Affan Asyraf, Ardhias Nauvaly, Ayu Nurfaizah, Hanif Janitra, Isabella, M. Rizqi Akbar, Naufal Ridhwan Aly, Muhammad Fadhil, Rasya Swarnasta, Rizal Zulfiqri
Penulis: Hanifatun Nida
Penyunting: Harits Naufal Arrazie
1 komentar
Kelihatannya memang ada beberapa pasal yang kontroversial dan cenderung merugikan pekerja untuk Omnibus Law ini. Mungkin ada baiknya untuk dikaji ulang dan dilihat kembali apakah ada isi dari Omnibus Law ini yang perlu direvisi sebelum nantinya memang disahkan