
©Haris/Bal
“Pembunuhan Munir Said Thalib dalam penerbangan GA974 pada tanggal 7 September 2004 diduga hasil pemufakatan tertentu.” Kalimat tersebut merupakan bunyi butir ke-65 hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. Hasil TPF Munir ini dibacakan oleh lima perwakilan aliansi mahasiswa dalam acara diskusi yang bertajuk “Jalan Panjang Keadilan untuk Cak Munir”.
Diskusi ini dilakukan pada Rabu (4-12) malam di ruang sidang utama Fakultas Hukum UII. Ruangan yang berkapasitas kurang lebih 500 kursi tersebut dipadati oleh sejumlah kalangan masyarakat, mahasiswa, pelajar, dan pegiat seni. Diskusi ini dihadiri oleh Suciwati, istri dari Alm. Munir, Yogi Zul Fadhli selaku Direktur Lembaga Bimbingan Hukum (LBH) Yogyakarta, dan Raihan Ibrahim selaku perwakilan dari Aktivis Aksi Kamisan Yogyakarta.
Tanpa menceritakan kronologi pembunuhan Munir sedari awal, Suciwati mengawali diskusi dengan keadaan gonjang-ganjing atas kasus Munir belakangan ini. Menurutnya, kasus Munir 15 tahun yang lalu bukanlah waktu yang sebentar dan kini perkara tersebut berstatus stagnan. Pasalnya, terjadi lempar tanggung jawab antara pemerintahan Jokowi dengan pemerintahan SBY. Pihak pemerintahan Jokowi menyatakan tidak memegang dokumen asli hasil investigasi TPF serta menyatakan dokumen itu hilang. “Di sisi lain SBY merasa sudah menyerahkan sepenuhnya dokumen tersebut kepada sekretaris negara,” imbuh Suciwati.
Berangkat dari hal itu, Suciwati bersama Komite Aksi Solidaritas untuk Munir menemui Ombudsman untuk melaporkan dugaan maladministratif terkait dokumen hasil investigasi TPS Munir. “Tanggal 5 November 2019 kemarin, kami mendatangi Ombudsman untuk melaporkan dugaan maladministratif yang sudah dilakukan oleh pemerintahan Jokowi,” tuturnya.
Terlepas dari dugaan malaadministratif di atas, Suciwati menekankan bagi masyarakat untuk mengetahui ada pemufakatan jahat oleh para pemangku kuasa. “Betapa kejamnya orang-orang ini melakukan pembunuhan dan dalangnya masih bebas,” imbuhnya. Beliau juga beranggapan seakan-akan nyawa di negara ini menjadi objek permainan oleh para elite kuasa.
Berdasarkan pemaparan hasil investigasi TPF Munir, setidaknya terdapat enam bab dan 70 butir yang mengungkap temuan fakta-fakta dari kasus pembunuhan Munir. Beberapa di antaranya menguak kemungkinan aktor-aktor yang berperan sebagai inisiator pembunuhan Munir, antara lain Indra Setiawan, Rameldya Anwar, dan Muhdi P.R. Berikutnya, pada butir No. 62–64 menjelaskan tentang kejanggalan Badan Intelijen Negara yang menolak memberikan keterangan dan selalu menyangkal temuan-temuan TPF Munir.
Yogi Zul Fadhli selaku Direktur LBH Yogyakarta berpandangan bahwa pasca kejadian pembunuhan Munir ini terjadi akibat proses hukum yang tidak tuntas. Yogi mengamati bahwa negara ingin melindungi mereka yang berkuasa dengan tidak ditegakkannya hukum atau proses hukum dibiarkan berjalan secara formalitas saja. Aktor-aktor yang dijatuhi pidana hanya mereka yang bertindak sebagai eksekutor bahkan belakangan ini mendapat bonus bebas bersyarat. “Sementara itu, aktor pengambil keputusan atau dalang dari semua ini tidak pernah terungkap,” tandasnya.
Sepakat dengan Suciwati dan Yogi, aktivis Aksi Kamisan Yogyakarta yang kerap disapa Raihan menggarisbawahi setidaknya terdapat pola yang hampir sama dilakukan oleh pelaku terhadap korban. Pola-pola itu terendus dari status korban yang rata-rata adalah sosok aktivis. “Ada indikasi orang-orang yang dibunuh atau dihilangkan itu merupakan sosok yang berbahaya bagi kekuasaan,” tegasnya.
Raihan melanjutkan bahwa Munir memang tokoh sentral pada waktu itu yang dengan berani dan lantang mencari kebenaran untuk menegakkan keadilan. Raihan lantas menilai wajar ketika Munir ditengarai oleh rezim sebagai oposisi. “Itu berarti dalang dari semua itu adalah mereka yang saat itu berkuasa,” imbuhnya.
Sejalan dengan itu, Yogi berpendapat kasus Munir akan tetap suram. Hal ini karena faktor paling dominan yaitu aktor-aktor yang diduga sebagai pelaku masih berada di lingkungan kekuasaan. Yogi juga menambahkan bahwa perkara Munir ini menjadi parameter untuk penuntasan kasus HAM yang lain. “Sepanjang perkara Munir belum terungkap, maka perkara lain juga akan tetap suram,” pungkas Yogi.
Penulis: Haris Setyawan (Magang)
Penyunting: Ayu Nurfaizah