
©Haris/BAL
Jum’at (8-11), Social Movement Institute (SMI) bekerja sama dengan Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah tak henti-hentinya menyelenggarakan diskusi intelektual bertajuk “Daulat Rakyat di Tengah Oligarki Kuasa”. Diskusi yang dimulai pukul 13.00 WIB di Aula Kantor PP Muhammadiyah ini lahir atas keprihatinan terhadap pembajakan reformasi oleh elite yang bercokol dengan lingkaran setan menghabisi hak-hak rakyat secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Diskusi kali ini menghadirkan M. Busyro Muqaddas selaku ketua PP Muhammadiyah, JJ Rizal yang merupakan sejarawan, Bachtiar Dwi Kurniawan sebagai perwakilan MPM PP Muhammadiyah, dan Eko Prasetyo sekalu Direktur Utama SMI.
Dalam pidato kuncinya, M. Busyro Muqaddas memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manajemen Sistem Indonesia tentang posisi Civil Society Organization dalam tata kenegaraan yang dinilai kian merosot. Padahal perlu diketahui bahwa CSO atau sering dikenal LSM merupakan wadah yang cukup mumpuni dalam menampung aspirasi rakyat sekaligus sebagai kontrol terhadap elite. “Ada 3 bundaran utama dalam ketatanegaraan. CSO berada pada bundaran yang paling kecil, ia dikepung oleh bundaran state (legislatif, eksekutif, yudikatif) dan bundaran private state. Penyebabnya tak lain dan tak bukan karena praktik oligarki politik dan oligarki bisnis,” tegas Busyro yang juga pernah menjabat sebagai mantan Ketua KPK tahun 2010 itu.
Dari hasil penelitian tersebut, ia menganalisis sejumlah peristiwa yang terjadi dalam rentan waktu 2004-2019 yaitu pada era rezim SBY dan Jokowi yang menjadi bukti adanya praktik oligarki politik dan oligarki bisnis. “Oligarki politik sangat berpengaruh terhadap produk-produk legislatif. Lihat saja terbitnya pasal-pasal karet, UU Ormas, UU MD3, UU Pertanahan, dan Revisi UU KPK yang semuanya itu mengandung unsur kontroversial,” imbuhnya. Selain itu, berkat oligarki bisnis, terjadi maraknya praktik suap dalam birokrasi guna memuluskan titipan proyek untuk keuntungan elite seperti proyek reklamasi. Dosen Fakultas Hukum UII itu memberikan kesimpulan konkrit dengan mengatakan bahwa daulat rakyat sudah dikepung oleh lingkaran bandit koruptor.
Sepakat dengan pernyataan Busyro, JJ. Rizal mengamati adanya pergeseran tentang konsep daulat rakyat. “Dalam pidato Bung Karno 1 Juni, disebutkan bahwa daulat rakyat adalah suatu konsep dimana negara yang kita dirikan dengan segala ciri dan sifatnya itu semua untuk semua bukan semua untuk satu ataupun satu untuk semua,” terangnya. Menurut sejarawan itu, sistem daulat rakyat saat ini seperti di era kolonialisme. Penguasa semena-mena terhadap rakyat yang sudah tidak lagi mempunyai daulat.
Persoalan-persoalan korupsi memang sangat berbahaya diikuti oligarki yang begitu mengancam sehingga dapat dikatakan saat ini rakyat dihadapkan pada satu suasana kegelapan. Direktur Utama SMI menggambarkan suasana kegelapan itu secara sederhana. “Rontoknya sebuah kekuasaan ketika rakyat mendiamkan dan kekuasaan itu kadang kala benar-benar mengagungkan kepentingan segelintir orang, itulah yang saat ini terjadi. Korupsi dimana-mana, haji dikorupsi, Al-Qur’an dikorupsi, bahkan septic tank pun dikorupsi. Hampir semua lini dikorupsi,” tutur Eko.
Menyikapi situasi itu, Eko yang juga penulis buku berjudul “Bangkitlah Gerakan Mahasiswa” mengajak untuk membawa persoalan-persoalan tersebut ke ranah isu moral. Menurutnya, jika berbicara moral yang dilihat bukan hanya sekedar motif tetapi lebih kepada dampak dari perbuatan itu. “Lebih mendasar lagi adanya praktik korupsi, oligarki, dan penyelewengan HAM itu menjadi bukti penyelewengan terhadap institusi itu sendiri,” imbuhnya.
Maka dengan gambaran-gambaran yang begitu menakutkan di atas, Bachtiar Dwi Kurniawan menegaskan kita untuk melakukan berbagai tindakan nyata. “Yang perlu kita lakukan adalah melakukan kontrol terhadap elite, menjadikan CSO kembali pada kaidah utama, meningkatkan intensitas diskusi-diskusi, dan terakhir meningkatkan kegiatan edukasi kepada masyarakat oleh ormas-ormas terkait,” tegas Bachtiar yang juga Sekretaris Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah dan salah satu dosen di UMY.
Tak lupa ia juga turut berharap agar keberlangsungan demokrasi kembali mengacu kepada nilai-nilai dasar NKRI yang sesungguhnya. “Demokrasi kita saat ini sudah dikuasai oleh para pemilik modal. Mudah-mudahan mereka tidak tersesat menjadi iblis dan setan yang menghisap nasib dan hajat hidup rakyat Indonesia,” tandas Bachtiar.
Penulis: Haris Setyawan (Magang)
Penyunting: Maghvira Arzaq