Senin (30-9) sejumlah elemen masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Bergerak kembali melakukan aksi Gejayan Memanggil. Kali ini sebelum melakukan longmars massa berkumpul di dua titik kumpul yaitu UIN Sunan Kalijaga dan UGM. Massa kemudian melakukan longmars menuju Pertigaan Gejayan. Berbeda dengan massa aksi minggu lalu, massa aksi kali ini berasal dari kalangan yang beragam, mulai dari pelajar, masyarakat umum, penyandang disabilitas, petani, dan seniman.
Keterlibatan seniman dalam Gejayan Memanggil kali ini memberi warna tersendiri. Salah satu yang memberi warna dalam aksi tersebut adalah lukisan besar yang menutupi baliko di Pertigaan Gejayan. Terbentang dari atas ke bawah, lukisan yang sarat kritik tersebut menggambarkan manusia berpakaian jas berkepala tikus yang terbelenggu. Lukisan tersebut juga berisi “Remukkan koruptor musuh rakyat” dan “Demokrasi dikebiri”.
Setelah serangkaian orasi dari elemen masyarakat di titik aksi pertigaan Kolombo, salah seorang seniman Jogja turut menyumbang lagu “Kebyar-Kebyar”. Dengan diiringi gitar, massa ikut menyanyikan lagu yang diciptakan oleh Gombloh. Di akhir lagu, seniman tersebut ikut menyemangati massa aksi. “Hidup rakyat! Hidup mahasiswa! Hidup manusia!” tutupnya.
Tidak lama kemudian, panggung pertigaan Kolombo kembali riuh dengan sorakan massa aksi. Danto dari Sisir Tanah yang pada aksi sebelumnya juga hadir turut menyumbang satu lagu berjudul “Lagu Hidup”. “Jika orang-orang serakah datang, harus dihadang, harus berani, harus berani,” sepenggal liriknya yang kemudian dinyanyikan bersama oleh massa aksi.
Di penghujung aksi, kelompok yang menamakan diri Komunitas Seniman Selatan melakukan tari-tarian diiringi alat musik tradisional seperti bonang, rebana, tarompet dan lain-lain. Membawa lebih dari dua puluh massa, Komunitas Seniman Selatan menggunakan pakaian dan properti nyentrik seperti topeng babi dan rubah. Selain itu, komunitas ini juga melakukan aksi teatrikal seperti membungkus orang dengan kresek dan mandi di jalan sebagai bentuk satir dari apa yang terjadi hari ini.
Haskal, salah satu orang yang melakukan aksi teatrikal mengungkapkan bahwa apa yang dibawa oleh kelompoknya merupakan ragam baru. Menurutnya dalam menggambarkan persoalan saat ini diperlukan cara-cara yang kreatif. “Kami merespon dengan hal yang kami miliki, ada variasi baru,” tuturnya. Simbol-simbol satir yang diperagakan oleh kelompoknya juga merupakan tanggapan atas kondisi sosial politik terbaru. “Penggambaran satir tersebut merupakan realita keadaan belakangan ini bahwa kita direpresi,” pungkasnya.
Penulis: Ayu Nurfaizah
Penyunting: Ahmad Fauzi