“Mana di mana langit biru kita, langit biru kita tertutup asap semua. Mana di mana hutan hijau kita, hutan hijau kita telah ditebang semua”. Penggalan bait yel-yel tersebut terus diserukan berulang-ulang oleh massa aksi Jogja Climate Strike selama melakukan longmars pada Jumat (27-09). Aksi tersebut diikuti oleh lebih dari dua puluh komunitas beragam seperti WALHI Yogyakarta, Lembaga Kajian Islam dan Transformasi Sosial, Fossil Free Jogja, AJI Yogyakarta, Srikandi Lintas Iman, dan masih banyak lagi. Selain komunitas, aksi tersebut juga diikuti oleh masyarakat secara personal seperti siswa SMP, mahasiswa, hingga ibu rumah tangga. Seluruh komunitas dan masyarakat yang mengikuti aksi tersebut tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim). Selain longmars dari Jalan Abu Bakar Ali hingga ke Jalan Malioboro, massa aksi juga melakukan orasi lingkungan sebagai respons terhadap permasalahan lingkungan yang sedang terjadi.
Menurut keterangan Bio Andaru sebagai Koordinator Lapangan dan Properti, pelaksanaan aksi Jogja Climate Strike merupakan bentuk aksi mendesak pemerintah agar segera membuat kebijakan yang proiklim. “Kami ingin mendorong pemerintah untuk berhenti membiayai industri batubara, berhenti membakar hutan, kita harus peduli dengan darurat iklim yang sedang terjadi,” ujar Bio yang berasal dari perwakilan Fossil Free Jogja. Ia melanjutkan, dengan adanya aksi ini, diharapkan masyarakat juga menyadari permasalahan iklim dan segera menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan.
Terkait dengan pelaksanaan aksi, Bio mengatakan bahwa Jampiklim mengadakan serangkaian kegiatan aksi bersama bertajuk #DaruratIklim selama satu minggu pada tanggal 20—27 September 2019. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan seperti pemutaran film dan diskusi tentang perubahan iklim, pertunjukkan musik, hingga pameran seni rupa dan instalasi panel surya. Sementara itu, aksi yang dilaksanakan secara serentak di kurang lebih 180 negara di dunia ini merupakan kegiatan puncak dari serangkaian kegiatan tersebut. “Kami terhubung dari media sosial dan akhirnya melalui inisiasi Jampiklim, kami sepakat untuk melakukan aksi ini di Jogja,” jelasnya. Ia menambahkan, massa aksi yang berjumlah hampir 100 orang terlihat semangat mengikuti aksi karena sudah sejak lama mereka memiliki keresahan yang sama.
Salah satu massa aksi bernama M. Yusuf Ismail dari perwakilan Jemaah Muslim Ahmadiyah Yogyakarta mengamini hal tersebut. Menurutnya, urusan bumi bukanlah kepentingan kelompok saja melainkan menjadi kepentingan bersama bagi seluruh umat manusia. Ia mengatakan bahwa manusia tinggal di bumi hanya untuk meminjam sumber daya alam. “Maka dari itu, manusia harus mengembalikan apa yang dipinjam dengan hal yang lebih baik, yaitu dengan mengubah gaya hidup yang lebih ramah lingkungan,” tuturnya.
Setelah setiap perwakilan komunitas menyampaikan orasinya, massa aksi Jogja Climate Strike menyampaikan delapan tuntutannya. Kedelapan tuntutan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Indonesia, baik negara, maupun kota, kabupaten, bahkan pemerintah desa ikut tetapkan #DaruratIklim. Kedua, menuntut pemerintah untuk menata kembali kebijakan investasi yang merusak hutan dan lahan di tanah air. Ketiga, menuntut pemerintah untuk meninggalkan energi fosil, dan beralih ke energi baru dan terbarukan. Keempat, menuntut pemerintah menertibkan pelaku industri yang mencemari lingkungan dan merusak bumi seperti limbah dan sampah. Kelima, menuntut pemerintah untuk menata kembali kebijakan pariwisata berbasis investasi dan memberi ruang pariwisata berbasis warga. Keenam, menuntut korporasi agar merubah perilaku produksi dan bertanggung jawab atas kerusakan yang dilakukan. Ketujuh, pemerintah penting untuk membuat kebijakan, program, dan aksi perubahan iklim yang responsif gender untuk merespons kebutuhan dan memastikan semua kelompok masyarakat mendapatkan akses, kontrol, berpartisipasi, dan mendapatkan manfaat dari pembangunan yang adil dan setara. Kedelapan, mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga bumi sebagai rumah bersama.
Penulis: Andara Rose
Penyunting: Citra Maudy