Rabu (16/10), lebih dari seratus massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Jogja Anti Korupsi (AJAK) melakukan aksi di Tugu Yogyakarta. Mereka mendesak presiden untuk menyelesaikan upaya pelemahan pemberantasan korupsi yang terjadi akhir-akhir ini. Selain dari Jaringan Anti Korupsi Yogyakarta, hadir pula elemen lainnya dalam aksi tersebut. “Aksi ini memang dimotori oleh mahasiswa, tetapi pada kenyataannya banyak elemen masyarakat yang tergabung dalam aliansi ini,” tutur Muhammad Hanif, selaku Koordinator Umum Aksi.
Hanif juga menyebutkan bahwa di Jogja sendiri sebelumnya telah diadakan tiga hingga empat aksi dengan substansi yang sama. Tuntutan tersebut yaitu menolak revisi RUU KPK yang kemudian juga disusul dengan mendesak pengeluaran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) oleh Presiden. Hanif menyatakan bahwa jalan Perppu tetap lebih efektif jika dibandingkan dengan judicial review. “Jika presiden tidak mengeluarkan Perppu, kami akan menempuh jalur judicial review,” imbuhnya.
Dalam siaran persnya, AJAK menganggap pelemahan terhadap KPK belakangan ini membuat masyarakat resah. Keresahan tersebut akhirnya melahirkan situasi yang genting, sehingga dibutuhkan solusi hukum yang cepat dan berpihak kepada masyarakat. AJAK sepakat bahwa penerbitan Perppu KPK merupakan solusi hukum yang tepat. “Terbitkan Perppu, terbitkan Perppu, terbitkan Perppu sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga,” terus dinyanyikan oleh massa aksi di tengah orasi.
Dalam orasinya, perwakilan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya menagih janji kampanye Jokowi untuk menguatkan KPK. “Jokowi berjanji akan memperkuat KPK, menegakkan hukum, dan keadilan. Lalu, apakah Jokowi sudah melakukannya? Tidak!” Dia menuntut agar presiden melaksanakan janji kampanyenya dan berbuat adil kepada masyarakat. Dia juga meminta Jokowi untuk mendengarkan aspirasi rakyat bukan hanya memenuhi kepentingan elit-elit politik saja.
Kepentingan elit-elit politik tersebut juga digambarkan dalam drama teatrikal yang dilakukan oleh beberapa perwakilan aksi. Drama teatrikal tersebut terdiri dari satu orang menggunakan topeng berwajah Jokowi, beberapa lain dengan identitas politisi dan sisanya sebagai rakyat. Diperagakan bahwa Jokowi berdiri di antara politisi dan rakyat. Politisi sedang menghasut Jokowi untuk tidak mengeluarkan Perppu KPK sedangkan rakyat sebaliknya. Rakyat berteriak menuntut dikeluarkannya Perppu demi keadilan.
Dukungan terhadap penolakan UU KPK juga dilakukan oleh Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) yang juga hadir dalam aksi sore itu. Zakiyah, dari PIA, menyatakan bahwa pihaknya telah berkirim surat kepada Presiden untuk mendesak penerbitan Perppu. Surat tersebut dikirim melalui Menteri Sekretaris Negara dan Kantor Staf Kepresidenan. “Kami ingin memastikan bahwa Presiden benar-benar peduli terhadap persoalan ini,” lanjutnya.
Selain menuntut dikeluarkannya Perppu, AJAK juga mendesak penyelesaian kasus Novel Baswedan yang tidak kunjung tuntas. Pasalnya, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk kepolisian tidak mampu menyelesaikan kasus ini hingga tenggat waktu yang ditentukan, yaitu 8 Juli 2019. M Atiatul Muqtadir, Ketua BEM KM UGM, menyatakan bahwa kini sudah hampir tiga bulan tambahan waktu sejak tenggat waktu penyelesaian kasus Novel berakhir. Oleh karena itu, AJAK mendesak presiden agar membentuk TGPF yang independen. “Itu soal kemauan politik, saya tidak ingin presiden menunda-nunda lagi,” tegas Fathur.
Aksi ini ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap oleh AJAK dengan menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama, mengecam segala upaya pelemahan pemberantasan korupsi. Kedua, menuntut Kapolri untuk mengungkap hasil penyelidikan TGPF terhadap kasus Novel Baswedan yang dibentuk Polri secara transparan dan tuntas. Ketiga, mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Tim Pencari Fakta yang independen untuk menyelesaikan kasus Novel Baswedan apabila TGPF yang dibentuk Polri gagal mengusut kasus tersebut. Keempat, mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengeluarkan Perppu KPK untuk mencabut UU KPK yang baru. Kelima, menuntut DPR RI untuk menyetujui Perppu KPK yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia. Keenam, mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk terus mengawal pemberantasan korupsi di Indonesia.
Penulis: Anis Nurul, M Rizqi Akbar
Penyunting: Ayu Nurfaizah