Siang itu (01-05), asrama mahasiswa papua dikepung polisi. Ruas Jalan Kusumanegara juga ditutup barang delapan ratus meter hingga satu kilometer ke arah barat dan timur. Pada mulanya, mereka hendak longmars menuju Nol Kilometer untuk merayakan hari buruh internasional sekaligus menyoal aneksasi Papua 56 tahun lalu. Namun, tidak lekas berangkat karena tidak diizinkan polisi. Suara orator terus melayang dibawa udara siang. Perdebatan alot antara massa aksi dan polisi justru berbuah perselisihan, saling dorong pun tidak terhindarkan. Setelah beberapa saat saling dorong, massa aksi menarik diri masuk asrama. Polisi sempat mengejar hingga pagar. Tidak lama berselang, batu dan banyak benda lain melayang ke luar asrama. Polisi dan wartawan berhamburan mencari perlindungan. Setelahnya, perselisihan antar kedua pihak mulai mereda.
Sekitar pukul 13.00, massa aksi keluar asrama dan kembali membentuk barisan sambil bergandengan tangan. Mereka mencoba kembali menerobos barikade polisi dengan merangsek maju dan juga memperlebar lingkaran. Akibatnya, saling dorong antara polisi dan massa aksi kembali tidak terhindarkan. Meski demikian, mereka tetap gagal melakukan longmars.
Setelah saling dorong, beberapa anggota massa aksi tetap berorasi secara bergantian. Nyanyian “Papua Bukan Merah Putih” juga terus menyelingi di tiap kesempatan. Pihak kepolisian yang merasa gerah, lantas membawa mobil dengan pelantang suara berukuran besar. Polisi mencoba membujuk mereka untuk berorasi di Tugu. Tapi, massa aksi tetap tidak beranjak. Bentuk aksi mereka justru kian variatif. Mereka membakar suar, menuliskan nama-nama polisi yang bertugas di aspal, menari, berlari, dan berputar-putar sambil bernyanyi. “Papua Bukan Merah Putih” ditambah serentetan lagu yang mengkritik aparat pun kian lantang berkumandang.
Kondisi demikian tidak berubah dalam beberapa jam. Menuju petang, seorang orator membawa secarik kertas berisi tuntutan dan membacakannya. Beberapa tuntutan tersebut adalah perihal pemenuhan hak-hak buruh, mewujudkan pendidikan gratis dan bervisi kerakyatan, serta pemberian hak menentukan nasib bagi Bangsa Papua. Setelah pembacaan tuntutan itu, massa aksi menarik diri ke dalam asrama dan polisi pun turut membubarkan diri.
Teks dan Foto oleh Rizky Ramadhika
Kurator Arjun R. Subarkah