Pada hari Sabtu (9-03), BALAIRUNG menyambangi rumah sekaligus studio yang berada di Jalan Prawirotaman 3 Nomor 858. Rumah tersebut bernuansa putih dengan pemandangan tumbuhan yang ditanam di halaman rumah. Pada dinding rumah, terpajang banyak karya fotografi berupa objek sehari-hari dalam bentuk light box dengan warna terang berlatar belakang hitam. Kami juga dimanjakan dengan visualisasi fotografi hasil scanner, alat untuk memindai dokumen, yang dikenal sebagai skanografi.
Seseorang muncul mengenakan kaos oblong dan celana selutut. Ialah Angki Purbandono, sosok yang berada di balik pembuatan karya-karya yang terpajang itu. Ide Angki untuk mewujudkan konsep skanografi muncul pada tahun 2005. Ketertarikannya pada fotografi hadir saat ia mengemban ilmu desain grafis di Modern School of Design Yogyakarta pada 1993. Minat tersebut kemudian ia wujudkan dengan mendaftar jurusan Fotografi di Fakultas Media Rekam ISI Yogyakarta setahun setelahnya. Seiring dengan perkembangan pengalaman dan keilmuannya dalam fotografi pada masa kuliah, Angki terdorong untuk merealisasikan konsep mengambil gambar tanpa menggunakan kamera. Penggunaan scanner baginya merupakan sebuah lompatan yang dilakukan dengan intensional dan berdasarkan riset yang serius. âAku melihat skanografi sebagai seni yang dapat menghidupiku,â ujar Angki. Menurut Angki, skanografi dapat melahirkan karya dengan edisi terbatas dan berdaya jual tinggi.
Angki mendemonstrasikan proses kreatif skanografi menggunakan objek berbentuk bintang terbuat dari kemasan obat yang sedang dikonsumsinya. Saat itu dia menggunakan 600 DPI (Dots Per Inch, satuan resolusi -red) pada scanner. Hasil yang ditampilkan dengan 600 DPI masih sedikit terlihat kabur karena cahaya masuk dengan cepat. âKalau kamu pakai 4200 DPI, cahaya yang masuk lebih lama, tetapi detail lebih jelas,â ujar Angki. Setelah hasil pindaian muncul, ia mengeditnya dengan perangkat komputer untuk mendapatkan kesan dramatisasi. Angki mengungkapkan bahwa bermodal tiga juta rupiah, seseorang sudah dapat mencicipi proses skanografi dengan membeli salah satu jenis scannerâscanner flatbedâbekas dan perangkat komputer atau laptop yang telah dimiliki.
Angki menunjukkan sebuah karya berjudul âAtas Nama Daunâ. Karyanya itu berupa kumpulan berbagai jenis daun berlatar blok putih yang diambil dengan scanner. Daun-daun dalam karya itu adalah daun yang dikenal umum sebagai daun berkhasiat, mengandung pesan ajakan kepada publik untuk melihat manfaat-manfaat semua jenis daun. Karya ini bermakna mendalam bagi Angki sebagai seorang seniman. Karya tersebut digarapnya secara kolektif dengan rekan-rekannya selepasnya dari satu tahun masa tahanan atas kasus penggunaan mariyuana. Selain itu, karya tersebut juga menyuarakan ajakan untuk menyambut keberagaman manusia agar tidak memandang berbeda antara satu sama lain, karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda. Setelah melalui proses seleksi berbulan-bulan, Angki menjelaskan bahwa âAtas Nama Daunâ dipajang pada dinding terminal tiga Ultimate Bandara Soekarno-Hatta. âUkurannya 6×29 meter dan sudah mulai dipasang empat atau lima tahun lalu,â kata Angki.
Angki juga mengenalkan salah satu karyanya bernama âMiss Gundamâ. Karya tergambarkan dengan boneka barbie berambut panjang berkaki Gundam, serial fiksi ilmiah robot raksasa, berwarna putih. ââMiss Gundamâ bercerita tentang peran perempuan dalam kesuksesan seorang laki-laki,â kata Angki. Ia menggunakan pantulan cahaya dari scanner untuk membuat latar belakang hitam di karya ini. Angki mengungkapkan bahwa perbedaan detail dalam karya ini diraih dengan variasi teknik dalam pengambilan objek, layaknya pengambilan foto dengan kamera.
Cara Angki untuk menampilkan dramatisasi pewarnaan dan detail dalam karya âMiss Gundamâ adalah dengan melalui pengeditan. Dalam berkarya, Angki menitikberatkan kedalaman citra (depth of field), zona dalam sebuah foto yang memiliki ketajaman yang jelas. Kedalaman citra pada skanografi dihasilkan dari efek pantulan cahaya. Cahaya LED scanner dipantulkan ke objek dengan menggunakan cermin agar intensitas cahaya yang ditangkap lebih banyak. âPenggunaan cermin itu membuat hasilnya menjadi sangat mendetail, sama seperti pengaturan cahaya,â kata Angki.
Galeri atau museum yang bekerja sama dengan Angki berasal dari negara Singapura, Malaysia, dan Jepang. Sejak tahun 2014, Angki bekerja sama dengan manajemen Mizuma Gallery di Jepang untuk memamerkan karyanya. âHarga dari hasil karya skanografi ini ditentukan oleh manajemen galeri atau museum itu,â ujar Angki. Penghasilan dari penjualan karya skanografi mampu menghidupi wacana yang dibuat Angki dan kehidupannya secara langsung. Menurut Angki, hal tersebut dikarenakan skanografi merupakan gerakan seni rupa dunia yang komersial dan konseptual.
Menurut Dr. Edial Rusli S.E, M.Sn., dosen Fotografi di ISI Yogyakarta, ada perbedaan cara pandang dalam membahas skanografi secara global dan secara khusus. Secara global, skanografi sudah tidak menarik karena ada media-media fotografi yang lain. Secara khusus, skanografi menjadi menarik dilihat dari proses eksperimentasinya yang berbeda dari media lain. âBahwa proses kontemporer skanografi masih berjalan dengan eksperimentasi Angki,â kata Edi. Ia menambahkan bahwa tantangan yang dihadapi skanografi saat ini adalah proses media ini menjadi sebuah penemuan baru.
Proses eksperimentasi sebuah karya seni itu berasal dari eksplorasi ide dan konsep dalam diri seniman itu sendiri. âItu tidak ada batasan karena ia akan menciptakan ilmunya sendiri sesuai dengan ekspresi dirinya sendiri, seperti melukis,â kata Edi. Proses kreatif terjadi ketika menambah dan mengurangi suatu karya. Edi mengatakan bahwa hal paling penting dari orang yang berkesenian adalah proses berkarya bukan hasil akhir karya. Prospek skanografi untuk berkesenian sangat luas. Menurut Edi, skanografi itu tetap menarik hanya proses perkembangannya harus lebih banyak.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam fotografi terdapat dua prinsip yaitu taking picture atau making picture. Prinsip taking picture berarti mengambil gambar yang sudah ada. Prinsip making picture berarti membuat skenario sendiri untuk kepuasan diri sendiri. âSkanografi sangat making picture sekali,â kata Edi. Menurutnya, skanografi menggunakan prinsip making picture karena Angki menata objek untuk direkam dengan scanner.
âDengan skanografi, Angki bisa berbuat apa pun karena ia menata objek yang orang lain belum tentu bisa karena itu sangat ekspresif,â kata Edi. Ia menambahkan bahwa proses eksperimen dari skanografi sangat banyak dan tidak terbatas. Menurut Edi, perkembangan skanografi sangat luas di dunia eksperimen fotografi untuk kemudian hari.
Penulis: Marcelinus Justian dan Widya R. Salsabila
Penyunting: Rasya Swarnasta