“Di era globalisasi, diplomasi menjadi garda utama dalam hubungan antar negara. Selanjutnya, bagaimana pelaksanaan diplomasi itu sendiri, dan mengapa hal tersebut menjadi penting?”
Dewasa ini, dunia internasional dikejutkan oleh kehadiran sosok fenomenal seorang Perdana Menteri Pakistan. Dia bernama Imran Ahmed Khan Niazi atau akrab disapa Imran Khan. Khan dulunya adalah seorang bintang kriket Pakistan di tahun 1980-an. Bahkan, dia adalah kapten tim kriket Pakistan ketika menjuarai Piala Dunia Kriket tahun 1992. Setelah itu dia pensiun dan memulai kiprahnya di bidang politik dengan mendirikan partai Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI).
Politikus PTI tersebut dilantik menjadi perdana menteri pada 18 Agustus 2018. Setelah menjabat sebagai perdana menteri, Khan langsung berusaha mengubah arah kebijakan luar negeri Pakistan. Khan mencoba untuk menjalin kerja sama dengan banyak negara serta merekonsiliasi hubungan Pakistan dengan India.
Kehadirannya dalam sejumlah lawatan penting Pakistan ke negara-negara “berduit” seperti China dan Arab Saudi menjadi hal yang patut kita perbincangkan. Lawatan-lawatan itu menjadi hal yang “wajib” Khan lakukan karena keadaan ekonomi Pakistan yang sedang diujung tanduk. Devisa negara hanya mampu menalangi kebutuhan impornya selama dua bulan serta defisit transaksi berjalan sebesar 6,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jauh di atas batas standar internasional, yakni tiga persen dari PDB. Defisit tersebut menyebabkan terjadinya pemangkasan anggaran belanja negara yang berujung pada pengetatan di bidang moneter.
Khan pun melakukan segala cara dalam membujuk negara-negara “berduit” itu untuk rela membantu keadaan ekonomi di negerinya. Dia sengaja mencari negara-negara yang sedang dikucilkan oleh komunitas internasional. Kesannya, seolah-olah hanya Pakistan yang mau merangkul negara-negara tersebut. Khan telah mendatangi Saudi sampai dua kali yang notabenenya sedang dikecam akibat kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Tidak tanggung-tanggung Qatar yang menjadi lawan dari Saudi juga ada dalam agenda pentingnya.
Selanjutnya, Khan menghubungi China yang saat ini juga dikecam akibat pemberian utang besar-besaran ke negara dunia ketiga, untuk meneruskan proyek China-Pakistan Economic Corridor (CPEC). CPEC adalah salah satu flagship project atau progam unggulan dari One Belt One Road (OBOR) yang merupakan proyek ambisius China untuk menghubungkan jalur perdagangan dan memperkuat peran geopolitiknya di kawasan Eurasia dan Afrika. Proyek senilai lebih dari US$900 miliar dan mencakup 65 persen penduduk dunia itu mengincar negara-negara yang sedang membutuhkan bantuan dana lebih untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Padahal sebelumnya Khan menentang proyek CPEC waktu kampanye silam. Tetapi, setelah menjadi Perdana Menteri, Khan menyadari bahwa proyek CPEC tersebut merupakan salah satu cara tercepat untuk memperbaiki ekonomi negaranya. Pakistan pun mendapat jatah terbanyak di antara negara OBOR lainnya, yakni sebanyak $62 miliar dana yang disediakan China untuk Pakistan.
Mengapa Keahlian Diplomasi Menjadi Penting?
Diplomasi dapat diibaratkan sebagai pelumas dalam memperlancar roda hubungan internasional. Melalui diplomasi, diharapkan mampu mempercepat proses terjadinya kesepakatan yang diinginkan (Freeman, 1994: 75).Khan menyadari betul istilah diplomasi sebagai pelumas roda hubungan internasional. Menariknya, Khan hanya perlu melakukan hal yang sederhana untuk bisa membuat diplomasi berfungsi sebagai pelumas roda hubungan internasional.
Hal tersebut terjadi dalam kunjungan Pangeran Salman ke Pakistan beberapa waktu yang lalu. Khan melakukan hal yang sederhana dengan menjadi sopir langsung Pangeran Salman. Hanya semobil berdua dari bandara hingga ke kediaman perdana menteri. Walaupun kebanyakan rakyatnya mencemooh karena tidak mencerminkan tindakan seorang pemimpin negara, tindakan itu dinilai berhasil membuat Pangeran Arab berinvestasi sebesar Rp120 triliun untuk mendirikan kilang minyak di Pakistan serta Rp200 triliun untuk membuat pabrik kimia dan sejenisnya
Diplomasi yang baik menuntun pada keberhasilan suatu kesepakatan. Kebanyakan pemimpin-pemimpin negara saat ini mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam berdiplomasi. Hal itu didasari oleh perkembangan yang masif di ranah komunikasi internasional. Dengan diplomasi yang baik dapat menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi. Di samping itu, diplomasi digunakan juga untuk menjalin hubungan dagang dan ekonomi.
Satu hal yang penting di dalam diplomasi adalah proses negosiasi. Diplomasi dapat dengan mudah tercapai jika suatu negara memiliki kemampuan bernegosiasi yang baik untuk menangani permasalahan dan mencapai kepentingan nasionalnya (Watson , 1982: 15). Terkait tindakan negosiasi, hal ini menunjukkan perkembangan orientasi tujuan suatu diplomasi. Jika pada masa lalu diplomasi berkutat dalam tindakan negosiasi terkait perang dan perdamaian, pada saat ini negosiasi dalam diplomasi bergeser pada isu yang lebih luas, yaitu isu mengenai lingkungan, hak asasi manusia, dan ekonomi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Harold Nicholson bahwa diplomasi adalah “the business of art of the diplomatic”. Dalam hal ini, diplomasi terkait dengan tindakan seni dan bisnis yang bersifat multidimensional dan berorientasi keuntungan dalam tujuan pelaksanaannya. Seperti yang diungkapkan oleh Wang (2006) diplomasi memiliki tiga tujuan utama, yaitu; (1) mempromosikan tujuan dan kebijakan negara; (2) bentuk komunikasi nilai dan sikap; serta (3) sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman bersama dan mutual trust antara negara dan masyarakat. Dengan demikian, diplomasi sangat terkait dengan kemampuan komunikasi diplomat itu sendiri.
Contohnya dapat kita saksikan bagaimana Franklin Delano Roosevelt memainkan “seni” diplomasinya dalam meregangkan hubungan Rusia-Jepang dan Jerman-Perancis pada tahun 1904 dan 1906. Hal tersebut, mengantarkan Roosevelt memperoleh hadiah Nobel Perdamaian. Kutipan terkenal dari Roosevelt “Bicaralah secara lembut sambil membawa tongkat besar, dengan begitu kamu akan berhasil” menjadi rujukan para diplomat saat ini.
Presiden Soekarno juga mencontohkan bagaimana diplomasi dapat memainkan peran yang signifikan dalam menjalin hubungan antar negara. Politik “dua kaki” atau dapat diartikan tidak memihak siapa pun ala Soekarno mampu membuat Indonesia menjadi disegani oleh Amerika Serikat dan Rusia pada waktu pasca kemerdekaan.
Hubungan dengan India
Di sini Khan memainkan perannya sebagai seorang aktor serbabisa. Perannya tidak selalu sebagai penggoda investasi bagi negara lain, tetapi juga sebagai inisiator perdamaian dalam hubungan Pakistan-India. Khan lebih menonjolkan upaya konsolidasi nonmiliter kedua negara. Ini dibuktikan dengan inisiatif Pakistan untuk melepaskan seorang pilot India yang ditembak jatuh karena memasuki wilayah udara Pakistan. Menurut Khan, hal itu ditujukan sebagai upaya meredam konflik dengan India.
Pemerintahan Khan juga sedang membangun koridor bagi peziarah Sikh di daerah Kartarpur, Pakistan. Hal ini disebabkan karena pendiri ajaran Sikh, Guru Nanak, menghabiskan lebih dari 15 tahun hidupnya untuk bersemedi di Kartapur Sahib.
Peletakan batu pertama pembangunan koridor dihadiri langsung oleh Khan demi membuktikan kesungguhan Pakistan dalam menghangatkan hubungan kedua negara ini. Khan mengundang pemerintahan India untuk mengikuti seremoni peletakan batu pertama tersebut. Media Internasional memuji tindakan Perdana Menteri Pakistan ke-22 ini dan menyebutkan secara tidak langsung India telah dikalahkan oleh Khan dalam perlombaan diplomasi regional.
Seolah-olah Khan mencoba mempraktikkan kemampuan bermain kriket dalam upaya diplomatiknya. “Kapten” pemerintahan Pakistan ini berperan sebagai seorang batsman atau pemukul yang berlari sekencang-kencangnya mengelilingi India hingga nilai yang terkumpul lebih tinggi dari negara tersebut selama perpindahan (over) yang ada. Pemimpin “Tim” Pakistan itu mengomandokan “pemain-pemain” lainnya untuk membantunya memenangi “pertandingan”.
Gaya khas pemain kriket menjadi ciri-ciri yang melekat di dalam diplomasi seorang Khan. Kesabaran dan strategi menjadi salah satu kunci dalam memenangi pertandingan. Keberhasilan sebuah diplomasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar selayaknya memenangi pertandingan kriket yang juga butuh rata-rata enam jam dalam setiap pertandingannya.
Upaya Mempertahankan Kepentingan Nasional
Diplomasi sebagai instrumen politik luar negeri suatu negara tidak selalu berbicara tentang kebijakan di luar teritorial suatu negara. Diplomasi pada hakikatnya selalu bertujuan demi kepentingan nasional. Prosedur dalam pelaksanaan demokrasi ini tentunya wajib dikuasai seorang aktor politik. Khan adalah aktor yang dapat diakui kelihaiannya dalam melakukan diplomasi. Dari berbagai dimensi teori mengenai diplomasi, tindakan yang dilakukan oleh Khan dapat dianalisis. Sifat dan perilaku yang ada di dalam diri seorang Khan menunjukkan bahwa kemampuan soft-skills itu penting. Kemampuan tersebut perlu mendapat perhatian khusus bagi aktor-aktor politik luar negeri. Mereka harus memahami bahwa diplomasi merupakan seni mengenai bagaimana kemampuan kita “menjual diri” dalam artian yang positif.
Khan melakukannya dalam tempo singkat sesaat setelah menjabat sebagai Perdana Menteri Pakistan yang baru. Upayanya yang terkesan agresif itu sesungguhnya patut dicermati sebagai upaya terakhir dalam menyelamatkan negaranya dari keterpurukan. Dahulu, Khan dibenci di dalam dan luar negeri. Sekarang dia mulai menuai simpatik dari rakyatnya sendiri. Rasionalitasnya dalam melakukan diplomasi dapat membuat negara lain menaruh hormat padanya. Duo China-Saudi yang dicanangkan olehnya memang belum menghasilkan sesuatu yang signifikan, namun menarik untuk dinanti hasil dari “seni” diplomasi seorang Imran Khan.
Daftar Pustaka:
Freeman, Chas. W. 1994. The Diplomat’s Dictionary. Washington DC: United States Institute of Peace Press
Hennida, Citra. 2009. Diplomasi Publik dalam Politik Luar Negeri. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 22(1), hlm. 1-12
Wang, J. 2006. Public Diplomacy and Global Business. The Journal of Business Strategy. 27(3), hlm. 49-58
Penulis : Kelvin Ramadhan H. dan Rizky Murdiana
Editor : Luqman Abdul Malik