
©FFD2018
Di umurnya yang ke-17, Festival Film Dokumenter (FFD) akan digelar pada tanggal 5-12 Desember 2018 di Taman Budaya Yogyakarta dan IFI-LIP Yogyakarta. Berbeda dari edisi-edisi sebelumnya, kali ini FFD memilih untuk tidak mengangkat tema spesifik dalam penyelenggaraan festival. Hal ini merupakan upaya menghidupkan kembali semangat awal FFD dalam mengamati perkembangan dokumenter sebagai refleksi sosial dan media edukasi, yaitu; merekam yang tersisa, mencari yang tak terlihat, dan menemukan pengetahuan (recording the remnants, searching for the unseen, finding insight).
FFD 2018 memiliki beberapa agenda utama, yakni: Pemutaran Kompetisi dan Non-Kompetisi, Diskusi dan Presentasi, Ekshibisi, dan Lokakarya.
Meneruskan semangat tahun lalu, kategori kompetisi Dokumenter Panjang pembuat film dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan kategori Dokumenter Pendek dan Dokumenter Pelajar diselenggarakan dalam skala nasional, dengan harapan mampu menumbuhkan gairah membuat film dokumenter di antara sineas-sineas Indonesia. Tahun ini, FFD menerima 118 film kategori Dokumenter Panjang Internasional, 100 film kategori Dokumenter Pendek, dan 23 film kategori Dokumenter Pelajar. Juri yang terlibat dalam kompetisi Dokumenter Panjang tahun ini antara lain: Wakai Makiko (Programmer Yamagata International Film Festival), Nicolas Boone (Filmmaker Perancis), dan Bonnie Triyana (Sejarawan Indonesia). Dari Dokumenter Pendek, terlibat tiga orang juri, yaitu: Mandy Marahimin (Produser Tanakhir Films), Aryo Danusiri (Filmmaker Indonesia), dan Fan Wu (Programmer Taiwan International Documentary Festival). Sedangkan Dokumenter Pelajar memiliki juri: Jason Iskandar (Filmmaker Indonesia), Alexander Matius (Programmer Kinosaurus), dan Vivian Idris (Filmmaker Indonesia).
Agenda pemutaran Non-Kompetisi dibagi ke dalam 13 program, yaitu: Perspektif, Spektrum, Retrospektif, The Feelings of Reality, Taiwan Documentary: Into the Time Capsule, Polish Docs: Looking After the Family, A Play of Perspective, Fragmen Kecil Asia, Human, Frame by Frame, DocSound, Lanskap, Le Mois du Documentaire, dan Special Screening Talking Money.
Perspektif merupakan salah satu program utama Festival Film Dokumenter yang menilik isu spesifik tiap tahunnya. Program ini lahir sebagai respon terhadap pembacaan atas fenomena sosial dan geliat sekitar yang krusial untuk diangkat pada masanya. Tahun ini, Program Perspektif mencoba memaknai ulang konsep kerja. Tahun ini, wacana tentang relasi antara manusia dan kerja akan dihidupkan melalui beberapa film pilihan, antara lain Beautiful Things (Italia), Dream Away (Jerman), Fondata sul Lavoro (Belanda), Ladli (India), Robot Somnambulism (Taiwan), See You, Lovable Strangers (Taiwan), dan X Galeri (Austria). Program Perspektif juga akan direspon dengan sesi diskusi bersama Hizkia Yosie Polimpung (Peneliti) yang mengajak penonton untuk mempertanyakan kembali hakikat kerja.
Program Spektrum hadir sebagai respon atas berbagai perkembangan bentuk yang hadir dalam ranah dokumenter, sebagai buah eksplorasi atas sinema dokumenter dunia. Di tahun ini, program Spektrum memilih enam film asal Perancis yang dikurasi bersama dengan Institut Francais d’Indonesie, yaitu Braguino (2017), L’OpĂ©ra (2017), Les Indes Galantes (2017), Makala (2017), Hillbrow (2017), dan Etage 39 (2017).
Retrospektif adalah program yang mengamati perkembangan dokumenter dunia lewat karya-karya para maestro dokumenter. Tahun ini, FFD bersama Goethe-Institut Indonesia memilih Harun Farocki, pembuat film asal Jerman yang banyak mengangkat kisah-kisah industrialisasi, manusia, dan kerja. Film-film yang diputar adalah As You See (1985) dan Workers Leaving the Factory (1995).
Dalam agenda Festival Film Dokumenter kali ini program jangka panjang bertajuk The Feelings of Reality juga akan diluncurkan. Program Forum Film Dokumenter yang didukung oleh VOICE GLOBAL ini membicarakan fenomena disabilitas melalui medium virtual reality (VR). Dimulai dari tahun ini, FFD berusaha mengajak penonton untuk “mengalami” disabilitas, dengan harapan mampu memunculkan empati dan kepedulian terhadap akses dan problematika yang dialami oleh teman-teman difabel.
Taiwan Documentary: Into the Time Capsule merupakan buah kolaborasi antara FFD dengan Taiwan Docs dan Taiwan Film Institute. Program ini mengajak penonton untuk menelusuri problema dan fenomena khas Taiwan melalui karya dokumenter. Ada enam film yang akan diputar, yaitu; Modern Poetry Exhibition/1966 (1966), The Mountain (1966), Experiment 002 (1994), The Prophet (2016), Small Talk (2016), dan Goodnight & Goodbye (2018).
Polish Docs: Looking After the Family adalah program kolaborasi FFD dengan Krakow Film Foundation yang akan menelusuri tema keluarga melalui dua bentuk dokumenter: animasi dan non-animasi. Ada tiga film non-animasi yang akan diputar, yaitu; Close Ties (2016), Three Conversation on Life (2016), dan Father and Son (2013). Adapun film dokumenter yang akan diputar, antara lain; A Documentary Film (2013), Gibbon’s Island (2016), Two Elements (2014), dan The Son (1970).
Meneruskan kerjasama tahun lalu bersama dengan National Film Board Canada dan Kedutaan Besar Kanada di Indonesia, FFD tahun ini hadir dengan program A Play of Perspective. Program ini akan mempertanyakan kembali film sebagai media lewat pemutaran film menggunakan teknologi augmented reality atau realitas tertambah. Ada tiga proyek yang akan ditampilkan kali ini; The Enemy, The Space We Hold, dan proyek antologi Very Very Short.
Bekerja sama dengan Pusat Perkembangan Perfilman Indonesia, DocSound menjadi program baru FFD yang mengemas perbincangan, eksperimentasi, sekaligus ekshibisi atas suara dalam kehidupan sehari-hari melalui medium dokumenter. Film-film yang diputar dalam program ini antara lain; In the Stillness of Sounds (2018), Electro-Pythagoras: A Portrait of Martin Bartlett (2017), Opera O Polsce (2017), dan Waterland (2018).
Fragmen Kecil Asia adalah usaha kami untuk melihat Asia melalui fenomena dalam masyarakatnya. Bekerja sama dengan NHK WORLD dan Impleo, program ini akan memutar dua film dokumenter; Danchi Woman (Jepang, 2018), Dreaming of Van Gogh (Cina, 2007).
Secara khusus, FFD turut memperingati Hari HAM Sedunia (10 Desember 2018) dengan menghadirkan program spesifik yang menyoroti kompleksitas manusia dan dialog-dialog yang lahir di dalamnya lewat program Human, Frame by Frame. Dibagi ke dalam tiga bingkai, beberapa film yang mewakili isu-isu yang diangkap ke dalam bingkai-bingkai mengenai polemik kemanusiaan ini adalah: 19 Days (2016), Angin Pantai Sanleko (2018), dan Goodbye My Love, North Korea (2018). Beberapa film dalam program ini merupakan kerjasama dengan National Film Board of Canada dan Kedutaan Besar Canada di Indonesia, dan juga Institut Francais d’Indonesie.
Dalam program Lanskap, FFD memberikan ruang tambahan bagi film-film dokumenter Indonesia untuk dapat diapresiasi secara luas oleh penonton di negeri sendiri. Film-film yang akan diputar dalam program ini adalah Nyala: Nyanyian yang tak Lampus (2018), Lakardowo Mencari Keadilan (2018), dan beberapa film pendek pilihan dari kompetisi pada dua tahun terakhir.
Agenda Le Mois du Documentaire sendiri merupakan hasil kerja sama antara FFD dengan Institut Francais d’Indonesia, Program ini akan membicarakan makanan serta kaitannya dengan isu lingkungan dan kelas sosial, lewat pemutaran beberapa film, yaitu; La Cuisine des Justes (2017), Stories of the plains (2017), Wine Calling (2017), dan The Quest of Alain Ducasse (2017).
Tahun ini, FFD juga akan menghadirkan pemutaran perdana di Indonesia untuk film terbaru dari Sebastian Winkles, sutradara asal Jerman, yang berjudul Talking Money (2018). Agenda ini dirangkai bersama dengan diskusi film tersebut di program School of Seeing, sebuah program apresiasi dokumenter yang diselenggarakan InDocs dan Goethe Institut Indonesia.
DocTalk merupakan program diskusi, panel, dan presentasi mengenai perkembangan praktik dan ekosistem dokumenter: mulai dari produksi, program film, festival film, distribusi, hingga lembaga atau organisasi kebudayaan. Terdapat dua agenda dalam program DocTalk, yaitu; diskusi tentang kritik film yang bertajuk Film Criticism: How Matter Does Critics?. Agenda kedua adalah Seri Diskusi Programming On Table, yang terdiri atas tiga sesi: Programmer Festival, SEA Movie, dan Festival Film Papua.
Salah satu wujud visi edukasi, FFD tahun ini kembali menghadirkan Lokakarya Kritik Film. Program ini merupakan diprakarsai Festival Film Dokumenter bersama Yamagata International Documentary Film Festival, menghandirkan dua mentor handal, Chris Fujiwara (Programmer, Kritikus Film, Penulis) dan Adrian Jonathan Pasaribu (Kritikus Film, Jurnalis Film). Lokakarya ini akan diadakan secara intensif pada 6 sampai 11 Desember 2018.
Lewat berbagai tema dan agenda yang dipilih, FFD percaya jika dokumenter memiliki peran signifikan dalam yang mencerdaskan masyarakat dan menghadirkan ruang munculnya sudut pandang alternatif yang jarang disentuh media arus utama. Sebagai sebuah medium, film dokumenter dapat dimanfaatkan sebagai media aspirasi yang mandiri, menghadirkan pesan-pesan reflektif, serta dapat melewati batas-batas ruang dan waktu.