Pada Senin sore (26-11), Keluarga Mahasiswa (KM) UGM mengadakan diskusi serentak bertajuk “Melawan Kekerasan Seksual di Kampus UGM”. Acara ini merupakan aksi lanjutan dan pernyataan sikap bersama dari KM UGM terhadap kasus perkosaan yang menimpa Agni saat Kuliah Kerja Nyata 2017 di Maluku. Diskusi diadakan di lima klaster, yakni Klaster Saintek, Medika, Agro, Soshum, dan Sekolah Vokasi.
Diskusi Klaster Saintek berlokasi di Plaza Kantor Pusat Fakultas Teknik (KPFT) dan selasar Fakultas MIPA Gedung S1. Diskusi di Klaster Agro dan Medika masing-masing dilaksanakan di kantin Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Kedokteran Gigi. Sementara itu, diskusi Klaster Sekolah Vokasi dan Soshum dilangsungkan di Sekretariat BEM KM SV UGM dan selasar Fakultas Psikologi.
Diskusi yang berlangsung di KPFT mengundang Anggar Sandhy Perdan, anggota Aliansi ‘Kita AGNI’, sebagai pemantik. Berbicara mengenai upaya penyelesaian dari pihak kampus, Anggar berpendapat, UGM belum memiliki regulasi yang jelas dalam menangani kasus kekerasan seksual. Terlebih, sampai saat ini pihak kampus tidak memberikan sanksi apapun terhadap pelaku.
Anggar menuturkan, pada Agustus lalu, pelaku sudah terdaftar sebagai calon wisudawan November 2018, sedangkan, rekomendasi dari tim investigasi dirilis pada 21 Juli 2018. Hal ini mengindikasikan bahwa yudisium dan sidang sebagai syarat kelulusan telah dilaksanakan pada bulan Juli 2018. Padahal, rekomendasi dari tim investigasi menyatakan bahwa pelaku harus menjalani konseling bersama psikolog minimal selama enam bulan. Hal tersebut membuat Anggar beranggapan bahwa rekomendasi belum dijalankan.
Dalam diskusi ini, Anggar menegaskan bahwa kasus ini adalah kasus bersama mahasiswa UGM. Maka dari itu, diskusi serentak ini diadakan sebagai upaya meningkatkan kesadaran bersama untuk mendukung penyelesaian kasus ini. “Ketika kita punya dukungan dari teman-teman mahasiswa di seluruh Fakultas, tidak ada alasan lagi bagi pihak rektorat untuk tidak menyelesaikan kasus ini,” katanya.
Selain diskusi serentak, diadakan pula aksi simbolik berupa peniupan peluit dan pemukulan kentungan sebagai simbol darurat kekerasan seksual di UGM. Seusai diskusi, perwakilan KM UGM dari kelima klaster melakukan pernyataan sikap ke rektorat di Balairung UGM. Isi dari pernyataan tersebut yakni menuntut UGM memberikan pernyataan publik yang mengakui bahwa pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apapun, terlebih perkosaan adalah pelanggaran berat.
Bersamaan dengan diskusi, dilakukan penandatanganan pernyataan dukungan terhadap penyelesaian kasus perkosaan ini. Peserta diskusi menandatangani dukungan dengan menuliskan nama lengkap dan nomor induk mahasiswanya pada kain yang telah disediakan. Penandatangan ini sebelumnya telah dilaksanakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) pada tanggal 8 November 2018. Cornelia Natasya, anggota Aliansi ‘Kita AGNI’, mengatakan, sebelumnya sempat tersebar isu bahwa gerakan ini hanya milik mahasiswa Fisipol. Penandatanganan ini kembali dilaksanakan guna menegaskan bahwa gerakan Kita AGNI bukan gerakan milik mahasiswa Fisipol saja, tetapi gerakan milik bersama.
Natasya beranggapan gerakan Kita AGNI terpusat di Fisipol karena banyak dukungan yang lebih terbuka di sana. ‘Kita AGNI’ berusaha membuka kesadaran bersama dan mengajak penyintas lain untuk ikut bersuara. Aliansi ‘Kita AGNI’ percaya bahwa banyak penyintas dari fakultas lain selain Fisipol. “Jangan sampai penyintas merasa sendiri. Seperti nama yang kita pakai, ‘Kita AGNI’. Ini isu kita bersama, ini tanggung jawab kita bersama,” tutur Natasya.