Kamis (8-11), Aliansi ‘Kita AGNI’ yang terdiri dari civitas academica berbagai fakultas di UGM menggelar aksi solidaritas bertajuk ‘UGM Darurat Kekerasan Seksual’ di Taman Sansiro, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM. Aksi tersebut diawali dengan memukul kentung sebagai simbol darurat kekerasan seksual di UGM. Aksi kemudian dilanjutkan dengan orasi, pembacaan puisi, dan pembacaan sembilan butir tuntutan yang sebelumnya telah disebar melalui laman daring.
Dalam aksi tersebut, massa peserta aksi secara bergiliran membubuhkan nama dan nomor induknya di baliho dan kain putih sebagai bentuk dukungan atas tuntutan aksi. Ulya Niami Efrina Jamson, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, mengungkapkan tujuan pencantuman nama dan nomor induk peserta aksi untuk mempertegas bahwa peserta aksi itu riil dan identitasnya dapat diverifikasi. “Nama dan nomor induk peserta aksi tersebut nantinya akan kami antarkan ke rektorat,” tegasnya.
Cornelia Natasya, humas Aliansi ‘Kita AGNI’, mengatakan aksi tersebut dilakukan untuk menuntut agar UGM segera mengambil tindakan tegas terhadap kekerasan seksual yang dialami Agni (bukan nama sebenarnya) saat dirinya menjalani program Kuliah Kerja Nyata 2017 di Pulau Maluku. Dalam laporan utama BPPM Balairung yang berjudul “Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan” disebutkan bahwa tim investigasi telah memberikan dua rekomendasi kepada universitas untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Namun, Natasya menyayangkan sampai saat ini belum ada tindakan tegas dari universitas terkait rekomendasi dari tim investigasi. “Yang jelas kami akan terus mendesak UGM untuk memberikan keadilan bagi penyintas dan sanksi bagi pelaku,” ungkapnya.
Erwan Agus Purwanto, Dekan Fisipol UGM, mengungkapkan bahwa sejak kasus tersebut bergulir secara internal pada 2017, Fisipol terus mendesak universitas untuk menindaklanjuti rekomendasi dari tim investigasi. Namun, ia menyayangkan belum ada tindak lanjut yang signifikan dari universitas. Erwan juga mengatakan hal tersebut yang kemudian membuat penyintas merasa diperlakukan tidak adil. “Mari kita desak agar universitas menghambat kelulusan pelaku sampai kasus ini tuntas,” ungkapnya.
Hening Wikan, salah satu partisipan aksi, mengatakan terdapat permasalahan struktural dalam birokrasi kampus yang menghambat Agni mendapatkan keadilan. “Hambatan tersebut adalah sikap para birokrat kampus yang tidak ramah dan tidak memiliki perspektif keadilan gender,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Natasya. Menurutnya, UGM sebagai institusi pendidikan sangat abai dan justru menunjukkan sikap yang sama sekali tidak berpihak terhadap penyintas. Ia juga menyesalkan beberapa pernyataan pejabat UGM yang menyayangkan keberanian Agni dalam mengadvokasi kasusnya. Selain itu, ia juga mengibaratkan kasus kekerasan seksual yang dialami Agni seperti puncak gunung es. Menurutnya, banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus namun sangat sedikit yang terekspos. “Aksi ini adalah bentuk solidaritas awal, yang jelas akan ada aksi dan pergerakan-pergerakan selanjutnya, penyintas-penyintas akan kembali berdiri dan berjuang bersama Agni,” tegasnya di sela-sela aksi.
Menanggapi aksi tersebut, Wikan berharap para penyintas kekerasan seksual di UGM dapat segera memperoleh keadilan dan penanganan yang seharusnya. “Dalam artian, regulasi di UGM mengenai kasus kekerasan seksual harus sudah jelas dan harus ada unit yang dapat menangani kasus-kasus tersebut secara khusus dengan perspektif yang sesuai,” pungkasnya.
Penulis: Anisa Nur Aini
Penyunting: Krisanti Dinda
Videografer: Maulidya R. Atikah & Rizky Ramadhika
1 komentar
Salut untuk redaksi Balairung, untuk mahasiswa/i UGM alangkah baiknya apabila gerakan seperti ini berkelanjutan dan menjadi wadah bagi para korban lain (yang mungkin ada). Korban selalu takut dan apabila ada medium seperti ini mungkin kasus-kasus serupa dapat diselesaikan dan perubahan dari internal UGM bisa bersumbangsih memunculkan gerakan serupa di universitas lain maupun dalam masyarakat. Patriarki memang harus dikikis dari segala sistem sosial, semoga kejadian ini dapat menjadi awal dari keadilan akan kasus pelecehan dan bekerjanya rasio manusia. Salam.