Ia dipanggil Kurir Akhirat sebab pekerjaannya adalah mengantarkan berbagai barang dari orang-orang di dunia fana ke orang-orang di akhirat, baik surga maupun neraka. Kurir itu mengelilingi dunia fana dengan bersepeda sambil menyerukan, “Akhirat!” berkali-kali, dan siapa pun yang sedang memerlukan jasanya akan memanggilnya supaya berhenti. Dan, Kurir Akhirat mesti dan hanya bisa dibayar dengan rasa terima kasih yang tulus.
Paling sering, orang-orang hidup mengirimkan surat buat teman atau keluarganya yang telah mati, mungkin sekadar untuk mengabarkan bahwa diri mereka baik-baik saja dan yang-telah-mati tak usah cemas di sana, atau apalah. Sayangnya, seberapa sering pun mereka mengirim surat atau barang apa pun, mereka tak akan pernah mendapat kiriman balasan dari yang-telah-mati, karena Kurir Akhirat hanya melayani pengantaran barang dari dunia fana ke akhirat, tidak sebaliknya. (Dulu sekali, ia pernah melayani pengiriman barang dari akhirat ke dunia fana. Tapi, semenjak ada penghuni neraka yang mengirimkan sesuatu-yang-khas-neraka buat entah-siapa di dunia fana dan menyebabkan dunia fana heboh bukan main untuk beberapa lama, Tuhan pun melarang Kurir Akhirat buat melayani pengantaran barang dari akhirat ke dunia fana.)
Hari itu, Kurir Akhirat melintasi Desa Bomay dan ada salah seorang penduduk yang memanggilnya karena membutuhkan jasanya.
“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Kurir Akhirat dengan ramah.
“Aku ingin diriku dikirim ke istriku yang berada di neraka.”
Tentu saja Kurir Akhirat terkejut. “Permintaan Tuan aneh sekali.”
“Memang aneh, tapi bukan berarti salah, kan? Toh, aku ini termasuk barang.”
“Tapi, Tuan, tidak ada manusia yang ingin masuk neraka. Apalagi manusia yang masih hidup.”
“Nah! Sekarang kau tahu bahwa pemikiranmu itu salah.”
“Apakah Tuan tahu bahwa jika saya membawa Tuan ke neraka, Tuan tidak akan bisa kembali ke dunia ini?”
“Aku tahu.”
“Apa Tuan yakin?”
“Astaga! Bisakah kau tidak usah banyak bertanya?!” Kemarahan orang itu meletus. “Aku hanya ingin kau mengirimku ke istriku dan, demi Tuhan, aku akan membayarmu dengan rasa terima kasih yang paling tulus sedunia!”
***
Ternyata seluruh tubuhnya muat untuk masuk ke ransel Kurir Akhirat yang ukurannya taklah lebih besar dari perutnya yang buncit. Ajaibnya lagi, ia berada di dalam ransel itu bersama ribuan barang lainnya tanpa perlu berdesak-desakan!
“Apa Tuan sudah siap untuk melakukan perjalanan?” ucap Kurir Akhirat.
Ia mendengus kesal. “Apa kau selalu bertanya demikian pada tiap barang yang akan kau antar ke akhirat?”
“Ah, maafkan saya, Tuan.”
Kurir Akhirat pun mulai mengayuh sepedanya.
Diam-diam, manusia itu membuka sedikit ritsleting ransel Kurir Akhirat sehingga ia bisa mengintip ke luar dan menghafalkan jalan yang dilalui untuk sampai ke neraka.
***
Begitu melewati sebuah gerbang besar berlapis emas yang dijaga oleh banyak malaikat rupawan, ia pun sadar bahwa Kurir Akhirat pergi ke surga terlebih dahulu.
Ketika sepeda Kurir Akhirat berhenti—karena telah sampai di salah satu tujuan—ia cepat-cepat menutup ritsleting ransel itu agar tak menimbulkan kecurigaan pada sang kurir. Kala sepeda mulai dikayuh, lagi-lagi ia membuka ritsleting ransel Kurir Akhirat dari dalam.
***
Setelah melewati gerbang besar berlapis api yang dijaga oleh banyak iblis buruk rupa, Kurir Akhirat mengatakan, “Saya akan mengantarkan Anda terlebih dahulu, sebab istri Tuan tinggal paling dekat dengan gerbang neraka.”
Ia pun senang bukan main.
Ketika sepeda berhenti, ia cepat-cepat menutup ritsleting ransel Kurir Akhirat, dan beberapa detik kemudian ritsleting itu dibuka oleh sang kurir untuk mengeluarkan dirinya dari dalam ransel.
“Inilah rumah istri Tuan,” ucap Kurir Akhirat sembari mendekati pintu rumah yang ia maksud, lalu mengetuknya sebanyak tiga kali.
Pintu lantas dibuka dan ia melihat istrinya yang dipenuhi luka busuk, tetapi tetap cantik.
“Astaga! Suamiku!” pekik wanita itu, lantas berlari mendekati sang suami dan memeluknya erat.
Ia merasakan air mata sang istri di pundak kirinya. Tapi ia, juga istrinya, tak mempunyai waktu untuk menikmati keharuan. “Kita harus segera kembali ke dunia fana, Sayang,” ujarnya.
Sang istri terkejut. “Apa? Bagaimana caranya?”
“Saya tidak melayani pengantaran barang dari akhirat ke dunia fana, Tuan,” Kurir Akhirat menimpali.
Ia pun melepaskan diri dari pelukan istrinya dan mengeluarkan sebilah pisau dari balik kaus kaki, lalu membunuh Kurir Akhirat dengan menikam jantungnya. Ia kemudian cepat-cepat mengambil ransel Kurir Akhirat, memasukkan istrinya secara paksa ke dalam sana, dan mencuri sepeda sang kurir untuk kabur dari neraka.
Ia mengayuh sepeda itu dengan amat cepat. Saking cepatnya, sampai-sampai para penjaga gerbang neraka tak bisa menangkapnya saat ia melintasi gerbang itu.
***
Ia terpental dari dunia mimpi sebab jam bekernya yang berdering. Ia lalu cepat-cepat keluar dari rumahnya dan menunggu Kurir Akhirat lewat.
Kurang lebih sepuluh menit kemudian, apa yang ditunggunya pun tiba. Ia segera menghentikan Kurir Akhirat di depan rumahnya dan meminta kurir itu untuk mengirimkan dirinya ke sang istri yang berada di neraka. Rupanya, Kurir Akhirat langsung saja mengiyakan.
Ia kemudian dimasukkan ke dalam ransel Kurir Akhirat. Seluruh tubuhnya muat di dalam sana, meskipun mesti berdesak-desakan bersama ribuan barang lainnya, sampai-sampai ia sesak napas. Tapi itu taklah masalah; ia bisa bernapas bebas setelah membuka sedikit ritsleting ransel Kurir Akhirat dari dalam, buat mengamati-menghafalkan jalan yang dilalui untuk sampai ke neraka.
***
Kurir Akhirat mengetuk pintu salah satu rumah di akhirat. Ketika pemilik rumah itu membuka pintu, Kurir Akhirat berkata, “Suami Anda mengirimkan dirinya untuk Anda.”
Wanita itu terkejut. “Benarkah?”
Kurir Akhirat pun membuka ranselnya dan mendapati tubuh pria yang mengirim dirinya itu tinggal abu, akibat tingginya suhu neraka. Istri dari pria itu lantas menangis meraung-raung, dan Kurir Akhirat menghiburnya dengan berkata, “Semoga saja suami Anda telah melakukan cukup kejahatan, sehingga bisa berbahagia bersama Anda di sini.”
Surya Gemilang
Lahir di Denpasar, 21 Maret 1998. Buku pertamanya adalah antologi cerpen tunggal berjudul Mengejar Bintang Jatuh (2015). Kumpulan puisi Cara Mencintai Monster (2017) adalah buku keduanya. Buku ketiganya, berupa kumpulan puisi juga, berjudul Mencicipi Kematian (2018). Karya-karya tulisnya yang lain dapat dijumpai di lebih dari sepuluh antologi bersama dan sejumlah media massa, seperti: Kompas, Suara NTB, Bali Post, Riau Pos, Rakyat Sumbar, Medan Bisnis, Basabasi.co, Litera, Tatkala.co, dan lain-lain.