Selasa (1-5) beberapa kelompok dan aliansi massa hari buruh menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Malioboro. Terdapat setidaknya lima gelombang massa yang menyuarakan tuntutannya di beberapa titik seperti Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DIY, monumen Serangan Umum Satu Maret, serta Titik Nol Kilometer. Secara umum mereka menyoroti pemenuhan kesejahteraan buruh seperti pengupahan buruh, sistem outsourcing, dan jaminan sosial terhadap buruh.
Salah satu gelombang massa membawa spanduk bertuliskan “Bangun Perumahan Buruh dan Terapkan Upah Minimum Sektoral di DIY”. Mereka terdiri dari Dewan Perwakilan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD K.SPSI) DIY dan Front Perjuangan Pemuda Indonesia Pimpinan Kota (FPPI PIMKOT) Yogyakarta. Massa aksi berjalan dari depan kompleks Gedung DPRD DIY hingga Titik Nol Kilometer sambil mengusung boneka berbentuk orang-orangan sawah. Boneka ini dihancurkan dan dibakar setelah aksi teatrikal di Titik Nol Kilometer. Massa aksi membawa daftar tuntutan yang mereka sebut sebagai Sembilan Bahan Pokok/Sembako. Tuntutan itu memperjuangkan perihal penerapan upah minimum sektoral DIY, serta pembangunan perumahan buruh yang layak dan terjangkau di DIY.
Massa aksi itu melewati massa dari Aliansi Rakyat Pekerja Yogyakarta (ARPY) yang pesertanya didominasi oleh para perempuan dari Serikat Perempuan Pekerja Rumahan Kota Bantul dan Serikat Pekerja Rumah Tangga DIY. Aksi dimulai dari depan Kantor Gubernur DIY. Sambil berjalan, sebagian peserta ARPY mencuri perhatian pengunjung Malioboro dengan membunyikan kentungan. Mereka juga mengadakan pentas dari kelompok-kelompok buruh dan menari bersama di depan Monumen Serangan Umum Satu Maret . Tuntutan mereka melingkupi upaya ratifikasi konvensi ILO No. 177 dan rekomendasinya No. 189 Tahun 1996. Mereka juga memperjuangkan pengakuan dan perlindungan hak atas kerja layak bagi buruh informal perempuan, seperti buruh gendong, pekerja rumahan dan rumah tangga.
Tidak jauh dari massa aksi Aliansi Rakyat Pekerja Yogyakarta, massa dari Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota (AMP-KK) Yogyakarta melakukan aksi teatrikal di tengah Titik Nol Kilometer. Mereka berlari mengelilingi Titik Nol Kilometer yang sebelumnya baru ditinggalkan massa DPD K.SPSI DIY dan FPPI PIMKOT Yogyakarta. Selain Hari Buruh, AMP-KK memperingatinya sebagai aksi menolak aneksasi 55 tahun Indonesia atas West Papua. Salah satu tuntutannya adalah memberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat West Papua.
Sementara itu, di depan gerbang Kantor Gubernur DIY telah berkumpul massa aksi dari Aliansi Rakyat Untuk Satu Mei (ARUS) Yogyakarta. Dalam aksi itu, terlihat beberapa pemuda yang badannya telah diwarnai putih dan diikat lehernya, sebagai simbol cengkeraman kapitalisme dalam dunia pendidikan. Mereka juga menuntut penghentian pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) dan pencabutan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tak jauh dari massa aksi ARUS, terdapat massa aksi yang sedang berhadap-hadapan dengan polisi yang berbaris rapat di depan gerbang kompleks DPRD DIY. Massa aksi itu berasal dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) Yogyakarta yang aksinya mengusung tema “Perhebat Perjuangan Rakyat Lawan Rezim Fasis Jokowi-JK Boneka Imperialis”. Tuntutan mereka meliputi pencabutan Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan (SG) dan Kadipaten (PAG), penghentian program reforma agraria palsu pemerintah dan pewujudan reforma agraria sejati sebagai jalan pembangunan industrialisasi nasional yang berdaulat, serta pemenuhan hak atas upah pemain PSIM Jogja.
Fotografer: Arjun Subarkah
Kurator: Kurnia Putri Utomo