Mulai Senin (27-11) lalu, PT Angkasa Pura I gencar melakukan pembersihan lahan untuk calon bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA). Aparat keamanan yang terdiri dari polisi dan militer serta petugas PLN Kulon Progo juga memutus aliran listrik di pemukiman warga, baik yang sudah konsinyasi maupun tidak konsinyasi. Salah satu sasaran pembersihan lahan tersebut adalah rumah keluarga Suminem. Pada Selasa (28-11), rumahnya yang berada di Kecamatan Temon didatangi oleh PT Angkasa Pura I dan berujung pada pemborgolan serta penyeretan suaminya oleh aparat keamanan. “Suami saya tidak berbuat jahat, kenapa tangannya diborgol dan diseret oleh aparat keamanan?” ucap Suminem.
Suminem melanjutkan bahwa suaminya yang bernama Suyanto hanya berusaha melindungi haknya agar listrik tidak dicabut oleh PLN Kulon Progo. Menurut keterangan Suyanto, meteran listrik yang ia bayarkan sudah menjadi haknya, karena ia sudah membeli listrik. “Kenapa pihak PT Angkasa Pura I merampas begitu saja hak saya? Otomatis saya melarang mereka untuk memasuki rumah kami,” ujar Suyanto.
Aksi Suyanto melindungi rumahnya berujung pada pemborgolan dan penyeretan paksa terhadapnya. Sembari menunjukkan luka yang disebabkan oleh aparat keamanan, Suyanto mengatakan bahwa ia merasakan pemukulan oleh aparat. “Saya merasa dipukul dari depan dan belakang, sampai-sampai helm saya bolong,” kata Suyanto. Setelah dipukuli, Suyanto mengatakan bahwa ia sempat dibawa ke kantor Pamong Praja.
Suminem yang tidak terima dengan perlakuan aparat terhadap suaminya, lantas berusaha membela suaminya. Namun, Suminem juga dihadang oleh dua aparat keamanan. “Saya kena cekik di leher, sampai tidak bisa makan satu hari karena sakit,” terang Suminem. Ia pun menambahkan, PT Angkasa Pura I memaksa agar mengosongkan rumah sebelum tanggal 4 Desember 2017.
Suminem mengatakan, tanah yang mereka tempati tidak masuk dalam konsinyasi. Menurutnya, jika sudah tanda tangan konsinyasi, tanah tersebut sudah menjadi hak PT Angkasa Pura I dan menerima tim penilai (appraisal) tanah untuk ganti rugi. Namun, keluarganya sama sekali tidak menandatangani konsinyasi, maka hak atas tanah tetap dimiliki oleh keluarganya. “Saya tetap bertahan untuk menolak pembangunan NYIA karena mata pencaharian saya memang dari pertanian,” terangnya.
Dua hari setelahnya pada Kamis (30-11), di sekitar rumah Suminem dan Suyanto, nampak ekskavator yang sedang meratakan bangunan dan pohon-pohon yang ditumbangkan. Tanah-tanah juga telah diratakan oleh PT Angkasa Pura I. Selain itu, sekitar seratus meter dari rumahnya nampak Masjid Al-Hidayah. Masjid yang rusak halamannya akibat galian dan buangan material dari mesin ekskavator PT Angkasa Pura I.
Menurut Wijiyanto, salah seorang warga penolak NYIA, hal yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura I merupakan bentuk intimidasi terhadap warga penolak bandara. Ia melanjutkan, efek pemutusan listrik secara sepihak oleh PT Angkasa Pura I bagi Wiji adalah anak-anak yang terganggu aktivitas belajarnya. “Efek paling terasa itu anak-anak yang biasanya malam belajar, sekarang sudah tidak bisa lagi,” ucap Wiji. Selain itu, kegiatan warga di malam hari pun tergantung pada genset yang menjadi sumber tenaga penerangan warga.