Sebuah patung astronot yang membawa kain batik menyambut pengunjung di pintu masuk Graha Pradipta Jogja Expo Center. Di bagian dalamnya, pengunjung akan melihat stan pameran batik yang merupakan bagian dari rangkaian acara âBatik To The Moonâ yang digelar pada Kamis sampai Minggu tanggal 25â29 Oktober. Rangkaian kegiatan yang diselenggarakan antara lain parade batik, pagelaran busana batik, dan lomba desain batik. Selain itu, terdapat kegiatan pembuatan batik di media yang berbeda, seperti kanvas, kayu, dan lainnya dalam lomba batik turunan. Seorang pegawai Balai Besar Kerajinan dan Batik bernama Yudha menuturkan, âAcara ini diselenggarakan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai batik.â
Srimulyani merupakan koordinator acara âBatik To The Moonâ sekaligus Kepala Seksi Sandang dan Kulit Disperindag. Dia mengatakan acara semacam Batik To The Moon ini merupakan acara rutin tahunan yang digelar sejak tahun 2014 dengan tema berbeda. Pada tahun 2014 itu pula Jogja diberi gelar Kota Batik Dunia oleh World Craft Council. Acara ini diselenggarakan dalam rangka mempertahankan gelar Kota Batik Dunia yang habis dalam empat tahun dan mempersiapkan kegiatan Batik Biennale 2018. Menurut Srimulyani, dalam pameran stan batik dari luar Jogja diberi akan memamerkan batik printing, sedangkan yang dari Jogja harus memamerkan batik tulis. Srimulyani menungkapkan, âHarapan dari acara ini adalah agar gelar Kota Batik Dunia tidak hanya dijaga oleh pemerintah, tetapi juga didukung oleh masyarakat dan juga industri batik.â
Dalam rangka mempertahankan gelar Kota Batik Dunia seperti yang diceritakan oleh Srimulyani, Yudha menuturkan bahwa batik saat ini telah dilindungi dengan batik yang dibuat dengan metode dan alat serta bahan yang tidak sesuai dengan SNI dianggap hanya sebagai kain bermotif batik. Selain memamerkan kain batik, pameran ini juga memperlihatkan contoh batik tiruan dan alat yang digunakan untuk membuatnya. Menurut Yudha, pemberian edukasi tersebut penting untuk menjaga agar kualitas batik yang telah dikenal oleh masyarakat di dunia tidak berubah dan menjatuhkan citra batik sebagai warisan budaya Indonesia. Standar batik yang diacu menurut SNI 0239:2014, yaitu âkerajinan tangan sebagai hasil pewarnaan secara perintangan menggunakan malam (lilin batik) panas sebagai perintang warna dengan alat utama pelekat lilin batik berupa canting tulis dan atau canting cap untuk membentuk motif tertentu yang memiliki makna.”
Pameran batik tersebut mengundang kurang lebih 150 Usaha Kecil dan Menengah Batik dan sekolah menengah di Jogja dan sekitarnya. Pengisi pameran batik yang dari luar daerah antara lain berasal dari Sidoarjo, Wonogiri, Pamekasan, Kalimantan Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau, dan lain-lainnya. Salah seorang pengisi pameran batik dari Disperindag Kabupaten Pamekasan bernama Miski menyatakan bahwa ia mendapatkan pengalaman dan relasi baru dalam acara ini. Namun, Miski mengatakan batik tulis yang dijualnya tidak terlalu laku seperti batik printing. Walaupun mendapatkan kesan baik positif maupun negatif, Miski tetap mengapresiasi acara ini.
Salah seorang pengunjung bernama Nurfadina mengatakan tertarik datang karena memiliki ketertarikan khusus dengan batik. Hal itu terjadi karena, Nurfadina pernah melakukan penelitian terhadap batik. Dia merasa senang dengan acara ini karena melihat masih banyak industri batik yang menjaga kualitas dan selalu berinovasi. âHarapan saya, acara seperti âBatik To The Moonâ ini dapat selalu diselenggarakan di Jogjakarta, supaya masyarakat dapat lebih mencintai dan bangga dengan batik,â kata Nurfadina.
Penulis: Nindika Tria
Editor: Devananta Rafiq