
©Istimewa
Ketokan palu dalam Kongres Istimewa yang digelar oleh Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (KM UGM) pada Sabtu (30-09), menghasilkan keputusan bentuk federasi yang akan ditetapkan untuk KM UGM mendatang. Setelah sebelumnya pada kongres mahasiswa pada tahun 2016 terdapat tarik-ulur mengenai bentuk KM yang ideal. Perwakilan dari masing-masing fakultas, Senat Mahasiswa KM UGM, dan BEM KM UGM menghadiri kongres yang bertempat di ruang sidang 1 Gelanggang Mahasiswa UGM ini.
Keputusan tersebut diperoleh dari suara mayoritas fakultas. Terdapat empat belas fakultas yang memilih bentuk federasi, diantaranya adalah Teknik, Biologi, MIPA, Kedokteran, Kedokteran Gigi, Sekolah Vokasi, Pertanian, Kehutanan, Kedokteran Hewan, Geografi, Psikologi, Teknologi Pertanian, dan Farmasi. Satu fakultas memilih bentuk konfederasi yakni Fisipol, tidak ada satupun fakultas yang memilih bentuk kesatuan, dan tidak mengusulkan bentuk apapun untuk KM diutarakan oleh empat fakultas yakni: Hukum, Filsafat, Peternakan, dan FEB.
Setelah bentuk federasi mendapat kekuatan hukum tetap, polemik penentuan bentuk KM UGM tidak berhenti sampai di situ. Perdebatan mengemuka pada perumusan detail-detail yang nantinya mengisi bentuk federasi dalam KM UGM. Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia selaku Ketua BEM KM UGM, menjelaskan bahwa nantinya bentuk federasi KM UGM dapat merujuk bentuk federasi seperti yang dijalankan oleh Amerika, “Kita dapat melihat bagaimana pembagian urusan dan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dalam hal ini BEM dengan pemerintah di daerah yakni fakultas-fakultas.”
Pada perdebatan lain mengenai detail bentuk KM yang kemudian muncul, Mohammad Hikari Ersada, mahasiswa Departemen Politik Pemerintahan ’14 Fisipol mengusulkan untuk membahas Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) pada Kongres Akhir Tahun (KAT). Sehingga sebelum  diadakan KAT, Pemilwa ditiadakan. Dia meminta untuk merumuskan federasi yang stabil terlebih dahulu baru membicarakan pergantian jabatan. “Permasalahan seperti ini dan boikot Pemilwa akan terus berulang tiap tahun. Apabila nanti ternyata KAT tidak menyetujui adanya Pemilwa, kita malah akan menistakan pemilih yang telah menggunakan hak pilihnya dan juga menghambur-hamburkan uang yang telah dipakai Pemilwa,” kata Hikari.
Senada dengan Hikari, Muhammad Qotrunnada Ahnaf perwakilan dari Fakultas Filsafat menjelaskan pentingnya pembahasan Pemilwa saat itu juga. Baginya mengadakan Pemilwa sebelum kongres akhir tahun malah merugikan. Walaupun tetap diadakannya Pemilwa memang sesuai dengan AD/ART. “Kita mau yang bermanfaat tapi cacat hukum atau mau yang tidak bermanfaat tapi kepastian hukum, kalau saya pribadi lebih rasional untuk memilih yang bermanfaat,” ujar Ahnaf.
Usulan tersebut ditolak oleh Retas Aqobah Amjad, selaku Menteri Eksternal BEM KM UGM. Retas menuturkan perubahan terhadap Pemilwa saat itu akan menyalahi AD/ART, yang telah disepakati pada kongres bulan Desember tahun lalu. “Kalau Pemilwa mau berubah, maka AD/ART dulu yang diubah, karena AD/ART baru bisa dirubah pada kongres akhir tahun,” terang Retas.
Alfath yang sejak awal keberatan dengan usulan Hikari menambahkan, pembahasan Pemilwa saat itu tidak terdapat dalam agenda kongres, sehingga dia meminta membahas Pemilwa di KAT. Dia juga menjelaskan bahwa saat ini Senat Mahasiswa KM UGM sedang merancang Undang-Undang Pemilwa dan akan melangsungkan sidang pleno pada hari Sabtu (07-10). Alfath juga menjelaskan Pemilwa merupakan konsekuensi bentuk federasi. “Kita kan federasi, pasti ada pemilihan umum presiden mahasiswa,” tegas Alfath. Kongres kemudian diakhiri dengan memutuskan pembahasan Pemilwa pada KAT.
Erata: Sebelumnya keterangan narasumber Mohammad Hikari Ersada tertulis sebagai “perwakilan dari Fisipol”, sekarang telah berganti menjadi “mahasiswa Departemen Politik Pemerintahan ’14 Fisipol”.
Penulis: Farid Zakaria
Editor: Khumairoh