Sabtu malam (06-05), seruan dan tepuk tangan penonton meramaikan Panggung Kemepyar di Wisdom Park UGM. Pertunjukan yang menjadi pembuka rangkaian acara Etnika Fest 2017 ini diadakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UGM. Etnika Fest sendiri merupakan acara dua tahunan yang sudah diselenggarakan sejak 2011.
Tema yang diusung Etnika Fest tahun ini Zaman Edan. Sesuai dengan ramalan Jayabaya, zaman edan ditandai dengan keadaan yang kacau. Tanda yang dimaksud diantaranya ‘pasar ilang kumandange’Â dan ‘perikamanungsan soyo ilang’. ‘Pasar ilang kumandange’Â maksudnya adalah pasar yang sudah kehilangan keramaiannya. ‘Perikamanungsan soyo ilang’Â artinya perikemanusiaan yang menghilang. Akan tetapi, zaman itu akan berganti dengan zaman yang lebih baik setelah datangnya sosok ‘ratu adil’. Zaman edan direfleksikan seperti masa kini, yang juga mengharapkan datangnya ‘ratu adil’. âBerdasarkan ramalan itu, kami menghadirkan sosok alternatif ‘ratu adil’ di Panggung Kemepyar, salah satunya adalah Didi Kempot,â tutur Geza Surya Pratiwi selaku Steering Committe Etnika Fest 2017. Dapat disimpulkan bahwa hadirnya Etnika Fest di tengah zaman edan seolah menjadi ‘ratu adil’, sosok yang ditunggu-tunggu untuk membawa kemuliaan.
Ada empat rangkaian acara dalam Etnika Fest yang dimulai dari 6â16 Mei 2017. Rangkaian acara dimulai oleh Panggung Kemepyar, kemudian dilanjutkan oleh talkshow bersama Remy Sylado pada 12 Mei. Selanjutnya ada aneka lomba, diantaranya fotografi, cipta puisi, cerpen, esai, serta mewarnai dan menggambar. Pengumpulan karya dari lomba fotografi, cerpen, esai, dan cipta puisi dibuka dari 10 Maretâ10 Mei, sedangkan lomba mewarnai dan menggambar diadakan pada 14 Mei. Rangkaian acara ditutup oleh malam puncak “Pentas Teater: Mentari Tenggelam di Balik Tilam” yang diadakan di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada 16 Mei 2017.
Panggung Kemepyar sendiri dimeriahkan oleh beragam penampil, mulai dari komunitas mahasiswa hingga musisi lokal. Para pengisi acara tersebut diantaranya Sandyakala, Tudung Serigala, Himpunan Mahasiswa Gadjah Mada Sulawesi Selatan, Destraya, Red Percussion, Ramu Rima, Pieter Lennon, Voice of Citizen, Rampoe UGM, Nusa Tuak, Tari Bali, Mengayun Kayu, Buktu, dan Semata Wayang. Tak ketinggalan pula sang bintang tamu utama, Didi Kempot, yang semakin memeriahkan Panggung Kemepyar di penghujung acara. Selain dimeriahkan oleh penampilan musik dan tari, Panggung Kemepyar juga diisi dengan stan-stan yang menawarkan beragam pilihan. Stan-stan tersebut menjual makanan, sepatu, dompet, bahkan menawarkan jasa foto bersama reptil.
Acara yang sudah diselenggarakan empat kali ini pada awalnya diadakan untuk menyatukan mahasiswa dari sebelas jurusan di FIB. Melalui Etnika Fest, mahasiswa diharapkan dapat saling bekerja sama lintas jurusan. Acara dua tahunan ini kemudian menjadi wujud kontribusi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UGM dalam melestarikan budaya lokal.
Gagasan Etnika Fest tentang melestarikan budaya lokal mendapat tanggapan positif dari Didi Kempot. Penyanyi campursari tersebut mengaku senang ketika mengetahui bahwa mahasiswa masih berminat melestarikan budaya lokal. âAcara seperti ini hendaknya rutin dilaksanakan, karena menunjukkan kepedulian  mahasiswa terhadap kelestarian budaya, â ujar Didi.
Salah satu penonton, Mahardika Agil Bima, mahasiswa Ilmu dan Industri Peternakan UGM â14, sengaja datang ke Panggung Kemepyar untuk menyaksikan Didi Kempot. Ia juga menyetujui gagasan pelestarian budaya lokal yang dicanangkan pada Etnika Fest. âLagu-lagu campursari yang dibawakan bisa menanamkan budaya Indonesia di dalam diri kaum muda,â tutur Bima.
Penulis: Firda Rihatusholihah
Editor: Nizmi Nasution