“Kami, mahasiswa UGM, menyatakan ketidakpuasan terhadap jalannya forum aspirasi hari ini,” seru Alfath Bagus El Nur Panuntun Indonesia, Presiden BEM KM UGM. Hal ini ia sampaikan dalam forum Penjaringan Aspirasi Mahasiswa. Acara yang diadakan oleh Majelis Wali Amanat (MWA) ini diperuntukkan bagi mahasiswa UGM dengan kuota 500 orang. Bertempat di Grha Sabha Pramana pada Kamis (30-3), acara dihadiri delapan Bakal Calon (Balon) Rektor UGM Periode 2017—2022. Forum ini berisikan penyampaian program kerja dari Balon rektor dan tanya jawab mahasiswa.
Alfath mengungkapkan sikap ketidakpuasan mahasiswa karena ketiadaan dialog langsung yang terbuka. Sehingga mahasiswa menganggap forum yang berlangsung tidak menjunjung iklim akademis. Ia juga menyampaikan tiga tuntutan dalam pernyataannya. Pertama, berisi permintaan forum dua arah dengan tiga calon rektor. Kedua, forum tersebut akan diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa (KM) UGM. Tuntutan terakhir yaitu pelibatan mahasiswa UGM dalam pengajuan pakta integritas yang disusun MWA dengan mempertimbangkan rekomendasi kebijakan oleh BEM KM. “Hal ini memperhatikan dan menimbang defisit representasi dari mahasiswa,” ujar Alfath.
Menanggapi tuntutan tersebut, Muhsin Al Anas, MWA Unsur Mahasiswa, menekankan bahwa permintaan forum dua arah dari mahasiswa bukan lagi ranah kerja dari MWA. Ia melanjutkan, bahwa tujuan menjaring aspirasi dari akar rumput ini agar rektor berikutnya memiliki modal awal untuk memetakan masalah yang ada. Baginya, penjaringan aspirasi dapat memberikan posisi tawar untuk mahasiswa walaupun tidak mempunyai hak suara. Ia menilai kegiatan ini sebagai langkah awal untuk demokrasi yang lebih baik dalam pemilihan rektor. “Dengan memberikan gagasan, pemikiran serta masukan yang baik akan menjadi sebuah bargaining position bagi mahasiswa untuk kebaikan UGM,” ungkap Muhsin.
Poin mengenai MWA juga menjadi salah satu dari tujuh rekomendasi kebijakan yang disampaikan oleh Alfath kepada Balon. Rekomendasi tersebut meminta UGM untuk mengembalikan mekanisme pemilihan MWA kepada mahasiswa. Mengingat satu orang MWA Unsur Mahasiswa periode 2016-2017 yang dipilih oleh Dirmawa dianggap tidak merepresentasikan mahasiswa. Selain itu, syarat Balon MWA yang menyertakan batas atas semester perlu dihapus. Ia juga menuntut penghilangan atau pengubahan frasa Pengurus Harian Organisasi Mahasiswa sebagai prasyarat Balon MWA Unsur Mahasiswa.
Merespon adanya unsur mahasiswa yang hanya satu, Muhsin menjelaskan bahwa keputusan tersebut harus tetap dijalani. Hal ini karena MWA termasuk organ yang mempunyai Anggaran Dasar dan harus dipatuhi yakni Statuta UGM. “Sehingga jika ingin menambah unsur mahasiswa perlu mengubah Statuta UGM dalam Peraturan Pemerintah dan mungkin akan memakan waktu dua atau tiga tahun,” ujar Muhsin.
Muhsin juga menjelaskan bahwa mekanisme pemilihan rektor dilakukan melalui musyawarah oleh MWA. Apabila musyawarah tidak tercapai, MWA akan melakukan voting. “MWA terdiri sembilan belas orang tetapi satu orang tidak mempunyai hak untuk memilih karena itu rektor yang sedang menjabat,” ujarnya. Selanjutnya, dari delapan belas MWA terdapat Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang mempunyai 35% suara, sehingga tujuh belas orang sisanya memiliki 65% suara. Menjadikan total suara yang ada yakni 26 suara. Dalam ketentuan selanjutnya rektor terpilih harus memenuhi syarat 50% suara tambah satu.
Najmi, Mahasiswa FEB mengkritisi mekanisme pemilihan rektor ini saat sesi tanya jawab. Ia menilai akan terjadi konflik kepentingan dalam pemilihan rektor karena anggota MWA sering kali diisi oleh orang-orang yang mempunyai lebih dari satu jabatan. Ia juga mempertanyakan konsep MWA yang menggunakan dua kamar. “Apakah dengan konsep dua kamar yaitu internal dan eksternal masih relevan?” tutupnya. [Cintya Faliana, Afal Ranggajati]