“The hills are alive,
with the sound of music.
With the song they have sung,
for a thousand years.”
Pendar cahaya dari proyektor yang tengah memproyeksikan video menerangi bagian tengah panggung. Dalam video itu, tampak seorang gadis yang mengenakan pakaian calon biarawati berupa gaun berwarna hitam-putih. Ia sedang bersenandung seraya menari di bawah langit biru dengan suasana asri dari rumput hijau yang dipijaknya. Senyuman pun tersungging di bibirnya. Sepenggal lirik lagu di atas sayup-sayup terdengar melingkupi auditorium.
Ketika ia masih bersenandung, tiba-tiba lonceng gereja berdentang. Gadis itu segera berlari menyusuri bukit. Seketika proyektor dimatikan dan panggung menjadi gelap.
Sesaat setelah itu lampu dinyalakan kembali. Tampak empat pemeran yang berperan sebagai biarawati berdiri diatas panggung dengan pakaian tertutup serba hitam. Terdapat properti berupa kaca mosaik yang terbuat dari tripleks berdiri di sebelah kanan dan kiri proyektor untuk mengambarkan suasana biara.
Di dalam biara, tampak para biarawati sedang kebingungan mencari seseorang. “Dimana Maria?” Tanya salah seorang biarawati. “Aku tak dapat menemukannya, mungkin ia ada di tempat biasa,” jawab salah seorang yang lain.
Tiba-tiba terdengar suara gebrakan dari arah pintu auditorium. Sosok gadis yang terdapat dalam video pembuka berlari masuk ke panggung dengan nafas terengah-engah. Gadis tersebut adalah Maria, yang tengah dicari oleh para biarawati. Para biarawati yang berdiri menyambut Maria dengan pertanyaan.
Adegan diatas menjadi pembuka dari drama musikal berjudul The Hills are Alive with The Sound of Music. Drama musikal ini dibawakan oleh mahasiswa angkatan 2016 jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Gadjah Mada. Pementasan ini diadakan di Auditorium FIB pada Selasa sore (24/11).
Drama Musikal ini diangkat dari kisah nyata seorang gadis Austria bernama Maria pada masa Perang Dunia II “Ceritanya sendiri berfokus pada pencarian jati diri Maria yang iah temukan sejak kedatangannya ke kediaman von Trapp,” jelas Mahardika Kusumo Simbolon, sang sutradara.
Maria yang dikisahkan merupakan calon biarawati kemudian mendapat tugas untuk merawat anak-anak keluarga von Trapp. Von Trapp adalah seorang Tentara Angkatan Lautyang ditinggal mati istrinya. Ia memiliki tujuh anak dan saat ini sedang mencari seorang pengasuh bagi putra-putrinya.
Kisah dari drama ini dilatabelakangi situasi Jerman yang menduduki Austria. Beberapa adegan kemiliteran terlihat dalam drama ini. Seperti, ketika von Trapp mengajarkan kedisiplinan yang begitu kental kepada anak-anaknya. Hal ini tersaji dalam adegan ketika von Trapp memanggil anak-anaknya dengan peluit. Sesaat setelah von Trapp meniup peluit, suara hentakan kaki khas prajurit terdengar semakin keras. Hentakan kaki tersebut berasal dari ketujuh anak itu saat memasuki panggung. Setelah semua anak berada di panggung, satu per satu mereka menyebutkan nama mereka dihadapan Maria.
Awalnya anak-anak von Trapp membenci Maria, namun Maria tetap sabar merawat mereka. Suatu hari, Maria memperkenalkan kegemarannya bernyanyi pada anak-anak Von Trapp. Lagu Do Re Mi menjadi lagu yang dikenalkan Maria pada anak-anak Von Trapp. Anak-anak tersebut menyanyikan penggal demi penggal lirk lagu tersebut secara bergantian. Wajah anak-anak berubah menjadi riang. Satu persatu senyum mulai tersungging di wajah mereka. Selain itu, kedekatan Maria dengan anak-anak juga nampak dalam adegan ketika hujan deras mengguyur daerah itu. Suara petir yang menyambar membuat anak-anak ketakutan. Tampak Maria memeluk sambil bernyanyi untuk menenangkan anak-anak von Trapp yang ketakutan.
Maria yang seharusnya menjadi biarawati jatuh hati pada von Trapp. Hal ini menjadi permasalahan batin tersendiri bagi Maria yang ditunjukkan dengan kepergiannya dari kediaman von Trapp. Anak-anak von Trapp yang sudah sangat dekat dengan Maria pun akhirnya mencari keberadan gadis itu dan membawanya kembali. Von Trapp yang ternyata juga menyukai Maria mengungkapkan perasaanya. Lagu Something Good pun terdengar sebagai tanda bahwa semua yang terjadi pasti karena sesuatu di masa lalu, seburuk apa pun itu pasti akan ada sesuatu yang bagus di dalamnya.
Lagu-lagu yang dibawakan para pemeran turut membantu membangun suasana di atas panggung. Salah satunya adalah lagu The Lonely Goatherds. “Lagu tersebut memperlihatkan kedekatan di dalam keluarga von Trapp, saat keluarga von Trapp dan Maria mementaskan wayang di festival,” tutur Anggita Kusumarani, sang pianis dalam pemenstasan drama musikal ini. Asisten sutradara, Alya Khoirunnisa juga menambahkan bahwa penampilan lagu ini merupakan nilai tambah untuk drama mereka yang mengubah adegan film asli dengan manambahkan kebudayaan Indonesia.
Selain lagu itu, Anggita juga menyebutkan satu judul lagu lainnya yang menurutnya terbaik, yaitu So Long Farewell. Lagu tersebut dinyanyikan ketika Maria dan keluarga von Trapp melarikan diri dari Austria yang sudah jatuh ke dalam kekuasaan Jerman. Adegan ini menjadi salah satu adegan yang menegangkan. Lagu ini, menurut Anggita, mengisahkan perpisahan keluarga von Trapp sebelum meninggalkan Austria. Tempo lagu yang semakin cepat mengiringi keluarga von Trapp saat kabur dari kejaran tentara Nazi.
Pementasan drama musikal ini, menurut Mahardhika, didasari karena drama musikal setidaknya mengandung dua unsur seni, yaitu musik dan sastra. “Jadi tidak hanya fokus pada pementasan dramanya atau musiknya saja. Tapi kedua unsur itu disatukan dan diolah menjadi pementasan yang layak untuk dipertontonkan,” tambahnya.
Ketua Program Studi Sastra Inggris, Dr. Adi Sutrisno, mengatakan bahwa pementasan drama musikal ini diadakan sebagai wadah menerapkan ilmu yang selama ini sudah dipelajari. Hasil pembelajaran tersebut mereka tuangkan dalam bentuk karya sastra yang kemudian dipentaskan.
Meskipun demikian, terdapat beberapa catatan yang diberikan oleh Adi kepada mahasiswanya. “Clip on yang tidak terpasang membuat suara menjadi tidak jelas. Selain itu, karena diadakan di auditorium lighting jadi kurang optimal,” ujarnya.
Terakhir, Dr. Adi Sutrisno mmiliki harapan kepada para mahasiswa angkatan 2016 Sastra Inggris agar kedepannya menjadi lebih baik. “Saya cukup puas dengan pementasan ini. Dengan persiapan yang lebih matang, kelak mereka bisa lebih baik lagi,” pungkas Adi. [Amirah Syukraini , Henny Ayu Amalia, Maria Hana]